BAB 4. SEBUAH RASA

Pagi itu, halaman SMAN-16 terasa lengang namun penuh ketegangan yang khas setiap Senin pagi. Langit biru muda terbentang luas, awan putih bergelayut pelan di atas kepala, dan bendera merah putih masih terlipat rapi di tangan petugas. Barisan siswa terbentuk seperti lautan putih abu-abu. Raka berdiri di sisi depan, seragamnya rapi, sepatu hitamnya mengkilap, wajahnya serius menatap tiang bendera yang menjulang tegak.

Upacara berjalan khidmat. Selama satu jam penuh, semua murid berdiri dengan tertib hingga acara selesai. Setelah barisan dibubarkan, semua siswa kembali ke kelas masing-masing. Raka belum kembali karena masih membereskan peralatan upacara, tapi ia masuk tak lama sebelum guru tiba.

“Cepat duduk!” perintah Bu Lin, guru Bahasa Inggris, begitu Raka masuk kelas.

“Good morning kids, how do you do?” sapa Bu Lin dengan senyum lebar.

“We’re good, Ma’am. How do you feel today?” jawab para murid serempak.

“I’m very grateful today, thanks! I see a new student in our class?” Tatapan Bu Lin langsung mengarah pada Arunika.

Arunika mendadak tegang. Ia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian seperti itu. Ia hanya mengangguk pelan dan berkata lirih, “Yes…”

“Oh dear, please speak loudly! Don’t make me feel like a deaf!” ucap Bu Lin separuh bercanda namun terdengar tegas.

Arunika menunduk malu, lidahnya terasa kelu. Namun sebelum suasana semakin canggung, Raka yang duduk di sebelahnya mencondongkan badan sedikit.

“Ayo, agak keras. Coba lagi,” bisiknya lembut namun cukup tegas.

Arunika menarik napas dalam. “Yes, Ma’am. My name is Arunika.” Kali ini suaranya terdengar sedikit lebih jelas, meski masih lembut.

“Good! That’s better!” puji Bu Lin sambil tersenyum. Raka mengangguk tipis, seolah memberi sinyal bahwa Arunika sudah melakukan yang terbaik.

Pelajaran pun berlanjut, dan setiap kali Arunika diminta berbicara oleh Bu Lin, Raka selalu mendorongnya dengan kalimat singkat seperti “Sedikit lebih keras” atau “Bagus, lanjut.” Perlahan, Arunika merasa suaranya tak seburuk yang ia kira.

Saat bel istirahat berbunyi, Arunika pergi ke taman sekolah seperti biasanya. Bekalnya masih tersimpan rapi karena ia sengaja menunggu Raka. Namun waktu terus berjalan, perutnya mulai lapar. Akhirnya ia makan perlahan, sambil sesekali menatap ke arah koridor. Raka tidak datang.

Setelah makan, Arunika merapikan kotak bekalnya. Saat itulah ia melihat Raka duduk sendirian di tepi lapangan, menatap rumput liar yang tengah berbunga. Pandangannya kosong, seolah tak ada yang mampu mengalihkan perhatian. Begitu bel masuk berbunyi, barulah Raka tersadar dan kembali ke kelas.

Di sisa pelajaran, Raka tetap menjadi jembatan bagi suara Arunika. Bahkan saat guru bertanya dan Arunika ragu menjawab, Raka menyemangatinya untuk berbicara. Hingga pelajaran berakhir, mereka tetap duduk berdampingan dalam diam yang nyaman.

“Terima kasih…” ucap Arunika pelan saat mereka berkemas pulang.

Raka menoleh dan mengangguk. “Aku suka sama cewek yang bilang terima kasih,” ujarnya sambil tersenyum tipis, membuat Arunika semakin menunduk malu.

Sore itu, seperti biasa, Arunika dijemput oleh ayahnya, Purnomo. Namun ada sesuatu yang berbeda dari tatapan sang ayah. Pandangannya sedikit tajam, seolah tidak suka melihat kedekatan putrinya dengan seorang laki-laki.

Di rumah, Purnomo meminta Arunika duduk di ruang tamu.

“Ayah mau tanya. Siapa anak laki-laki yang dekat sama kamu tadi di sekolah?” suara Purnomo terdengar datar tapi penuh tekanan.

Arunika menggigit bibirnya. “Teman sekelas, Yah…” jawabnya pelan.

“Teman sekelas? Atau pacar?” Nada suara Purnomo mulai keras.

“Bukan… hanya teman…” Arunika mulai gelisah, matanya berkaca-kaca.

“Selama kamu belum menghasilkan uang sendiri, Ayah tidak ijinkan kamu pacaran! Terlebih kamu masih pelajar!” Purnomo menatap tajam, suaranya tegas.

“Ayah… aku nggak pacaran!" ucap Arunika, suaranya bergetar.

Eka, ibu Arunika, masuk dan meletakkan tangan di bahu suaminya.

“Mas, jangan terlalu keras. Dia anak kita, bukan orang lain. Dengar dulu penjelasannya!"

Namun Purnomo tetap terlihat kesal.

“Ayah cuma nggak mau kamu salah jalan. Dunia ini nggak semanis yang kamu kira.”

Air mata Arunika jatuh.

Aku cuma temanan, Yah…”

Eka langsung meraih putrinya ke dalam pelukan.

“Sudah, Nak… Bunda percaya sama kamu!"

Purnomo menghela napas panjang, masih menatap keduanya, tapi perlahan nada suaranya melembut.

“Ingat pesan Ayah. Jaga diri baik-baik!”

Arunika hanya mengangguk, menunduk dalam pelukan ibunya, ia masih menahan isak kecil.

Purnomo kembali bekerja, Eka menemui putrinya. Sebagai ibu, ia tau betapa Arunika sangat kesulitan berteman.

Eka masuk setelah mengetuk pintu kamar sang putri. Ia melihat Arunika duduk melamun di pinggir ranjang. Hatinya sangat sedih.

Perlahan ia mendekat, Arunika yang sedari tadi melamun terkejut, karena ranjangnya bergerak.Ia menoleh.

"Nak, maafkan Ayah ya!' pintanya tulus. Ia duduk di sisi.Arunika di pinggir ranjang.

"Ayah nggak salah Bunda ...," sahut Arunika lirih, lalu menghapus cepat jejak basah di pipinya.

"Ayah ingin Aku fokus dengan sekolah. Tidak dengan cinta-cintaan," lanjutnya pelan.

"Perbanyaklah teman Nak. Biar luas wawasan kamu," pinta Eka sambil membelai rambut Arunika.

"Aku sudah berusaha Bun. Tapi tidak bisa," aku Arunika jujur.

"Ceritakan sama Bunda ... Apa yang membuat kamu takut bergaul?" tanya Eka penasaran. Sambil terus menatap putrinya .

Arunika menatap ibunya, ia menggeleng. Memang tidak ada yang terjadi.

"Aku hanya suka sendiri, Bun. Sepertinya tenang dan tidak ramai," jawab Arunika pelan.

"Dengan sendiri, Aku tak banyak melukai siapapun," lanjutnya lirih.

"Tapi kita butuh orang lain untuk membantu kita, Nak!' ujar Eka lagi.

"Iya Bun, tau. Tapi Aku suka hening, lebih damai," sahut Arunika pelan.

Eka tak bisa berkata apapun. Ia hanya tau jika putrinya sangat introvert. padahal, otak Arunika cukup cerdas, ia juga cantik. Tapi selama mereka bersama keluarga besar, Arunika lebih senang menyendiri di banding bergaul dengan keluarga atau saudara-saudara sepupu atau misannya yang lain. Hal itu terjadi semenjak Arunika masih terlalu kecil.

"Arunika,"

"Bunda, aku tidak apa-apa. Sungguh!" ujar Arunika menenangkan ibunya.

Eka akhirnya menyerah, ia mempercayai putrinya. Ia akan selalu ada di sisi Arunika kapanpun anak gadisnya itu membutuhkannya.

"Yang paling penting, Bunda selalu ada buat kamu,. Nak!' Arunika mengangguk.

Iya Bunda!'

Eka meninggalkan putrinya di kamar. Arunika menghela nafas panjang. Ia memang harus menghilangkan semua perasaan yang mulai menguasainya saat ini

"Lagian masih kecil juga! Terus apa Raka suka ama Aku?' desisnya pada diri sendiri.

Malam pun datang Purnomo menatap putrinya penuh ketegasan.

"Sudah kerjakan peer?" tanyanya.

"Sudah Ayah!" jawab Arunika pelan .

'Bagus! Ingat kata-kata Ayah tadi ya!' Arunika hanya mengangguk.

"Bicara! Kamu bukan anak bisu kan?'

"Ayah!" tegur Eka.

'Iya Ayah!' jawab Arunika pelan tapi tetap penuh ketegasan.

Bersambung.

Uh ...

Next.?

Terpopuler

Comments

Deyuni12

Deyuni12

kalo introvert emang kaya gtu,senang menyendiri,merasa bising kalo ada d keramaian,lebih suka berkutat dalam kamar,tapiii ketika bertemu dengan orang yg se-frekuensi sifat diamnya akan sedikit mencair,n itupun hanya untuk orang yg membuatnya betul betul nyaman,n aku ada d posisi tersebut, Alhamdulillah sh sejauh ini aku pribadi hanya punya satu temen dekat n benar benar dekat,bisa cerita apapun meski jauh 😊
semangat Arunika 😉😉

2025-08-10

2

Riska Nianingsih

Riska Nianingsih

kyk aq gk suka trllu banyak bicara, aq lebih suka baca, suasana hening Damai dan tdk brisik

2025-09-06

2

nurry

nurry

kapan dilanjutkan kisahnya kak 🤭💪❤️

2025-08-13

1

lihat semua
Episodes
1 ARUNIKA
2 Bab. 2. RAKA MAHENDRA
3 Bab. 3. RAKA MAHENDRA 2
4 BAB 4. SEBUAH RASA
5 BAB 5. SEBUAH RASA 2
6 Bab 6 – Ujian Akhir SMA
7 BAB 7. UJIAN MATEMATIKA
8 BAB. 8. ULANGAN BAHASA INDONESIA
9 Bab. 9. Ulangan fisika
10 Bab. 10. UJIAN TERAKHIR
11 Bab. 11. Detik-detik Kelulusan
12 Bab. 12. Pesta Kelulusan
13 Bab 13 – Gerbang Masa Depan Kampus UI
14 Bab. 14. Orientasi
15 Bab. 15. Mencari
16 Bab. 16. Ayah
17 Bab. 17. Mencari
18 Bab 18 – Media Gisela
19 Bab 19 – Motor Tua, Air Mata, dan Pelukan.
20 Bab. 20. Bertemu
21 Bab. 21. Larangan
22 Bab 22 – Libur Minggu
23 Bab. 23. Membuka Hati
24 Bab. 24. Firasat Seorang Ibu
25 Bab. 25. Sebuah Kisah
26 Bab. 26. Batas Diri
27 Bab. 27. Grow Up
28 Bab. 28. Upgrade Diri
29 Bab. 29. Kerja Keras
30 Bab. 30. Presentasi Tender
31 Bab. 31. Gala Lunch Tender
32 Bab 32 – Ujian Tengah Semester
33 Bab 33 HASIL UJIAN TENGAH SEMESTER
34 Bab. 34. Jalinan Kasih
35 Bab. 35. Jalinan Kasih 2
36 Bab 36. Tahun Berganti, Naik Level
37 Bab. 37. Get A Reward
38 Bab. 38. RuMed Kafe
39 Bab..39. Jalan-jalan Sore
40 Bab. 40. Kelulusan
41 Bab. 41. Menjaga Hati
42 Bab. 42. Interview
43 Bab. 43. First Tender
44 Bab. 44. Masih Rindu
45 Bab. 45. My Genius Dougther
46 Bab 46. Bayang-bayang Raka
47 Bab. 47. Mengikhlaskan
48 Bab. 48. Media Jalan-jalan
49 Bab 48. Bayang di Balik Nama Itu
50 Bab. 50. Penantian Yang Sia-sia
51 Bab. 51. Sepasang Cincin
52 Bab. 52. Merelakan Hati
53 Bab. 53. Bertemu Lagi
54 Bab. 54. Sore Yang Meresahkan
55 Bab. 55. Antara Hati dan Profesionalisme
56 Bab. 56. Masalah Hati
57 Bab. 57. Obsesi
58 Bab. 58. Obsesi Yang Tak Sama
59 Bab 58. Rencana
60 Bab. 60. Keputusan
61 Bab. 61. A Little Bit About Bagas
62 Bab. 62. Sebuah Rasa
63 Bab. 63. Jejak Yang Ingin Dilupakan
64 Bab 64. pernikahan Media
65 Bab. 65. Perpisahan
66 Bab. 66. Sebuah Tamparan
67 Bab. 67. Masih Berusaha
68 Bab. 68. Sebuah Ketegangan
69 Bab. 69. PDKT
70 Bab. 70. Naik Peringkat
71 Bab. 71. Keresahan Hati
72 Bab. 72. Versus
73 Bab. 73. Ke Rumah CaMer
74 Bab. 74. Kesan Pertama
75 Bab. 75. Fitnah yang Datang Bersama Masa Lalu
Episodes

Updated 75 Episodes

1
ARUNIKA
2
Bab. 2. RAKA MAHENDRA
3
Bab. 3. RAKA MAHENDRA 2
4
BAB 4. SEBUAH RASA
5
BAB 5. SEBUAH RASA 2
6
Bab 6 – Ujian Akhir SMA
7
BAB 7. UJIAN MATEMATIKA
8
BAB. 8. ULANGAN BAHASA INDONESIA
9
Bab. 9. Ulangan fisika
10
Bab. 10. UJIAN TERAKHIR
11
Bab. 11. Detik-detik Kelulusan
12
Bab. 12. Pesta Kelulusan
13
Bab 13 – Gerbang Masa Depan Kampus UI
14
Bab. 14. Orientasi
15
Bab. 15. Mencari
16
Bab. 16. Ayah
17
Bab. 17. Mencari
18
Bab 18 – Media Gisela
19
Bab 19 – Motor Tua, Air Mata, dan Pelukan.
20
Bab. 20. Bertemu
21
Bab. 21. Larangan
22
Bab 22 – Libur Minggu
23
Bab. 23. Membuka Hati
24
Bab. 24. Firasat Seorang Ibu
25
Bab. 25. Sebuah Kisah
26
Bab. 26. Batas Diri
27
Bab. 27. Grow Up
28
Bab. 28. Upgrade Diri
29
Bab. 29. Kerja Keras
30
Bab. 30. Presentasi Tender
31
Bab. 31. Gala Lunch Tender
32
Bab 32 – Ujian Tengah Semester
33
Bab 33 HASIL UJIAN TENGAH SEMESTER
34
Bab. 34. Jalinan Kasih
35
Bab. 35. Jalinan Kasih 2
36
Bab 36. Tahun Berganti, Naik Level
37
Bab. 37. Get A Reward
38
Bab. 38. RuMed Kafe
39
Bab..39. Jalan-jalan Sore
40
Bab. 40. Kelulusan
41
Bab. 41. Menjaga Hati
42
Bab. 42. Interview
43
Bab. 43. First Tender
44
Bab. 44. Masih Rindu
45
Bab. 45. My Genius Dougther
46
Bab 46. Bayang-bayang Raka
47
Bab. 47. Mengikhlaskan
48
Bab. 48. Media Jalan-jalan
49
Bab 48. Bayang di Balik Nama Itu
50
Bab. 50. Penantian Yang Sia-sia
51
Bab. 51. Sepasang Cincin
52
Bab. 52. Merelakan Hati
53
Bab. 53. Bertemu Lagi
54
Bab. 54. Sore Yang Meresahkan
55
Bab. 55. Antara Hati dan Profesionalisme
56
Bab. 56. Masalah Hati
57
Bab. 57. Obsesi
58
Bab. 58. Obsesi Yang Tak Sama
59
Bab 58. Rencana
60
Bab. 60. Keputusan
61
Bab. 61. A Little Bit About Bagas
62
Bab. 62. Sebuah Rasa
63
Bab. 63. Jejak Yang Ingin Dilupakan
64
Bab 64. pernikahan Media
65
Bab. 65. Perpisahan
66
Bab. 66. Sebuah Tamparan
67
Bab. 67. Masih Berusaha
68
Bab. 68. Sebuah Ketegangan
69
Bab. 69. PDKT
70
Bab. 70. Naik Peringkat
71
Bab. 71. Keresahan Hati
72
Bab. 72. Versus
73
Bab. 73. Ke Rumah CaMer
74
Bab. 74. Kesan Pertama
75
Bab. 75. Fitnah yang Datang Bersama Masa Lalu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!