BAB 3 | MENGGODA TUAN RUMAH

Malam itu, mendung menggantung pekat. Di pinggir jalan yang sepi, Sahira berjalan sendirian sambil memeluk erat bayi perempuannya. Kakinya bengkak dan berdarah-darah, luka-luka itu yang ia dapatkan setelah berhasil kabur dari dua pria yang menculiknya dari rumah sakit jiwa.

"Tuhan, ke mana aku harus pergi?" gumamnya, langkahnya terhenti. Ia menatap wajah mungil sang bayi, lalu menepi dan duduk di bangku di sebuah toko kecil. Dengan perlahan, ia membuka kancing bajunya.

Setetes air mata Sahira jatuh, membasahi pipi bayi mungil yang kini menghisap air susunya dengan rakus. Pikirannya mulai melayang pada bayi laki-lakinya yang telah tiada. Ia pun melihat sebelah dada kirinya terus menetes. Andaikan saja putra kembarnya masih hidup, ASInya tak akan terbuang sia-sia seperti sekarang.

"Tidak apa-apa, sayang. Bagian ini juga milikmu," bisiknya, mencoba menyodorkan pu-ting yang lain.

Namun, jari mungil sang bayi justru mendorong tangannya, seakan tahu bahwa bagian itu milik saudara kembarnya.

"Maafkan Ibu, sayang. Kau harus mengalami semua ini. Maafkan Ibu juga sudah memisahkanmu dengan saudaramu. Ibu memang tidak berguna."

Sahira menunduk, merutuki dirinya sendiri sebagai ibu yang gagal. Kehilangan bayinya dan dikhianati pria yang ia cintai telah menghancurkan dunianya. Tetapi kehadiran bayi perempuannya memberinya alasan untuk bertahan. Namun, bagaimana ia bisa membuat putrinya tetap hidup? Sahira tidak punya apa-apa, dan kedua pria yang mengincarnya masih berkeliaran.

"Apa yang harus aku lakukan?"

Sahira bangkit dan kembali berjalan. Ingin rasanya ia pulang, tetapi ke mana? Keluarga Rames pasti tidak akan menerimanya. Sementara orang tuanya sudah tiada. Ia tak punya siapa pun, dan selama ini hanya Rames yang menjadi tumpuannya.

Bruk!

Langkah Sahira terhenti, lututnya ambruk di tepi jalan. Ia memeluk bayinya yang sudah terlelap, air matanya berlinang seiring rintik hujan yang mulai membasahi jalanan. Perutnya sakit karena lapar.

"Apa aku... jual diri saja?" batinnya lalu memukul kepalanya. "Bodoh! Ayahmu sudah berjuang keras menghidupimu. Kau tidak boleh mengkhianati kasih sayang dan kepercayaannya!"

"Tapi aku sangat lapar," isak Sahira, memegangi perutnya. Tiba-tiba, ia merasakan jari mungil bayinya menyentuh pipinya, seolah menghibur.

"Terima kasih, sayang," bisiknya.

Sahira menarik napas panjang, lalu berlari kecil mencari tempat berteduh. Tiba-tiba, sebuah poster jatuh tepat di kakinya. Ia membungkuk, mengambilnya. Matanya terbelalak membaca tulisan besar:

“Dicari Ibu Susu.”

Di bawahnya, tertera alamat dan nomor telepon, disertai catatan tangan: "Butuh segera. Akan diberi imbalan besar, dua miliar."

Mata Sahira beralih ke putrinya yang terlelap dalam pelukannya. Tangannya yang dingin mengusap pipi si kecil. Air susu di dadanya yang menetes adalah anugerah, tetapi ia merasa tidak berdaya. Poster itu seolah menjadi jawaban atas doanya. Mungkin ini takdir yang diberikan Tuhan. Tanpa pikir panjang, ia melipatnya dan menyimpannya di saku jaketnya.

Saat Sahira melanjutkan langkahnya, sebuah mobil tak asing berhenti di depannya. Jantungnya berdegup kencang. Ia mundur, terkejut melihat sosok yang keluar.

"Nyonya Sahira?!" seru Rani, asisten suaminya, tak menyangka akan bertemu mantan istri bosnya di jalanan sepi itu.

"Maaf, kau salah orang," timpal Sahira, berbalik ingin pergi.

Namun, Rani dengan sigap menangkap tangannya. "Tunggu, Nyonya. Jangan pergi."

"Lepaskan aku, aku bukan istri atasanmu lagi," pinta Sahira, mulai memberontak.

"Nyonya, tolong ikut saya pulang. Apa Nyonya tega melihat bayi Nyonya tidur di luar yang sangat dingin ini?" mohon Rani, tatapannya penuh iba pada bayi dalam dekapan Sahira.

Sahira menunduk, bahunya bergetar hebat. "Kau mau bawa aku ke mana?" tanyanya lirih.

"Anda tenang saja. Saya akan membawa Anda ke rumah saya, bukan ke rumah Pak Rames."

Meskipun ragu, Sahira akhirnya masuk ke mobil Rani. Benar saja, asisten itu membawanya ke sebuah rumah kecil yang nyaman. Setelah bayinya diletakkan di tempat tidur, Rani menyuruh Sahira mandi, lalu memberinya makan. Air mata Sahira menetes. Lebih dari seminggu ia tidak menikmati masakan yang layak. Di rumah sakit jiwa, hanya nasi dan tempe yang menjadi makanannya sehari-hari.

"Baik, Nyonya istirahat dulu. Saya mau mandi juga," ucap Rani, mengambil handuknya dan masuk ke kamar mandi.

Melihat ponsel Rani di nakas, Sahira berniat mencoba menghubungi nomor di poster. Beruntung, ponsel itu tidak terkunci. Ia mengetik nomornya, tetapi tidak ada jawaban.

"Baiklah, besok aku akan pergi ke alamat itu," batinnya. Sahira meletakkan ponsel Rani kembali, lalu duduk di samping bayinya, dengan lembut mengusap pipi mungil itu.

Tiba-tiba, bel rumah Rani berbunyi.

"Rani, sepertinya ada orang di luar. Siapa yang datang?" teriak Sahira ke arah kamar mandi.

"Mungkin driver yang mengantar popok, Nyonya," balas Rani. "Maaf, Nyonya. Tolong bukakan saja pintunya. Uangnya ada di dalam laci."

Sahira mengambil uang itu, lalu keluar dari kamar. Begitu pintu terbuka, matanya membelalak. Di depannya berdiri seorang pria yang sangat ia kenal: Rames.

Sahira hendak menutup pintu, tapi Rames menahannya dan dengan cepat masuk, memeluk Sahira erat. Ia lega, Rani ternyata tidak berbohong.

"Menyingkirlah dariku, sialan!" seloroh Sahira, mendorong tubuh Rames dengan sekuat tenaga.

"Sayang, aku minta maaf. Maafkan aku. Aku salah. Aku seharusnya lebih percaya padamu daripada..."

Plak!

Lagi-lagi, tamparan Sahira mendarat di pipi Rames. Tamparan itu tak cukup untuk membalas luka hatinya.

"PERGI!! PERGI KAU DARI SINI!!" bentak Sahira lantang. Suaranya membuat bayi di kamar menangis.

Rani yang mendengar keributan, buru-buru menyelesaikan mandinya.

"Itu... itu pasti anakku!" ucap Rames, hendak ke kamar.

Sahira segera merentangkan kedua tangannya, menghalangi pintu. "Dia bukan anakmu! Anakmu sudah mati!" bentak Sahira, meluapkan seluruh amarah, kekecewaan, dan kebenciannya.

Rames langsung berlutut. "Sahira, maafkan aku. Aku sungguh minta maaf. Tolong beri aku kesempatan, sayang," mohonnya, mendongak penuh harap.

Namun, Sahira hanya menatapnya dengan jijik.

"Sahira, sebenarnya bayi laki-lakimu belum mati," ucap Rames, suaranya pelan.

"Apa?" Sahira terkejut.

Rames berdiri. "Ya, Sahira. Bayi kita belum mati. Aku berbohong. Aku sendiri yang menyuruh dokter membohongimu."

"Apa maksudmu sebenarnya?" tanya Sahira, bingung.

Sementara itu, Rani yang sudah selesai mandi, bergegas menenangkan bayi Sahira.

"Sahira, sebenarnya Julian keguguran sebelum melahirkan. Karena itu, aku 'menghadiahkan' bayi laki-lakimu kepadanya. Aku pikir Julian lebih baik darimu, tapi ternyata dia hanyalah penipu yang menjebakku hingga perusahaanku bangkrut. Sekarang, yang kumiliki hanya kamu. Kumohon, kembalilah padaku, Sahira. Kita bangun rumah tangga dari awal. Aku berjanji akan berubah," pinta Rames, meraih tangan Sahira dan menatapnya yang tertunduk.

Sahira malah tertawa hampa, lalu menghempaskan tangan Rames. "Benar-benar menjijikan. Kau membuatku muak."

"Sahira, aku tahu kau membenciku, tapi aku serius. Aku merasa bersalah dan ingin menebusnya," ucap Rames, menepuk dadanya.

Sahira tersenyum miris. "Baiklah, aku akan memikirkan tawaranmu. Tapi temukan dulu bayiku! Aku akan percaya jika bayi laki-lakiku kembali kepadaku!"

Di balik pintu, Rani tersentak mendengar syarat yang mudah itu.

Rames mengulas senyum bahagia, lalu melirik pintu di belakang Sahira yang tertutup. "Kalau begitu, apa aku boleh melihat bayiku, Sahira?"

Sahira menggeleng. Ia menunjuk pintu rumah. "Pergi dan jangan pernah kembali sebelum kau temukan bayiku."

"Tapi, Sahira, aku merindukannya," mohon Rames, yang belum pernah menggendong bayi itu.

Sahira tertawa getir. "Rindu? Setelah kau sadar, kau baru merindukan bayimu? Jangan harap kau bisa menemuinya semudah itu! PERGILAH, RAMES!"

Rames akhirnya pergi, daripada Sahira berubah pikiran.

"Mbak..." lirih Rani, membuka pintu kamar.

Sahira berbalik, mengambil bayinya dari Rani. "Kau pasti sangat ingin melihat ayahmu, Nak. Tapi Ibu tidak bisa membiarkan pria jahat itu melihatmu. Kalian adalah malaikat kecil Ibu, tidak mungkin Ibu mempertemukan kalian dengan iblis sepertinya."

Rani memeluk Sahira yang menangis tersedu-sedu. Meskipun belum menikah, Rani bisa merasakan penderitaan Sahira.

Pagi harinya, Rani terbangun dan terkejut tidak menemukan Sahira serta bayinya. Ia mengira Rames yang membawa Sahira pergi. Namun, ia menemukan secarik kertas berisi ucapan terima kasih dan pesan bahwa Sahira akan pergi ke tempat ia akan mulai bekerja.

Tentu saja, Sahira tak ingin menyusahkan Rani. Pagi itu, ia menuju alamat di poster. Setibanya di sana, Sahira ternganga melihat rumah mewah bak istana. Di depannya, sudah ada banyak wanita yang mengantre panjang. Melihat antrean yang tak putus, Sahira tidak yakin apakah ia akan diterima. Apalagi, ia berada di antrean paling belakang.

Pandangan Sahira beralih membaca papan nama di gerbang:

"RAYMOND HOME."

"Pantas saja gajinya dua miliar. Rumahnya sebesar istana. Apa keluarga ini keturunan bangsawan?" pikir Sahira, keraguannya semakin besar. “Semoga saja... penghuninya baik hati dan tidak sombong,” harap Sahira lalu tersentak mendengar sahutan bayinya.

“Oeekk...” Sahira sedikit tertawa, namun kemudian terdiam saat wanita di depannya menatapnya tajam, seolah risih kepada Sahira yang membawa bayinya.

“Cih, dia pasti datang untuk menggoda Tuan rumah.”

Sahira hanya bisa menunduk mendengar cercaan itu.

Episodes
1 BAB 1 | TIDAK SELAMAT
2 BAB 2 | BAYI TABUNG
3 BAB 3 | MENGGODA TUAN RUMAH
4 BAB 4 | DEMI 2 MILIAR
5 BAB 5 | HARUS JAUH-JAUH
6 BAB 6 | SAMPAI TENGAH MALAM
7 BAB 7 | BERBAHAYA
8 BAB 8 | MULAI MANJA
9 BAB 9 | JANDA ANAK SATU
10 BAB 10 | BAUNYA NGGAK ENAK
11 BAB 11 | HANYA UNTUK SAHIRA
12 BAB 12 Rencana Menikah Lagi
13 BAB 13 Masa Lalu Zander
14 BAB 14 Aku Merindukannya!
15 BAB 15 Masih Mencintai
16 BAB 16 Memang Tidak Berguna
17 BAB 17 #Peluang Baru
18 BAB 18 Ini Bukan Salahnya
19 BAB 19 Lupakan Aku
20 BAB 20 Ada Aku Di Sini
21 BAB 21 #Mayat Dalam Koper
22 BAB 22 #Salah Kirim
23 BAB 23 #Jangan Ceraikan Aku
24 BAB 24 #Terbongkar
25 BAB 25 #Terbongkar ll
26 BAB 26 #Harus Jadi Milikku
27 BAB 27 #Aku Duda, Kau Janda
28 BAB 28 #Rumah Lama Sahira
29 BAB 29 #Harus Hamil Anakku
30 BAB 30 #Lamaran Pernikahan
31 BAB 31 #Memohon Kesempatan
32 BAB 32 #Dendam Sahira
33 BAB 33 #Lucu dan Baik
34 BAB 34 #Celem Kaya Gocilla
35 BAB 35 #Kesukaan Zander
36 BAB 36 #Lebih Baik Dari Rames
37 BAB 37 #Calon Istriku
38 BAB 38 #Masih Perawan?
39 BAB 39 #Rencana Pindah Rumah
40 BAB 40 #Pergi Dari Rumah
41 BAB 41 #Sudah Meninggal
42 BAB 42 #Malu-Malu Kucing
43 BAB 43 #Tunggu, Aku Cuma Bercanda!
44 BAB 44 #Kecurigaan Sahira
45 BAB 45 #Gatal-Gatal
46 BAB 46 #Bukan Wanita Lemah
47 BAB 47 #Masuk Jebakan Zander
48 BAB 48 #Denda Seratus Juta
49 BAB 49 #Mama...
50 BAB 50 #Masih Hidup
51 BAB 51 #SAAAHHHHHH!!
52 BAB 52 #TERGILA-GILA
53 BAB 53 TAKUT MALAM PERTAMA
54 BAB 54 Lebih Perkasa Dari Rames
55 BAB 55 Bertemu Ibu Sahira
56 BAB 56 Kejutan Untuk Sahira
57 BAB 57 Tidak Seperti Dulu Lagi
58 BAB 58 Di Kejar Penguntit
59 BAB 59 Sahira vs Mantan Suami
60 BAB 60 Punya Hubungan
61 Bab 61. GARA-GARA AKU
62 BAB 62. MAAFKAN IBU, NAK
63 BAB 63. Mau Apa, Sayangku?
64 BAB 64. Tolong Sayang
Episodes

Updated 64 Episodes

1
BAB 1 | TIDAK SELAMAT
2
BAB 2 | BAYI TABUNG
3
BAB 3 | MENGGODA TUAN RUMAH
4
BAB 4 | DEMI 2 MILIAR
5
BAB 5 | HARUS JAUH-JAUH
6
BAB 6 | SAMPAI TENGAH MALAM
7
BAB 7 | BERBAHAYA
8
BAB 8 | MULAI MANJA
9
BAB 9 | JANDA ANAK SATU
10
BAB 10 | BAUNYA NGGAK ENAK
11
BAB 11 | HANYA UNTUK SAHIRA
12
BAB 12 Rencana Menikah Lagi
13
BAB 13 Masa Lalu Zander
14
BAB 14 Aku Merindukannya!
15
BAB 15 Masih Mencintai
16
BAB 16 Memang Tidak Berguna
17
BAB 17 #Peluang Baru
18
BAB 18 Ini Bukan Salahnya
19
BAB 19 Lupakan Aku
20
BAB 20 Ada Aku Di Sini
21
BAB 21 #Mayat Dalam Koper
22
BAB 22 #Salah Kirim
23
BAB 23 #Jangan Ceraikan Aku
24
BAB 24 #Terbongkar
25
BAB 25 #Terbongkar ll
26
BAB 26 #Harus Jadi Milikku
27
BAB 27 #Aku Duda, Kau Janda
28
BAB 28 #Rumah Lama Sahira
29
BAB 29 #Harus Hamil Anakku
30
BAB 30 #Lamaran Pernikahan
31
BAB 31 #Memohon Kesempatan
32
BAB 32 #Dendam Sahira
33
BAB 33 #Lucu dan Baik
34
BAB 34 #Celem Kaya Gocilla
35
BAB 35 #Kesukaan Zander
36
BAB 36 #Lebih Baik Dari Rames
37
BAB 37 #Calon Istriku
38
BAB 38 #Masih Perawan?
39
BAB 39 #Rencana Pindah Rumah
40
BAB 40 #Pergi Dari Rumah
41
BAB 41 #Sudah Meninggal
42
BAB 42 #Malu-Malu Kucing
43
BAB 43 #Tunggu, Aku Cuma Bercanda!
44
BAB 44 #Kecurigaan Sahira
45
BAB 45 #Gatal-Gatal
46
BAB 46 #Bukan Wanita Lemah
47
BAB 47 #Masuk Jebakan Zander
48
BAB 48 #Denda Seratus Juta
49
BAB 49 #Mama...
50
BAB 50 #Masih Hidup
51
BAB 51 #SAAAHHHHHH!!
52
BAB 52 #TERGILA-GILA
53
BAB 53 TAKUT MALAM PERTAMA
54
BAB 54 Lebih Perkasa Dari Rames
55
BAB 55 Bertemu Ibu Sahira
56
BAB 56 Kejutan Untuk Sahira
57
BAB 57 Tidak Seperti Dulu Lagi
58
BAB 58 Di Kejar Penguntit
59
BAB 59 Sahira vs Mantan Suami
60
BAB 60 Punya Hubungan
61
Bab 61. GARA-GARA AKU
62
BAB 62. MAAFKAN IBU, NAK
63
BAB 63. Mau Apa, Sayangku?
64
BAB 64. Tolong Sayang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!