*
*
Sofia tiba dirumah, disambut kedua orangtua dan putri semata wayangnya, Dygta yang memeluknya penuh rindu.
"Anak mama ngapain aja seharian ini, sayang?" tanyanya, menciumi kepala gadis kecilnya dengan penuh kasih sayang.
"Pulang sekolah aku main sama Gio, ..." mengalirlah pembicaraan antara ibu dan anak ini.
Dengan antusias Sofia mendengarkan celotehan putrinya yang bercerita tentang sekolah dan teman-teman bermain anaknya itu. Sesekali diselingi tawa renyah ceria keduanya.
Dalam sekejap rasa lelah dan kalut menguap begitu saja dari benak Sofia. Menatap dan mendengarkan anaknya banyak bicara membuat energinya pulih dengan cepat.
Dygta, kesayangannya, cahaya hidupnya, yang membuat dia kuat menghadapi kerasnya perjuangan seorang diri. Tanpa suami dan ayah sang anak yang seharusnya bertanggung jawab atas kehidupan mereka.
*
*
*
Sofia merebahkan tubuh nya setelah selesai membersihkan diri. Perempuan itu teringat berkas yang diserahkan pria misterius tadi di lobby hotel.
Sofia bangkit, kemudian meraih map coklat yang diletakkannya diatas nakas. Membuka dan membaca isinya.
"Saya, yang bertanda tangan di bawah ini, pihak ke dua
Nama : Sofia Anna
Umur. : 28 tahun
Alamat : Bandung
Pekerjaan : Karyawan swasta
Menyatakan diri bersedia mengikuti segala perintah dan keinginan pihak pertama dengan kompensasi biaya bulanan yang diberikan setiap kali bertemu.
Menyetujui peraturan yang dibuat pihak pertama sebagai berikut :
Datang ketika pihak pertama membutuhkan.
Menenuhi segala keinginan pihak pertama.
Dilarang mencampuri urusan pribadi.
Hubungan tanpa ikatan.
Dilarang menuntut apapun kecuali atas keinginan pihak pertama.
Kontrak berlangsung selama 2 tahun dengan pertemuan maksimal dua kali dalam sebulan.
Demikian surat kontak ini dibuat untuk melindungi hak kedua belah pihak.
Bandung, januari 2018
Pihak kedua
Sofia Anna
Dengan materai 6000 yang telah menempel di bawah tulisan namanya.
Lalu dia melirik amplop lain yang juga berada di nakas, meraihnya kemudian membukanya, walaupun dia sudah tahu persis isinya apa. Uang.
Sebanyak 6 juta rupiah tertata rapi didalam amplop. Tanda dirinya mau tidak mau harus menyetujui kontrak sepihak tersebut. Karena memang begitulah aturan dalam dunia bisnis yang telah digelutinya selama dua tahun belakangan ini. Aturan mutlak yang tak tertulis.
Sofia menghela napas dalam. Satu lagi kontrak yang pasti bernilai menggiurkan bagi dirinya.
Tapi bagaimana dengan tiga kontrak lainnya? apa yang harus dia lakukan? Ketiga pria yang telah mengikatnya terlebih dahulu dengan isi kontrak yang kurang lebih sama?
Apa dirinya mampu menjalani keempat kontrak sekaligus?
Kepalanya menggeleng, dia mengusap wajahnya kasar.
*
*
*
Pagi-pagi sekali Sofia sudah berangkat, berniat mampir terlebih dahulu ke tempat sahabat sekaligus partner bisnis
sampingannya, Cece.
Ya, ini adalah pekerjaan sampingan untuknya. Pekerjaan sampingan yang menggiurkan, sementara pekerjaan utamanya hanya sebagai kedok agar orang-orang tak curiga dengan apa yang telah dia dapatkan dari menarik pria-pria hidung belang yang mendatanginya.
Dua puluh menit kemudian Sofia telah sampai di kediaman Cece. Perempuan 40 tahun yang masih cantik itu menyambutnya dengan riang.
"Kaget gue, lu subuh-subuh nelfon." katanya seraya menarik tangan sahabatnya kedalam rumah.
"Gue kira lu kejebak om om posesif lagi." Cece terkekeh, ingat kejadian beberapa bulan yang lalu ketika Sofia tak bisa keluar dari hotel karena disekap pria yang menyewa jasanya.
Sofia hanya tersenyum. "Ini lebih dari om om posesif, Ce." jawabnya, seraya menyerahkan map coklat yang dibawanya
"Apaan nih?" Cece membuka map, dan melihat isinya. "Kontrak lagi? Dari siapa? Papi baru?"
Sofia mengangguk.
"Dia nggak ngasih tahu dirinya siapa. Yang pasti katanya dia tahu gue, Ce."
"Misterius amat?"
"Gimana Ce? terima jangan?"
Cece membaca isi kontrak dengan teliti. Kemudian menutupnya, dan menoleh ke arah sahabatnya.
"Kakap ini, neng." ujarnya, dengan mata berbinar.
"Maksudnya?"
"Hanya bos dari segala bos yang nggak mengungkapkan jati dirinya nya kepada orang yang mau di sewanya. Ini privacy, neng." Cece dengan yakinnya.
"Serius?" Sofia mencondongkan kepalanya.
"Elu, kalau terima kontrak ini, biar lepasin yang tiga, nggak bakalan rugi. Lu malah lebih untung berkali-kali lipat, neng." Cece dengan antusiasnya.
"Beneran?"
"Serius. Dulu pernah ada, namanya Larissa, kasusnya sama kayak elu, neng. Dikontrak pengusaha misterius, sampai sekarang dia nggak balik lagi. Hidupnya udah enak. Selamanya dipiara itu bos." tiba-tiba wajah Cece berubah sendu. "Dia lupa sama gue yang udah bawa dia dari titik nol." katanya lagi.
"Ce, gue nggak ambil ah." Sofia mulai ragu.
"Lah, kenapa? mending lu ambil deh. Kesempatan besar itu, neng!! Lu nggak bakalan dapat yang kayak gini lagi nanti."
"Gue takut, Ce."
"Takut apa? Lu udah sejauh ini. Lagian itu kontraknya cuma dua tahun doang. Abis itu lu free." Cece meyakinkan lagi.
"Yakin, Ce?"
Cece mengangguk. "Ambil deh, kesempatan langka."
"Trus yang tiga gimana? Apa gue lepasin dulu?"
"Kagak usah. Pertahanin. kan elu sama si bos ini gak tiap hari. Lumayan buat tambahan." Cece tergelak.
Sofia hanya mengangguk-angguk.
*
*
*
Ponsel berdering saat Sofia sedang membereskan meja nya karena jam pulang telah tiba. Nomor tanpa nama yang dia ingat dari pria misterius kemarin.
"Hallo..?"
"Kamu sore ini datang, kan?" katanya, terdengar riang.
"Iya, pak. Saya sebentar lagi jalan."
"Oke, saya tunggu di tempat kemarin."
Tiga puluh menit kemudian, perempuan itu tiba di depan hotel yang sama tempat pertemuannya kemarin dengan pria misterius itu.
Sofia berjalan menuju tempat yang sama pula. Terlihat pria itu duduk dengan posisi yang sama seperti kemarin. Tapi kali ini dengan penampilan yang agak santai. Tanpa jas kerjanya.
Pria itu mengenakan kemeja biru muda dengan bagian lengan yang di gulung sampai ke sikut. Dua kancing atasnya sengaja dibuka. Rambutnya tak serapi kemarin. Sepertinya dia telah menyelesaikan pekerjaannya yang entah apa.
Pria itu menggerakkan tangannya, meminta Sofia mendekat. Menepuk bagian sofa disampingnya, menyuruh perempuan itu untuk duduk.
"Bagaimana? kamu sudah baca kontraknya?" katanya, tanpa basa basi.
Sofia mengangguk.
"Sudah mengerti?" tanya nya lagi.
Sofia mengangguk lagi. Pria itu tersenyum.
"Ada pertanyaan?" katanya, menatap wajah polos Sofia.
Perempuan itu terdiam sebentar, "Boleh tanya sesuatu?" katanya agak ragu.
"Silahkan. Kalau bisa akan saya jawab."
"Nama bapak siapa? nanti saya harus panggil apa?" Sofia dengan polosnya.
Pria itu terkekeh, menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa di belakangnya.
"Kamu tidak perlu tahu siapa saya. Yang perlu kamu tahu, saya butuh kamu."
Sofia mengerutkan dahinya.
"Kamu butuh uang, kan?" tanyanya, memiringkan kepalanya.
Sofia mengangguk.
"Saya butuh kamu. Itu aja. Yang lainnya jangan kamu pedulikan."
"Tapi, gimana saya memanggil bapak? apa panggil bapak aja? om? atau apa?" katanya lagi.
Pria itu menyeringai.
"Panggil sesuka hati kamu. Biasanya kamu panggil apa sama pelanggan kamu?" tanpa Tedeng aling-aling.
"Pa-papi?" jawab Sofia, agak ragu.
Pria itu terkekeh. "Boleh lah boleh, papi bagus juga kedengarannya."
Kemudian obrolan ringan mengalir diantara keduanya. Dalam sekejap saja mereka sudah tampak akrab seperti sudah saling mengenal sejak lama.
Sofia memang berkepribadian ramah yang membuatnya mudah bergaul dengan siapa saja. Dan itu yang menjadi nilai plus bagi pelanggan jasanya, membuat mereka tak bosan memanggilnya lagi dan lagi. Bahkan hanya sekedar untuk mengobrol seharian saja.
*
*
*
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Tiwi
keren
2024-08-19
0
Rusma Yulida
udah ke sekian kl bacanya
2024-05-13
1
Bundanya Pandu Pharamadina
nyimak kisah Sofia
2023-12-15
0