Bab: 4

“Kamu jadikan menginap malam ini di sini?” tanya perempuan itu pelan, sambil memandang Hansel yang kini duduk di sisi ranjang dengan tubuh sedikit membungkuk, seolah menyembunyikan kegelisahan yang mulai mengusik pikirannya.

“Kenapa? Apa sekarang kamu menyesal?” tanya perempuan itu lagi. Ia berdiri perlahan dari ranjang, lalu duduk di pangkuan Hansel dengan manja, melingkarkan lengannya di leher pria itu.

“Bukan seperti itu, Aku harus pulang,” ucap Hansel, suaranya rendah, terdengar ragu. Ia melingkarkan lengannya di pinggang ramping perempuan itu, seolah berusaha menenangkan, tapi sorot matanya justru terlihat gelisah. “Arumi masih marah sejak kemarin. Aku harus bicara dengannya. Menenangkan dia.”

Perempuan itu memiringkan kepala, menatap Hansel dengan senyum samar yang mengandung tantangan. Jemarinya menyusuri dada Hansel perlahan, menekan lembut.

“Bagaimana kalau aku nggak mengizinkan kamu pergi malam ini?” bisiknya lembut namun menggoda, suaranya mengalun seperti racun manis yang sulit ditolak.

“Aku ingin kamu di sini, malam ini...” lanjutnya, sebelum mendekat dan mengecup bibir Hansel perlahan. “Apa kamu tega. Meninggalkan aku sendirian?”

“Aku cuma ingin sedikit egois malam ini,” ucap perempuan itu pelan, wajahnya bersandar di pundak Hansel. “Besok kamu boleh pulang, menenangkan istrimu... Tapi malam ini, tetaplah di sini.” sambungnya lalu mengecup bibir Hansel.

"Kamu tahu, aku tidak bisa menolakmu." Rasa bersalah yang sempat hinggap di hati Hansel sirna dalam sekejap, ciuman Perempuan itu tampaknya lebih kuat dari rasa bersalah Hansel pada Arumi.

"Ah... Hansel, kamu tahukan, aku lebih nikmat daripada Arumi." Ujar perempuan itu di tengah desahannya.

Hansel tidak menyangkal hal itu. Dengan Arumi, ia adalah pengendali. Arumi terlalu lembut, bahkan terlalu kaku dan monoton saat di ranjang, meskipun pernikahan mereka sudah tiga tahun. Tapi, dengan perempuan ini, semuanya berbeda. Ia ditarik, dipancing, dilayani, dan dia puas dengan pelayanan itu, dia yang haus akan kendali dan pemujaan, terbuai tanpa sadar bahwa dirinya telah jatuh terlalu dalam.

Sementara itu, di sebuah apartemen yang sunyi dan dingin, Arumi terlelap dengan mata yang masih basah oleh air mata. Perih di dadanya belum reda.

Dia tahu, Hansel tidak akan pulang malam ini.

Suara bel yang nyaring memecah keheningan pagi, membangunkan Arumi dari tidur lelahnya. Kelopak matanya terasa berat, tubuhnya masih letih, seperti enggan diajak bangkit. Dengan langkah gontai, ia turun dari tempat tidur, membenarkan sedikit letak piyamanya yang kusut, lalu berjalan menuju pintu apartemen.

Ketika pintu dibuka, sosok yang berdiri di depan sana langsung membuat napasnya tercekat.

Lisa. Mertuanya.

Wanita paruh baya itu berdiri angkuh dengan tas tangan mahal menggantung di siku, dan wajah yang sejak dulu tak pernah menyimpan ramah untuk Arumi.

“Kamu baru bangun jam segini?” tanyanya ketus, alisnya terangkat, matanya memindai penampilan Arumi dari atas ke bawah, seolah mencari-cari kekurangan yang bisa dijadikan bahan hinaan.

“Iya, Ma... silakan masuk,” ucap Arumi pelan, mempersilakan Lisa masuk dengan setengah hati. Suaranya terdengar lelah, tapi tetap berusaha sopan.

Lisa melangkah masuk tanpa basa-basi. Tumit sepatunya berdetak tegas di lantai apartemen yang sunyi.

“Perempuan kok bangun jam segini? Kamu tahu sekarang sudah jam berapa?” nada suaranya tajam dan menyindir. “Apa kamu membiarkan anakku pergi kerja dalam keadaan lapar, hah? Hansel benar-benar sial menikahi perempuan seperti kamu!”

Tak ada jeda, tak ada empati dalam ucapannya. Setiap kalimat menusuk seperti jarum, tipis, menyakitkan.

"Hansel nggak di rumah Ma, dia lembur." Ucap Arumi berbohong.

Hansel tak pulang semalam. Tak ada kabar, tak ada pesan. Padahal biasanya, jika harus lembur, dia akan menelepon dan mengabarinya.

“Lembur?” suara Lisa meninggi, nada sinisnya tak tertahankan. “Lihat pengorbanan anakku! Dia kerja sampai lembur, banting tulang untuk istri yang bahkan nggak bisa ngurus rumah dengan benar! Memalukan!”

Arumi hanya diam. Kata-kata itu menampar, tapi ia sudah terlalu sering mendengarnya, hingga rasa sakitnya pun mulai tumpul.

Lisa menatap tajam, matanya menyala penuh penyesalan.

“Seharusnya tiga tahun lalu, Hansel mendengarkan aku,” desis Lisa dengan nada penuh penyesalan dan penghinaan. “Aku sudah bilang, dia pantas dapat yang jauh lebih baik daripada kamu. Eh, dia malah ngeyel, tetap maksa nikahin kamu. Lihat sekarang hasilnya!”

Arumi terdiam. Ada bagian dari dirinya yang ingin membalas, ingin mengatakan bahwa dia juga pernah punya mimpi, bahwa dia mencintai Hansel dengan tulus, bahkan saat dirinya tidak dicintai balik. Tapi apa gunanya? Lisa tidak akan pernah mau mendengar.

Dengan napas yang ditahan, Arumi memilih menarik diri dari pertengkaran yang tak adil itu. Ia berjalan perlahan ke dapur, lalu menoleh sambil memaksakan senyum kecil.

“Mama mau teh?” tanyanya pelan, berusaha terdengar tenang meski hatinya remuk.

Lisa mendengus pelan, lalu menjawab sambil melipat tangan di dada, “Kalau bisa, jangan hambar seperti wajahmu itu.”

Arumi tidak menjawab. Ia hanya berbalik, mengisi air ke dalam panci kecil, memanaskannya di atas kompor, lalu menyiapkan dua cangkir.

Lisa menarik kursi dan duduk dengan sikap congkak, matanya menyapu ruangan seolah mencari-cari alasan baru untuk menghakimi. Setelah beberapa detik hening, ia menghembuskan napas panjang dan berkata,

“Sudah tiga tahun menikah, tapi rumah masih sepi saja. Anak? Mana?” Suaranya terdengar tajam, menusuk tanpa basa-basi. “Kamu pikir tugas istri itu cuma masak dan nunggu suami pulang?”

Arumi membeku di tempat, kedua tangannya mencengkeram cangkir teh yang baru saja ia letakkan di meja. Suhu airnya belum sempat mendingin, tapi dada Arumi terasa jauh lebih panas.

Lisa melanjutkan, “Mama ini malu, tahu? Setiap ada arisan keluarga, ditanya cucu, mau jawab apa? ‘Iya, anak saya udah tiga tahun nikah, tapi belum dikasih momongan.’ Itu jawaban yang memalukan!”

Arumi menunduk, menggigit bibirnya kuat-kuat. Ia sudah menjalani berbagai tes, berdoa setiap malam, menahan pil-pil hormon yang membuat tubuhnya lemas. Tapi semua usahanya, selalu tampak sia-sia di mata mertuanya.

“Saya sudah mencoba, Ma...” jawabnya pelan, nyaris berbisik.

“Mencoba? Lah iya, hasilnya mana?” Lisa menyeringai. “Atau mungkin... memang kamu yang bermasalah. Makanya dari dulu Mama bilang, Hansel tuh harusnya cari yang keturunan bagus. Yang subur. Bukan kamu.”

Kalimat itu seperti cambuk yang mencabik harga diri Arumi. Dadanya terasa sesak, tenggorokannya tercekat. Tapi ia tahu, menangis di depan Lisa hanya akan membuatnya terlihat semakin lemah.

*****

Jangan lupa like, komen dan subscribe karya ini ya biar author semangat up-nya. terima kasih semuanya.

Terpopuler

Comments

Eris Fitriana

Eris Fitriana

Yah Arumi masa mau nangis terus... suami mu dah ga bener ngapain trs disitu pergi yg jauh... cari kebahagian lain dan bentuk dirimu lebih kuat dan tangguh... jngan malah loyo giti... aku baca nya ikutan eungap dan esmosi tau

2025-07-27

1

Rusmini Mini

Rusmini Mini

jgn di tangisi aja Rumi bangkit jadi cewek yg tegar and Badas yg kamu tangisi aja asyik di ranjang lain cuihhh /Right Bah!//Right Bah!/

2025-08-10

0

Yunita aristya

Yunita aristya

lanjut pisah Arumi , pasti kamu lebih bahagia lepas dari mertua julid dan suami kang selingkuh 👊😁

2025-07-27

1

lihat semua
Episodes
1 Bab: 1
2 Bab: 2
3 Bab: 3
4 Bab: 4
5 Bab: 5
6 Bab: 6
7 Bab: 7
8 EP: 8
9 Bab: 9
10 EP: 10
11 EP: 11
12 Bab: 12
13 Bab: 13
14 Bab: 14
15 Bab: 15
16 Bab: 16
17 Bab: 17
18 Bab: 18
19 Bab: 19
20 Bab: 20
21 Bab: 21
22 Bab: 22
23 Bab: 23
24 Bab: 24
25 Bab: 25
26 Bab: 26
27 Bab: 27
28 Bab: 28
29 Bab: 29
30 Bab: 30
31 Bab: 31
32 Bab: 32
33 Bab: 33
34 Bab: 34
35 Bab: 35
36 Bab: 36
37 Bab: 37
38 Bab: 38
39 Bab: 39
40 Bab: 40
41 Bab: 41
42 Bab: 42
43 Bab: 43
44 Bab: 44
45 Bab: 45
46 Bab: 46
47 Bab: 47
48 Bab: 48
49 Bab: 49
50 Bab: 50
51 Bab: 51
52 Bab: 52
53 Bab: 53
54 Bab: 54
55 Bab: 55
56 Bab: 56
57 Bab: 57
58 Bab: 58
59 Bab: 59
60 Bab: 60
61 Bab: 61
62 Bab: 62
63 Bab: 63
64 Bab: 64
65 Bab: 65
66 Bab: 66
67 Bab: 67
68 Bab: 68
69 Bab: 69
70 Bab: 70
71 Bab: 71
72 Bab: 72
73 Bab: 73
74 Bab: 74
75 Bab: 75
76 Bab: 76
77 Bab: 77
78 Bab: 78
79 Bab: 79
80 Bab: 80
81 Bab: 81
82 Bab: 82
83 Bab: 83
84 Bab: 84
85 Bab: 85
86 Bab: 86
87 Bab: 87
88 Bab: 88
89 Bab: 89
90 Bab: 90
91 Bab: 91
92 Bab: 92
93 Bab: 93
94 Bab: 94
95 Bab: 95
96 Bab: 96
97 Bab: 97
98 Bab: 98
99 Bab: 99
100 Bab: 100
101 Bab: 101
102 Bab: 102
103 Bab: 103
104 Bab: 104
105 Bab: 105
106 Bab: 106
107 Bab: 107
108 Bab: 108
109 Bab: 109
110 Bab: 110
111 Bab: 111
112 Bab: 112
113 Bab: 113
114 Bab: 114
115 Bab: 115
116 Bab: 116
117 Bab: 117
118 Bab: 118
119 Bab: 119
120 Bab: 120
121 Bab: 121
122 Bab: 122
123 Bab: 123
124 Bab: 124
125 Bab: 125
126 Bab: 126
127 Bab: 127
128 Bab: 128
129 Bab: 129
130 Bab: 130
131 Bab: 131
132 Bab: 132
133 Bab: 133
134 Bab: 134
135 Bab: 135
136 Bab: 136
137 Bab: 137
Episodes

Updated 137 Episodes

1
Bab: 1
2
Bab: 2
3
Bab: 3
4
Bab: 4
5
Bab: 5
6
Bab: 6
7
Bab: 7
8
EP: 8
9
Bab: 9
10
EP: 10
11
EP: 11
12
Bab: 12
13
Bab: 13
14
Bab: 14
15
Bab: 15
16
Bab: 16
17
Bab: 17
18
Bab: 18
19
Bab: 19
20
Bab: 20
21
Bab: 21
22
Bab: 22
23
Bab: 23
24
Bab: 24
25
Bab: 25
26
Bab: 26
27
Bab: 27
28
Bab: 28
29
Bab: 29
30
Bab: 30
31
Bab: 31
32
Bab: 32
33
Bab: 33
34
Bab: 34
35
Bab: 35
36
Bab: 36
37
Bab: 37
38
Bab: 38
39
Bab: 39
40
Bab: 40
41
Bab: 41
42
Bab: 42
43
Bab: 43
44
Bab: 44
45
Bab: 45
46
Bab: 46
47
Bab: 47
48
Bab: 48
49
Bab: 49
50
Bab: 50
51
Bab: 51
52
Bab: 52
53
Bab: 53
54
Bab: 54
55
Bab: 55
56
Bab: 56
57
Bab: 57
58
Bab: 58
59
Bab: 59
60
Bab: 60
61
Bab: 61
62
Bab: 62
63
Bab: 63
64
Bab: 64
65
Bab: 65
66
Bab: 66
67
Bab: 67
68
Bab: 68
69
Bab: 69
70
Bab: 70
71
Bab: 71
72
Bab: 72
73
Bab: 73
74
Bab: 74
75
Bab: 75
76
Bab: 76
77
Bab: 77
78
Bab: 78
79
Bab: 79
80
Bab: 80
81
Bab: 81
82
Bab: 82
83
Bab: 83
84
Bab: 84
85
Bab: 85
86
Bab: 86
87
Bab: 87
88
Bab: 88
89
Bab: 89
90
Bab: 90
91
Bab: 91
92
Bab: 92
93
Bab: 93
94
Bab: 94
95
Bab: 95
96
Bab: 96
97
Bab: 97
98
Bab: 98
99
Bab: 99
100
Bab: 100
101
Bab: 101
102
Bab: 102
103
Bab: 103
104
Bab: 104
105
Bab: 105
106
Bab: 106
107
Bab: 107
108
Bab: 108
109
Bab: 109
110
Bab: 110
111
Bab: 111
112
Bab: 112
113
Bab: 113
114
Bab: 114
115
Bab: 115
116
Bab: 116
117
Bab: 117
118
Bab: 118
119
Bab: 119
120
Bab: 120
121
Bab: 121
122
Bab: 122
123
Bab: 123
124
Bab: 124
125
Bab: 125
126
Bab: 126
127
Bab: 127
128
Bab: 128
129
Bab: 129
130
Bab: 130
131
Bab: 131
132
Bab: 132
133
Bab: 133
134
Bab: 134
135
Bab: 135
136
Bab: 136
137
Bab: 137

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!