Auna Risti Pov
Aku adalah sahabat Bening sejak kecil, bahkan Tanggal lahir ku, dan tanggal lahirnya hanya berselisih dua hari saja.
Aku bahkan sering dan makan di rumah nya, bahkan Bening juga sering meminjam baju ku, Saat musim hujan telah melanda.
Seragam sekolah yang dia punya, hanya satu, kadang tidak kering dalam semalam, ketika kita pulang dalam keadaan diguyur hujan.
Dengan senang hati, aku meminjamkannya, tanpa rasa segan juga dia memakainya, dia gadis periang dan pintar menahan rasa sakit sendiri.
Walau sering jadi gunjingan bagi Mereka yang merasa iri padanya, namun dia tidak pernah mengeluh, aku selalu kagum padanya, saat hidup sulit dia selalu semangat membantu paman dan bibinya.
Namun aku masih dibilang sangat beruntung, aku masih ada orang tua yang mencarikan nafkah, juga merasakan kasih sayang dari keduanya.
Kisah pilu sudah jadi makanannya sehari hari, dimana kami telah, menjajakan kaki di sekolah menengah pertama, dimana muridnya datang dari daerah daerah lain, yang cukup jauh dari tempat ku.
Sahabat ku Bening memang sangat cantik. Di lihat dari sisi manapun tetap dia lebih unggul dariku, orangnya lembut, pantang menyerah, pekerja keras, dan selalu semangat dalam segala hal.
Dia tidak pernah dendam meski ada banyak bulian yang selalu terlontar dari mulut pedas mereka.
Aku tahu, mereka sebenar-nya iri dengan kelebihannya, hidup dari kalangan bawah kemiskinan, kelemahan latar belakang keluarga, tapi Bening mampu meraih nilai nilai yang bagus setiap ujian di sekolah.
Aku bahkan salut, hanya dengan satu kali penjelasan dia bisa uraikan sendiri isi dari soalan tersebut.
Banyak pula cowok-cowok yang menyukai dirinya, aku lah orang yang selalu jadi penyampaian salam salam cinta dari mereka, yang mengaguminya.
Namun, Bening tak pernah menganggap serius, dia hanya bilang.
"Aku bukan siapa siapa."
Hanya itu yang selalu keluar dari mulut manis nya. Aku sampai geregetan sendiri, kakak kelas yang selalu menitipkan surat pada ku, Pria keren primadona di sekolah, Bening masih menolak juga.
Aku geleng geleng kepala, saat aku tau alasan nya, "Aku hanya si miskin dan aku bukan siapa siapa," Itu selalu jadi alasan utama nya, kalau tidak.
"Aku masih sibuk untuk belajar"
Alasan yang masuk akal juga sebenar-nya. Hingga sekolah kani di penghujung tahun ajaran semester akhir kelas tujuh, ku lihat dia murung entah apa yang menjadi masalah-nya.
Padahal kesusahan, bulian, hinaan tidak pernah membuat dia menangis apalagi murung.
"Hey ada apa Becan?"
aku bertanya penasaran, wajahnya terlihat sendu. Dia lalu membuang raut muka yang tadi sedih, dalam sekejap.
"Nggak ada Una."
"Ada apa, kenapa wajah mu murung Becan, ceritakan padaku.!"
Aku bertanya, menatap bola mata cantiknya, sambil sesekali mengusap tangannya.
"Nggak ada apa apa kok!"
Hanya itu yang keluar dari bibir mungilnya. Dambil menampakan senyum manis, gigi putih-nya kelihatan menawan, saat senyum terbit dari wajahnya.
Dia pandai sekali menutupi segala kepedihan, ketika kami sedang asik mengobrol. Datang lah rombongan teman yang lain, si tukang bully. Yang selalu jadi topik, kemarahan ku memulai.
"Ngapain kalian kesini bukan nya kita gak selevel." ucap ku, dengan perasaan yang amat kesal, minggu kemarin aku keliling kelapangan, dan bulan lalu aku disuruh membersihkan Wc sekolah. Karena aku menjambak rambutnya, saking aku kesal dengan ucapannya.
Dialah, Adella Prakoso Si kaya raya di kota ku, suka menindas teman teman yang di bawah level menurut-nya, satu angkatan dengan kami, namun, dia berada di kelas yang lain.
Aku selalu kena teguran dari pihak sekolah, karena ulahnya dia, yang tiba tiba selalu menyerang dengan kata kata pedas, tertuju pada sahabat ku Bening.
Dan aku selalu tak kuat jika tangan ku tak menjambak rambutnya, atau menarik baju seragamnya.
kami lewati hari hari dengan cukup sulit, Aku tak berdaya harus melihat sahabat yang ku sayangi selalu mendapat bulian, yang bahkan, bukan salah kami untuk menjadi gadis dari golongan miskin.
**
Hari ini, Hari pelepasan kelas sembilan. Tidak sengaja dia bercerita tentang isi hatinya, kalau dia sudah ada rasa pada satu pria yang ada di kelas sembilan.
Yang akan segera menuntaskan ajaran disekolah menengah Pertamanya, dan yang pasti akan meninggalkan tempat kami bersekolah. Kulihat wajah ragu ragu saat dia akan berbicara tentang dia.
"Sejak kapan?"
Tanya ku aku merangkul memberi kekuatan agar dia tak usah ragu, dalam menceritakan si cowok itu. "Namanya: Muhammad Iqbal Husain". Dia berucap ragu namun berhasil menyebutkan nama pria yang disukainya..
Ternyata Iqbal, Masih saudaranya guru ngaji kami. Lumayan di segani di kampungnya, karena mereka Masih kerabat, penyambung kalam Mullah.
Sebut saja ustad, dia malu malu saat mengatakannya. karena dia pasti minder, tentang setatus keluarganya Iqbal.
"Kalau sudah takdir, enggak akan kemana,"
Ucapan ku seolah olah mood booster untuk nya. "Berdo'a Saja, semoga kelak itu jodoh terbaik mu," Ucap ku sok bijak. Padahal aku juga nggak tahu kehidupan mereka seperti apa.
Dan silsilah setiap keluarganya pun pasti berbeda. Namun, entah dari mana aku bisa mengatakan hal itu. memberi kekuatan kepadanya.
"Dia pasti jadi yang terbaik."
Hari kelulusan kami tercipta haru. Kami akan meninggalkan segenap kisah-kisah yang tercipta di sini. Sedih, bahagia, suka duka canda tawa. Dia jadi yang pertama, dari tiga anak yang mendapat Beasiswa, untuk maju kejenjang sekolah menengah atas.
Aku bahagia melihat prestasinya.
Aku adalah sahabat, yang jauh lebih dekat, walau tidak ada ikatan darah dengannya.
****
Hingga kami beranjak dewasa, saat ini Bening masih belum tahu Keputusan cintanya. Dia hanya berharap dan berdo'a. Untuk bisa menemukan jodoh terbaiknya.
Walaupun ku tahu, banyak cinta yang datang mendekat, namun, dia tidak berpikir mencari persinggahan baru.
Aku pernah mendengar kisah Iqbal, dari saudaraku yang dekat lebih dengan rumah keluarganya Iqbal, selama ini dia sekolah di luar negri, jarang pulang, dan aku pun tidak tahu kenapa sahabat ku harus menyukai dia.
Namun itulah misteri dalam sebuah perasaan. Tak bisa kita kendalikan sendiri, dan sekarang ku dengar Iqbal bekerja menjadi relawan di kedubes besar saudia, menjadi pembimbing haji umrah. yang datang dari kota kota besar.
Entah harapan apa yang telah di berikan Iqbal untuk sahabat ku.! aku tak pernah di beri kesempatan untuk bertemu dengannya.
Aku jadi was was takut takut Bening mendapatkan kekecewaan mendalam atas hatinya. Aku sering mengingatkan kepadanya agar dia jangan terlalu mengharapkan Iqbal.
Dia tersenyum.
"Iya aku pasrah kan semuanya kepada pemilik raga dan jiwa ku ini Auna."
Ucapan-nya selalu makin dewasa, dan semakin bijak, Aku pun merasa tersanjung dengan segala yang melekat dengan dirinya.
Cantik, baik, lembut tutur katanya, tidak pernah membuat ku, atau orang disekitar ku merasa tersinggung oleh perkataannya.
Bahkan dia yang selalu menasehati ku, kalau aku harus hati hati dalam memilih cowok, aku malu yang kadang aku mudah jatuh cinta pada lawan jenis, tapi inilah aku.
Orang pertama yang selalu dia cari saat saat dia punya segala beban.
Aku selalu ingin menjadi seperti kertas putih kosong, yang siap dengan segala coretan tinta warna pelangi di hidupnya.
Pernah satu hari aku mendengar bibi Maria ngobrol dengan umi Naina, kalau sahabat ku sudah ada yang meminangnya, dia pelanggan bibinya. namun, Bening tidak terbuka soal itu.
Hingga sore itu menjelang, saat itu aku dan dia menikmati puncak tempat wisata di kotaku, sengaja kami berangkat dari rumah Masih siang, karena kami ingin menikmati tempat Wisata yang lagi tren di kotaku saat itu.
Aku benar benar Berat mengatakan hal itu padanya. Kami bersiap melihat sunset yang sebentar lagi akan turun meninggalkan jejak penat hari ini.
Aku mencoba memberanikan diri bersuara.
"Becan, maafkan aku Ya, aku harus mengatakan ini, kamu pasti kuat!"
Dia menatap ku.
"Ada apa sih kok aku takut, mendengar kamu bicara serius Una"
Ucapnya, sambil menatapku intens, dengan raut wajah teduh kadang terlihat bola matanya bergerak indah.
"kamu akan siapkan mendengar penjelasan ku." Aku ragu menceritakan hal sensitif kaya gini.
"Apakah Kamu tidak kenal aku ya Una?" katanya sarkas. "Emang mau ngomongin apa sih ! Ayo katakan !"
Dia semakin penasaran dengan teka teki yang mau aku ucapkan, "kamu percaya gak kalau jodoh sudah ada yang ngatur!"
aku bertanya hati hati.
"Emang kenapa, Allah sudah mengatur jodoh-nya, rezeki-nya, dan bahkan kematian-nya, sebelum kita lahir ke dunia ini Bukan?" Aku mengangguk. membenarkan ucapannya.
"Iya aku tahu," jawab ku
"Lalu, kalau laki laki yang kamu sukai, sekarang telah di jodohkan, Apa kamu mau menunggu dan mengharapkan dia terus?"
Ucapan ku menghentikan tangan-nya, yang bermaksud mencabut bunga ilalang di hadapan kami.
"IQbal telah di jodohkan sama wanita pilihan Abi-nya Becan, dan setelah gelar sarjananya, dia bakal balik kesini, dan akan menikah dengan gadis pilihan Abi-nya." sambung ku.
Ku lihat mata-nya berkaca kaca, menarik napas Lalu menunduk.
"kalau sudah tuhan gariskan begini aku bisa apa Una, bahkan aku bukan siapa siapa nya!"
Bening bersuara pelan namun aku masih bisa mendengarnya. Aku tau dia, pasti sangat terpukul, sedih kecewa, namun aku tahu dia yang paling bisa menutupi kesedihan-nya.
Aku jadi gak tega, melihat raut wajahnya.
Dia melontarkan kata kata yang sulit ku tebak.
"Aku tidak akan menunggu lagi, jika memang kebenarannya sudah begitu Una, aku akan menerima orang yang mau menikahi ku, lalu aku akan menyayanginya. siapa pun itu!"
Bening terdengar pasrah.
Kata-kata itu yang keluar dari bibir-nya.
Apa mungkin dia telah menerima kabar bahwa dia telah di jodoh kan Umi dan bibinya.
Ucapan-nya di iringi air kristal di sudut matanya. "Ayo kita pulang ! sebentar lagi maghrib, kita langsung kerumah ustad Abi saja, untuk meminta Restu padanya. kita akan segera mencari pekerjaan." Sahutnya sambil berdiri menepis kotoran yang menempel pada pakaian kami.
"Ayo.."
Sahut ku menggenggam tangannya terasa basah oleh keringat dingin, aku jadi tak tega, pasti dia menahan kesedihan terberatnya dalam hati.
kami berjalan, meninggalkan puncak, kami tak banyak bicara lagi, entah apa yang dipikirkan-nya saat ini, kecewa sedih, sudah pasti.
Belum juga dia merasakan cinta balasan sudah merasakan kekecewaan, aku juga merasakan itu dan pasti berat rasanya.
Karena memang adzan magrib sebentar lagi menyapa, kita setengah berlari, setelah Menyimpan kendaraan ku di parkiran samping rumah Abi, yang berhadapan dengan pondok.
🌸🌸
Masa putih abu hanya tinggal kenangan. kami berdua pun memutuskan cari pekerjaan untuk meningkatkan pendapatan dan kebutuhan masing masing.
Akhirnya kami berdua di terima di perusahaan jasa online pengiriman barang. Gajihnya lumayan juga, meskipun kerja bukan di perusahaan elite, namun, kami bisa mencukupi kebutuhan usia remaja kami pada umum-nya.
Dan dimana pun kami berada, kami selalu bersama, dia selalu jadi yang terdepan, dan selalu menarik perhatian. tapi aku bahagia dengan itu.
Setelah hari itu, dimana percakapan kami di puncak, dia tak pernah menyinggung soal perasaannya pada IQBAL , atau pun yang menyangkut tentang-nya, kali ini dia lebih menutup diri.
Dan di esok hari nya kami berkumpul di Warung Resto Paman Bibi-nya, biasa kalau kita dan teman teman kita dalam satu tim sedang Weekend, kami selalu menyempatkan makan makan disana.
"WARUNG RESTO".
Dan disinilah awal mula pertemuan Bening dengan kedua orang tua Yoda.
POV Auna Risti Selesai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Nina Puji Handayani
mungkin Iqbal dan bening nanti jodoh yg tertunda.
hmmm... bukankah ardella tuh pacarnya Yoda ya ..makin seru Thor. pasti Yoda nanti kalo beneran pisah sama bening bakalan nyesel
2021-08-16
0
dewi syah
perhatikan tanda baca ya...thor soalnya banyak yg kelewat gak pa2 ya
2020-10-23
0
Sofhia Aina
Eh...kok.bersambung.....tergantung sedih juga baca cerita terputus kat tengah jalan😓😓😓 lalu nunggu teramat lamaaaaaaa...........
2020-10-13
0