04 : Terasa biasa saja

Amran Tabariq mengangguk yakin, sedikitpun tidak terlihat raut enggan, gugup, apalagi tertekan. Ia genggam erat tangan pak penghulu, disebelahnya duduk sang wali hakim, yang tidak lain salah satu staf perkebunan karet dan sawit milik Amran Tabariq.

Ya, sosoknya bukanlah orang biasa, Amran memilih menyembunyikan identitasnya, ia lebih suka berada dibalik layar, memperhatikan serta menggerakkan usahanya dalam senyap.

“Bapak wali, sudah siapkah?” pak penghulu bertanya kepada wali Dahayu, yang sudah diberikan surat kuasa oleh Bandi. Ayah kandung calon istri kedua Amran itu tidak hadir, begitu juga dengan istri mudanya.

“Sudah!” jawab Bondan, pria berumur akhir 37 tahunan, berperut buncit, sampai kancing kemejanya nyaris lepas tertekan benda bulat keras, ia mengangguk yakin.

Pak penghulu kembali fokus ke sang mempelai pria, tadi juga sudah bertanya kepada istri pertama Amran atas kesediaannya di madu.

“Ananda Amran Tabariq bin Bekti Tabariq, saya nikahkan dan kahwinkan engkau dengan Dahayu binti Bandi, dengan mas kawin seuntai kalung emas dengan berat 5 gram, dan uang sebesar dua juta dua ratus ribu rupiah, serta seperangkat alat sholat dibayar tunai!” Jabatan tangan itu diayunkan.

“Saya terima nikah dan kahwinnya Dahayu binti Bandi dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!”

“Bagaimana saksi?”

"Sah!"

"Sah!"

Randu dan Bondan berseru lantang. Sedangkan Sira mengepalkan erat tangannya, menatap nanar pria yang ia cintai. Kini dirinya tidak lagi menjadi istri tunggal, tetapi telah memiliki saingan.

Di dalam kamar lantai satu villa yang pintunya tidak ditutup rapat, Dahayu mendengar jelas ijab kabul itu. Wanita berpakaian baju kurung polos sederhana, serta wajahnya cuma di makeup tipis, rambut pendeknya digerai biasa, tidak mengenakan perhiasan itu terlihat begitu tenang.

Dua orang asisten rumah tangga saling pandang, jelas mereka bingung harus bagaimana. Istri baru sang tuan begitu berbeda dari nyonya pertama yang memiliki kesabaran setipis helaian rambut.

“Adik!” Bu Warni mengguncang lengan putrinya, ia tidak betah berada di ruangan tertutup.

“Ya, Buk?” Dahayu menatap hangat wajah ibunya yang khusus hari ini mengenakan baju kurung tetapi bawahannya celana, bukan rok.

“Main. Bosan.” Bibirnya mencebik, sedangkan tangannya mulai menarik lengan Dahayu.

“Main sama saya saja ya, Mbak?” Bik Lis berusaha membujuk.

“Mau tidak, Buk? Main kartu dengan teman baru?” tanyanya lembut, tangannya membenahi rambut ibunya yang dikepang dua.

Bu Warni menyipitkan mata, menatap serius sosok sebaya dengan dirinya, begitu melihat raut ramah di wajah Bik Lis, ia mengangguk.

Dahayu berdiri, melangkah ke pojok ruangan di mana tergantung tas selempangnya, mengambil kartu domino dan plastik yang berisi lima buah batu kecil.

“Bik, tolong temani Ibuk saya ya. Bila dia bosan dengan kartu, ajak saja main gateng, tapi Bibik harus banyak mengalah, biar Ibuk saya tidak tantrum,” pintanya lembut seraya mengulurkan mainan ibunya.

Bik Lis pun mengangguk, lalu menggandeng tangan Bu Warni, membawanya ke teras belakang yang sepi.

Tinggallah Dahayu dan salah satu asisten rumah tangga lebih muda daripada Bik Lis.

“Nyonya, sepertinya sudah waktunya kita keluar,” lirihnya seraya menunduk, sungkan untuk menatap.

Dahayu memandang sekilas wanita yang ia taksir berumur di pertengahan 20 tahunan. “Panggil nama saja!”

“Maaf, saya tidak berani Nyonya. Tuan sudah memberikan perintah untuk memanggil Nyonya.” Ia memberanikan diri menatap majikan barunya.

‘Siapa sebenarnya dia? Sepertinya bukan orang biasa. Dan apa-apaan ini? Ia memerintahkan para pekerjanya memanggil Nyonya? Tak salahkah itu?’

“Bila sungkan memanggil nama, cukup panggil Kakak saja! Lain daripada itu saya takkan menanggapi!” Dayu menatap tegas, auranya mengintimidasi membuat lawan bicaranya sampai tersentak dengan manik bergetar.

“Baik, K_ak,” sahutnya terbata-bata.

Dahayu membenahi selendang renda yang ia kenakan, lalu mulai melangkah keluar kala pintu dibuka lebar oleh Wiwin.

Wanita yang sudah berganti status menjadi seorang istri itu melangkah tegas dengan ekspresi datar, tidak ada senyum simpul apalagi gesture gugup, netranya menatap tajam pada sosok yang menatapnya dalam.

Amran sedikit menggeser posisi duduknya, memberikan ruang bagi sang istri kedua, bergantian mereka menandatangani buku nikah.

Bila biasanya pengantin lain akan memasangkan cincin kawin, tapi tidak dengan pasangan baru ini.

Pria berpeci hitam dan mengenakan kemeja satin berwarna putih itu mengambil kalung berliontin bunga Daisy, membuka kaitan nya. “Menunduk lah!”

Dahayu menurut seraya menutup rapat mulutnya, tubuhnya terhenyak kala jemari jenjang itu sepertinya sengaja menelusuri kulit lehernya, gerakannya begitu lamban, ingin rasanya ia tepis tangan yang sudah lancang menyentuhnya, tetapi urung saat mengingat tujuannya sampai mau menjadi istri kedua.

Amran tidak langsung menarik diri, jari telunjuk dan jempolnya menjepit dagu istri barunya, menatap penuh misteri netra coklat tanpa binar bahagia itu, lalu turun pada kalung yang ia pilih sendiri. “Cantik ….”

Setelahnya, Dahayu meraih punggung tangan terulur milik pria yang baru saja menikahinya, ia cium takzim tanpa menaruh rasa apapun selain hambar. Pun, pada waktu pucuk kepalanya dikecup dalam, semua terasa biasa saja.

Dahayu kembali menegakkan badan, ekor matanya melirik wajah Masira yang meradang. ‘Kau sendiri yang mengundang penyakit untuk datang, tapi mengapa wajahmu terlihat begitu tertekan? Menyesal kah?’

“Tuan Amran dan Nyonya Dahayu, sekarang kalian telah resmi menjadi sepasang suami istri sah secara agama maupun negara. Semoga pernikahannya Sakinah Mawadah Warahmah. Teruntuk Nyonya Dahayu serta Nyonya Masira – semoga kalian selalu lapang dada, bisa menjadi saudara walaupun tak sedarah. Berbagi suami itu sulit, tapi bila berhasil, hadiahnya juga luar biasa. Saya berharap, setiap pihak bisa berlaku adil seadil-adilnya.”

Pak penghulu menjabat tangan Amran dan Dahayu, lalu wali dan para saksi. Kemudian ia pamit undur diri.

Begitu pak penghulu sudah keluar dari hunian, kini tinggal Amran dan kedua istrinya, sedangkan Randu dan Bondan duduk jauh dari pasangan suami istri itu.

“Sudah selesai bukan? Berarti saya sudah diperbolehkan pulang ‘kan?” Dahayu mulai menarik jepit lidi yang menahan selendang di atas kepalanya, lalu beranjak dari lantai karpet, ia hendak ganti baju di dalam kamar.

“Ck … dasar tak punya adab sopan santun kau!” Sira berdecak, tatapannya begitu tajam menusuk sang madu.

Dayu menoleh, menatap sosok cantik berwajah bengis, yang duduk tepat disamping suami mereka. “Lantas, Anda ingin saya bagaimana? Mencium suami mu kah? Atau langsung bercinta dengannya, di hadapanmu?”

“Kau!” Sira menuding wajah Dayu, ia kesulitan mencari kata-kata tepat.

Namun, yang dituding hanya mengedikkan kedua bahunya, kemudian kembali melangkah masuk ke dalam kamar tadi, tanpa mengunci pintu, Dayu mulai membuka kancing baju kurung nya, gerakannya terhenti kala mendengar langkah kaki, ia berbalik.

“Mau apa Anda ke sini?” netranya membulat ketika melihat Amran membuka peci, mulai mengikis jarak.

‘Dia tak berniat meniduri ku di saat masih ada istrinya dirumah ini, kan ...?’

.

.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Ratih Tupperware Denpasar

Ratih Tupperware Denpasar

masira ini mengingatkanku pada si arimbi.. kak cublik pinter buat karakter istri pertama yg culas dan tamak . aku sebenernya tdk suka poligami apapun alasannya tapi disin aku mendukung tuan amran menduakan si sira /Facepalm/

2025-08-13

2

jumirah slavina

jumirah slavina

dan kapal "Daya❤️Amar" pun berlayar..
SaMaWa Till Jannah ya buat kalian br'2..

2025-08-13

3

Betri Betmawati

Betri Betmawati

Dayu kamu hebat bgt bisa sbr menjaga ibumu yg lagi skit,
untuk Ambran ku rasa dia ada rasa sm Dayu
lnsung kah Ambran mntk hak nya?
menangis kau Sira liat suami mu sm madu mu.

2025-08-13

2

lihat semua
Episodes
1 01 : Pernyataan
2 02 : Dia Ibuku
3 03 : Menolak
4 04 : Terasa biasa saja
5 05 : Mirip papan penggilas
6 06 : Kembali pulang
7 07 : Jangan berharap muluk-muluk
8 08 : Mana buktinya?
9 09 : Impas
10 10 : Bekal spesial
11 11 : Aku tahu diri
12 12 : Saya anti drama
13 13 : Tuntaskan lah
14 14 : Miskin belagu
15 15 : Kalian lebih pantas dikasihani
16 16 : Biarkan tanganku yang berbicara
17 17 : Drama
18 18 : Tak semua bisa dibeli dengan uang
19 19 : Dia suami dari wanita lain
20 20 : Maaf saya tidak berminat
21 21 : Kehilangan jati diri
22 22 : Sakit tapi tidak berdarah
23 23 : Duit untuk menampar
24 24 : Ada rasa nyeri merayap di hati
25 25 : Dasar Tolol
26 26 : Aku tidak terlahir di dunia khayalan
27 27 : Dia bukan barang
28 28 : Tanya suamimu, tentang rasanya
29 29 : Aku pria pertama baginya
30 30 : Supaya kau cemburu
31 31 : Ternyata cuma sandiwara
32 32 : Seperti Upik Abu
33 33 : Kau seperti bunga Daisy
34 34 : Belum tentu bisa adil
35 35 : Adik marah?
36 36 : Tidak ada yang aneh
37 37 : Kembali asing
38 38 : Terbelenggu rasa bersalah
39 39 : Hari itu datang juga
40 40 : Usai sudah
41 41 : Serendah itukah aku?
42 42 : Kami berani bersumpah
43 43 : Karena dia istri saya
44 44 : Awalnya memang sakit
45 45 : Ayu ikhlas
46 46 : Merasa tidak sendirian
47 47 : Jangan sampai kekurangan gizi
48 48 : Lebih baik dari pada telur rebus
49 49 : Perkara nilai empat
50 50 : Lebih baik sudahi
51 51 : Maaf
52 52 : Mau pentas atau makan siang?
53 53 : Akhirnya nilai itu naik juga
54 54 : Keturunan wanita gila
55 55 : Bukan wanita mudah ditindas
56 56 : Naluri seorang ibu
57 57 : Tak lagi mau bersinggungan
58 58 : Fitnah atau Fakta?
59 59 : Menyesal pun tiada guna
60 60 : Ibuku tidak gila
61 61 : Ayu setuju
62 62 : Bagaikan pemulung
63 63 : Nak, malu tau
64 64 : Habis tak bersisa
65 65 : Tidak dengan melupakan
66 66 : Tolong didik dia
67 67 : Tetangga baru
68 68 : Begitu murah harga dirinya
69 69 : Kau mau aku bagaimana?
70 70 : Aslinya bejat.
71 71 : Fitnah keji
72 72 : Tolong jangan egois
73 73 : Putra dan menantu saya
74 74 : Hari bahagia
75 75 : Dress vintage
76 76 : Ada tawa ada duka
77 77 : Mulai terkuak
78 78 : Diam kau Lacur!
79 79 : Jemput Wisnu Syahputra
80 80 : Hukuman sesungguhnya
81 81 : Beri waktu
82 82 : Jangan banyak gaya
83 83 : Perkara Ayam
84 84 : Saudara kandung
85 85 : Hai nyonya Irna
86 86 : Permintaan
87 87 : Anugerah
88 88 : Dari hati ke hati
89 89 : Melepas rindu
90 90 : Kesempatan
91 91 : Semoga awal yang baik
92 92 : Merugi
93 93 : Mungkin ini karma
94 94 : Aneh
95 95 : Mencurigakan
96 96 : Menghilangkan jejak
97 97 : Upah harus sepadan
Episodes

Updated 97 Episodes

1
01 : Pernyataan
2
02 : Dia Ibuku
3
03 : Menolak
4
04 : Terasa biasa saja
5
05 : Mirip papan penggilas
6
06 : Kembali pulang
7
07 : Jangan berharap muluk-muluk
8
08 : Mana buktinya?
9
09 : Impas
10
10 : Bekal spesial
11
11 : Aku tahu diri
12
12 : Saya anti drama
13
13 : Tuntaskan lah
14
14 : Miskin belagu
15
15 : Kalian lebih pantas dikasihani
16
16 : Biarkan tanganku yang berbicara
17
17 : Drama
18
18 : Tak semua bisa dibeli dengan uang
19
19 : Dia suami dari wanita lain
20
20 : Maaf saya tidak berminat
21
21 : Kehilangan jati diri
22
22 : Sakit tapi tidak berdarah
23
23 : Duit untuk menampar
24
24 : Ada rasa nyeri merayap di hati
25
25 : Dasar Tolol
26
26 : Aku tidak terlahir di dunia khayalan
27
27 : Dia bukan barang
28
28 : Tanya suamimu, tentang rasanya
29
29 : Aku pria pertama baginya
30
30 : Supaya kau cemburu
31
31 : Ternyata cuma sandiwara
32
32 : Seperti Upik Abu
33
33 : Kau seperti bunga Daisy
34
34 : Belum tentu bisa adil
35
35 : Adik marah?
36
36 : Tidak ada yang aneh
37
37 : Kembali asing
38
38 : Terbelenggu rasa bersalah
39
39 : Hari itu datang juga
40
40 : Usai sudah
41
41 : Serendah itukah aku?
42
42 : Kami berani bersumpah
43
43 : Karena dia istri saya
44
44 : Awalnya memang sakit
45
45 : Ayu ikhlas
46
46 : Merasa tidak sendirian
47
47 : Jangan sampai kekurangan gizi
48
48 : Lebih baik dari pada telur rebus
49
49 : Perkara nilai empat
50
50 : Lebih baik sudahi
51
51 : Maaf
52
52 : Mau pentas atau makan siang?
53
53 : Akhirnya nilai itu naik juga
54
54 : Keturunan wanita gila
55
55 : Bukan wanita mudah ditindas
56
56 : Naluri seorang ibu
57
57 : Tak lagi mau bersinggungan
58
58 : Fitnah atau Fakta?
59
59 : Menyesal pun tiada guna
60
60 : Ibuku tidak gila
61
61 : Ayu setuju
62
62 : Bagaikan pemulung
63
63 : Nak, malu tau
64
64 : Habis tak bersisa
65
65 : Tidak dengan melupakan
66
66 : Tolong didik dia
67
67 : Tetangga baru
68
68 : Begitu murah harga dirinya
69
69 : Kau mau aku bagaimana?
70
70 : Aslinya bejat.
71
71 : Fitnah keji
72
72 : Tolong jangan egois
73
73 : Putra dan menantu saya
74
74 : Hari bahagia
75
75 : Dress vintage
76
76 : Ada tawa ada duka
77
77 : Mulai terkuak
78
78 : Diam kau Lacur!
79
79 : Jemput Wisnu Syahputra
80
80 : Hukuman sesungguhnya
81
81 : Beri waktu
82
82 : Jangan banyak gaya
83
83 : Perkara Ayam
84
84 : Saudara kandung
85
85 : Hai nyonya Irna
86
86 : Permintaan
87
87 : Anugerah
88
88 : Dari hati ke hati
89
89 : Melepas rindu
90
90 : Kesempatan
91
91 : Semoga awal yang baik
92
92 : Merugi
93
93 : Mungkin ini karma
94
94 : Aneh
95
95 : Mencurigakan
96
96 : Menghilangkan jejak
97
97 : Upah harus sepadan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!