Meleleh sudah hati Mas Budi diberikan senyuman semanis itu. Rasanya ingin dibawa ke penghulu malam ini juga.
"Iya Aya. Sukses jualannya. Ayok Firman, saya duluan." ucap Mas Budi berpamitan.
"Iya Mas Budi terima kasih." ucap Firman pelan.
Mas Budi pun meninggalkan angkringan menuju parkiran motor dan mengambil motornya kemudian mengendarainya dengan pelan berputar di sekitar area Alkid.
Hari semakin sore, pembeli pun semakin banyak. Aya dengan luwes dan telaten membuat satu per satu pesanan pembeli. Sesekali Firman membantu mengantarkan pesanan pesanan tersebut sesuai dengan tempat duduk yang telah dipilih.
"Firman, kamu gak pulang? nanti Bunda nyariin?" ucap Aya pelan sambil membuat wedang jahe pesanan seorang bapak tua.
"Aku sudah ijin, malam ini aku akan temani kamu Aya. Lagi pula aku sudah janji dengan Fathur untuk menraktirnya." ucap Firman menyeruput es teh manisnya.
"Jangan sering-sering, nanti kebiasaan Firman. Aku gak mau kamu terlalu memanjakan Fathur. Fathur sudah mendapatkan uang bulanan dari Kak Fadil." ucap Aya menjelaskan.
Firman hanya tersenyum tipis. Itulah Aya dengan segala kesederhanaannya, Aya mensyukuri semua yang diberikan kepadanya dari penciptanya.
Suara adzan Maghrib pun bergema dengan sangat nyaring. Firman pun meminta ijin kepada Aya untuk sholat Maghrib di Masjid sekitar Alkid.
Aya pun masih sibuk melayani pesanan pembeli, dan hanya mengangguk saat Firman meminta ijin untuk Sholat. Kebetulan hari ini Aya sedang kedatangan tamu jadi sholatnya libur dulu.
"Assalamualaikum... Mbak... bisa pesen wedang jahe susu dua dan tempe bakarnya sepuluh. Di antar kesana ya." ucap Seorang pembeli laki laki yang memesan sambil menatap Aya dengan takjub.
"Waalaikumsalam... disana? di tikar warna merah dekat trotoar." tanya Aya kemudian.
"Iya betul Mbak. Makasih." ucap Laki laki itu pelan.
Langkah kakinya terasa berat meninggalkan angkringan itu untuk menuju tikar lesehannya. Dari tadi laki laki ini terpesona dengan kecantikan Aya dari jarak pandang yang cukup jauh.
"Aya... sini aku bantu mengantarkan pesanan. Ini untuk dimana?" tanya Firman yang sudah kembali dari Masjid.
"Itu Firman. Yang tikar merah dua orang pria dewasa disana." ucap Aya menjelaskan.
Aya sibuk membakar tempe mendoan dan sate usus pesanan yang lain lagi.
Angkringan Sego kucing, dengan menggunakan gerobak kayu sederhana dengan lauk pauk beraneka ragam sesuai selera dan pilihan hati. Tenda dari terpal terpasang dengan kuat, satu kursi panjang di dalam angkringan, sisanya lesehan dengan tikar di sekitar angkringan. Menikmati suasana Yogyakarta di Alkid saat weekend sungguh pemandangan yang luar biasa ramai. Riuh teriakan anak anak kecil yang tertawa bahagia, suara merdu pengamen Yogya yang ikut mencari nafkah di sekitar Alkid.
🎶Musisi jalanan mulai beraksi.... seiring langkahku kehilanganmu....🎶
Satu pria yang tidak berkedip terus menatap Aya si penjual Angkringan. Sudah satu bulan di Yogyakarta, dan sering nongkrong di Alkid, baru kali ini melihat Penjual Angkringan seorang wanita muda dan cantik.
"Lihat apa bro?" tanya satu pria disebelahnya dengan mengikuti arah mata sahabatnya itu.
"Lihat itu, kalem abis, mukanya itu Yogya banget." ucap temannya.
Namanya Panji Satria. Dia adalah Mahasiswa Semester akhir yang sedang mengerjakan Tugas Akhir dengan magang di salah satu Kantor di Pemda Yogyakarta. Satu Pria disebelahnya adalah sahabatnya bernama Wibisono. Mereka berasal dari Solo atau Kota Surakarta. Kota indah dengan slogan Solo Berseri. Sering di sebut juga dengan Kota Batik.
"Ajak kenalan dong. Berani gak? Kalau berani, satu Minggu ke depan, uang makan aku yang bayar." ucap Wibisono menantang.
"Ayo, aku terima tantanganmu. Aku gak takut. Tapi aku lihat di dulu, kalau sudah gak sibuk aku kesana untuk berkenalan." ucap Panji pelan.
Tatapannya terus mengarah pada Penjual angkringan itu dan sesekali mengunyah mendoan bakar yang telah dipesannya.
"Panji... Sego kucingnya mana? ini perut lapar. Ambil sana, sekalian kenalan, aku dua bungkus ya, kalau satu gak akan kenyang." ucap Wibisono terkekeh.
"Dasar perut karet." ucap Panji pelan dan segera bangkit berdiri menuju tenda angkringan itu untuk mengambil empat sego kucing untuk dirinya dan untuk Wibisono sahabatnya.
Langkah kakinya terhenti dan menangkap bayangan seseorang di samping Penjual Cantik Angkringan itu. Menatap dengan rasa penasarannya, siapa gerangan pria itu yang tampak tulus membantu wanita cantik ini.
Aya sadar dengan kedatangan pembeli lagi kemudian tersenyum dengan sangat manis.
"Mau pesen apa Mas?" tanya Aya begitu halus dan lembut ditambah senyuman tulus yang ramah dan manis, membuat kecantikannya bertambah berkali kali lipat.
Panji pun tersentak kaget, antara senang dan gugup melihat senyum indah berlesung di kedua pipinya.
"Ini Mbak, saya mau nasinya empat. Tambah sate usus, telur puyuh dan tahu bacemnya di bakar masing-masing lima buah. Saya tunggu disini." ucap Panji pelan, sambil memilih kerupuk didepannya.
"Iya Mas. Ditunggu ya." ucap Aya pelan.
Tangannya dengan cekatan dan terampil mengambil alat untuk membakar dan sebuah kipas untuk mengupas arang.
"Aya... aku pulang dulu ya. Nanti aku jemput. Ini ada telepon dari rumah katanya penting. Maaf ya Aya. Ini uang untuk traktir Fathur." ucap Firman pelan.
"Ada apa Firman? kabari aku kalau ada apa apa?." ucap Aya pelan, yang masih sibuk melayani pesanan pembelinya.
"Iya Aya. Kalau aku tidak sempat jemput. Fathur suruh tunggu kamu ya. Aku gak tega lihat kamu sendirian disini." ucap Firman pelan.
"Iya Firman. Hati hati jangan ngebut." ucap Aya tegas mengingatkan.
Firman pun pergi meninggalkan Alkid menuju rumahnya. Perasaan cemas dan panik serta degup jantung membuatnya semakin berpikiran buruk.
Panji yang sejak tadi menyimak pembicaraan mereka pun mulai angkat bicara karena tingkat penasarannya yang tinggi.
"Tadi pacarnya Mbak?" tanya Panji pelan sambil membuka bungkusan kerupuk dan memakannya pelan.
"Bukan Mas, cuma sahabat dari kecil." ucap Aya pelan, pandangannya masih fokus pada bakarannya.
"Namanya siapa Mbak? kalau boleh tahu? Saya Panji." ucap Panji pelan.
Aya pun langsung mendongakkan kepalanya dan menatap Panji dengan tersenyum.
"Firman, Mas." ucap Aya polos, yang salah paham dengan pertanyaan Panji.
"Ehh.. maksud saya, nama kamu mbak? bukan nama sahabatnya." ucap Panji yang ikut keki.
"Aku Fadila, biasa di panggil Aya. Mas Panji nama yang bagus. Cocok dengan orangnya yang ganteng." ucap Aya tersenyum manis.
"Mbak Aya bisa saja. Saya jangan di godain Mbak, nanti baper kan repot." ucap Panji tersenyum.
Aya pun langsung tertawa renyah dengan kepolosannya.
"Jangan panggil Mbak, Mas. Panggil saja Aya. Saya masih sekolah, baru kelas dua SMK." ucap Aya pelan.
Panji menatap intens wanita muda ini, sangat enerjik dan penuh semangat.
"Mas... ini pesanannya sudah matang. Ada lagi?" tanya Aya pelan.
"Ekhmmm es teh manis dua sekalian. Ini uangnya Aya." ucap Panji sedikit canggung dan menyerahkan satu lembar uang merah kepada Aya.
"Iya... ini es tehnya, sekalian yang tadi ya... Semuanya enam puluh ribu. Ini kembaliannya Mas." ucap Aya lembut.
"Aya... boleh saya mengenal lebih dekat dengan kamu?" tanya Panji pelan.
Aya hanya tersenyum menanggapi ucapan Panji. Lalu kembali lagi dengan aktivitasnya. Aya tidak ingin memberikan jawaban. Kalau ingin berteman, silahkan saja. Asal tahu batas sopan santun saja.
JAZAKALLAH KHAIRAN
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Friska Petra
likee
2020-12-10
1
Fadila Haerunisa
Panji Gans kek nya
2020-11-30
1
Anggina AMS
like ❤
2020-11-08
1