ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ

Hari Senin

Senja yang indah di kota Paris seorang gadis bernama Arventa Revalia Sevie sedang duduk termenung di pinggir jembatan kota paris, dia beranjak berdiri kemudian bersandar pada tiang yang ada didepannya. Tangan kanan nya memainkan sebuah pemantik berwarna hitam, gadis asli Indonesia itu terkekeh kecil, dia mengingat pria yang selalu menjadi mimpi buruk baginya.

"Sekarang kau puas? aku sudah mewujudkan mimpi konyol mu itu." Ucap Reva sembari tersenyum.

Jari jemarinya menyisipkan anak rambut yang terbang karena angin kebelakang telinganya, kemudian ia memasukan pemantik tersebut kedalam kantong jaketnya.

Reva menghembuskan nafas pelan lalu menutup rapat kedua mata nya.

"Bukankah kau menginginkan ku untuk pergi ketempat ini bersama mu ?."ucapnya dalam hati.

"Lihatlah, aku sudah mewujudkan mimpi mu itu." Bayang-bayang pria dengan wajah asli eropa itu muncul di pikirannya.

"Ah, sebaiknya aku membawa mu mengunjungi Museum Louvre." Ucap Reva bersemangat lalu ia membuka matanya, kemudian tangan nya masuk kedalam kantong jaketnya, dan memainkan pemantik dengan jari jemari nya. Kota Paris kali ini sangat indah lampu- lampu di jalanan mulai menyala dengan cantik.

Mengingat hari sudah mulai gelap, Reva mengurungkan niatnya untuk mengunjungi museum, karena kemungkinan besar tempat bersejarah itu sudah tutup.

"Kita batalkan saja pergi ke museum Louvre, lebih baik kita menikmati pemandangan malam kota paris di atas menara Eiffel."

Kaki kecil Reva mulai melangkah mendekati pilar besar kebanggaan kota Paris. Tidak lain adalah menara Eiffel.

Kebetulan tempat Reva berdiri tak jauh dari lokasi menara tersebut. Orang-orang masih berlalu lalang di jalan, dia berjalan menuju menara.

Melihat senja yang sudah mengarungi langit di ufuk barat, berserta gelap malam yang tengah melenyapkan senja perlahan.

"Bukankah ini sangat indah..?" Bisik nya pelan. Reva menoleh kesamping kanannya sembari tersenyum kecil, seolah-olah di samping nya ada sosok yang tak terlihat oleh orang lain.

Bayang - bayang hitam itu mendadak muncul entah itu halusinasi Reva, atau memang bukan sekedar halusinasinya.Bibir nya tergetar saat mengucapkan nama seseorang. "Kau harus pulang Alex."

"Kau...." Gadis itu terisak-isak dalam keheningan malam.

"Kau harus pulang." Teriak Reva yang benar-benar terpukul dengan kematian Alex.

Mata sembab nya menatap kota Paris yang terlihat indah. Namun, pemandangan itu tak bisa membuatnya menjadi tenang.

Kilauan cahaya dengan ribuan titik bak kunang-kunang itu tidak bisa menyihir perasaan nya menjadi baik. Dirinya benar-benar berada di fase sudah lelah dengan hidup yang di hantui sosok yang dicintainya.

"Hey, bagaimana jika aku pergi menyusul mu?" Reva mengusap air matanya lalu tersenyum manis. "Agar aku bisa bertemu dengan mu." "Bukan kah tempat ini sangat pas untuk bunuh diri?" Reva menatap ke bawah, dengan ketinggian yang tak bisa dia ukur bukankah dia akan mati dalam sekali terjun? Matanya mengerling cantik saat melihat sosok hitam itu berjalan bolak-balik, Seolah-olah tak setuju dengan ucapan Reva. "Apa? Kau tak suka dengan ucapan ku?." Reva terdiam dia tak sadar bahwa mental nya sudah terkena hantaman besar, tepat di hari kematian Alex yang mati tepat di depan matanya.Kedua tangannya merentangkan lebar, Hembusan angin malam menerpa tubuhnya. Tak sedikit pun membuatnya merasa dingin atau menggigil.Matanya terpejam saat angin membelai wajah nya. "I Miss you."

"Do you Miss me?"

"Aah, sepertinya tidak." Ucap Reva sembari terkekeh kecil. Tangannya kembali memegangi pagar pembatas. Wajah nya terlihat berseri-seri saat mengingat sesuatu.

"Dulu kau suka merajuk ketika pemantik ini ku rampas." Reva menatap pematik yang sekarang berada di genggaman tangannya. "Kau tau, aku selalu membawa pemantik ini kemanapun aku pergi."Jarinya mengusap benda yang sangat berharga baginya. Mungkin orang lain menganggap sebuah pemantik itu hal remeh. Tapi tidak bagi Reva, pemantik berwarna hitam kesayangannya itu sangat berarti. Apa lagi benda itu lah yang membuatnya bertemu dengan Alex. "Dia seperti pengganti sosok mu." Bisik Reva pelan. Ada perasaan hangat muncul dihari nya, saat bayangan hitam yang menghilang itu muncul dan mendekap Reva. "Aku sungguh merindukanmu!"

"Rasa rindu ini tak bisa ku tampung lagi, bahkan membuat ku merasa sakit dan gila." Tangan nya meraba dadanya, ada rasa sakit disana. Luka yang tak bisa di sentuh oleh Reva. Membuat gadis berdarah Jawa-Bali itu tak tahu harus berbuat apa dengan lukanya. Mendadak tangannya mengepal, kemudian menepuk-nepuk luka yang tak terlihat. Dirinya seakan mati rasa dengan itu.

Kring...kring...

Ponselnya berdering keras, gadis itu menghiraukan nya. Namun, lama kelamaan Reva merasa terganggu. Bunyi ponsel tak kunjung berhenti.

Dia mengangkat telepon dari sang ayah yang merasa khawatir.

"Halo, Ayah ada apa?."

"Kamu dimana? Ayah sangat khawatir dengan mu, Ayat takut kamu tersesat di jalan apa lagi kau baru kali ini pergi ke Paris." "Ayah, tak perlu khawatir tetap lah tenang, percayalah aku tidak akan tersesat dan aku akan baik-baik saja."

"Arventa Revalia Sevie cepat pulang atau tidak, ayah akan menyuruh orang untuk menjemput mu." Reva mendengus kesal dia belum ingin pulang ke apartemen Ayahnya. Apa lagi Ayahnya yang kini sukses di negeri asing itu kerap kali berkencan dengan banyak wanita di Paris. Pria playboy begitu cap yang di pasang Reva pada Ayahnya sendiri. "Baiklah aku segera pulang." Reva segera mematikan telepon nya, dia merutuki sang ayah yang tak bisa membiarkan nya bebas.

"Apa kau punya pematik? Aku membutuhkan itu." Tiba-tiba tubuh Reva membeku saat mendengar suara tak asing di belakang nya. Jantung nya terpacu cepat. "Tidak mungkin ini orang lain bukan dia."Bathinnya gelisah.

"Hey, apa kau tidak dengar? Aku ingin pinjam pematik yang kau genggam." Suara berat pria di belakang nya meninggi.

Reva membalikkan badan, matanya menangkap sosok yang kini menjadi mimpi nya. Dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya.Nafasnya memburu kencang, mata nya berembun dia tak percaya dengan sosok di depan nya. Kemudian kaki nya melangkah mundur selangkah.

"Alex?" Reva menggeleng tak percaya kini tangisnya pecah. Pria di depannya sama terkejutnya lelaki itu tengah menatap Reva lalu mengerjapkan mata beberapa kali. "Iya." "Nggak... nggak mungkin!"

Alex berjalan mendekati Reva yang gelisah. "Tidak ada yang tidak mungkin."

Tangan kekarnya meraih gadis di depan nya itu, dia tak menyangka akan bertemu dengan Reva di tempat ini.

"Nggak mungkin kan? Kau tak mungkin masih hidup."Jerit Reva histeris.

Hatinya benar-benar menjerit, semua emosi yang di pendam nya.

"Bersyukurlah aku masih hidup, jika tidak mungkin saja aku tak bisa bertemu dengan mu lagi."

Alex mengecup lembut kening Reva lalu tertawa. "Kau selalu membawa pematik itu, tapi aku tidak menyangka kita bertemu kembali dengan mu lewat benda itu." Tangannya mengusap punggung Reva mencoba menenangkan gadis itu. "Sudah jangan menangis, aku benar-benar minta maaf." Reva menggeleng dan tersenyum. "Tak perlu minta maaf, kau tidak bersalah."

"Baiklah."

Kedua nya terdiam, mereka tak menyangka akan bertemu kembali. Ada rasa bahagia yang menyusup ke dalam sanubari keduanya.Tangan mereka saling mengait kemudian menatap ke bawah. Melihat keindahan kota Paris. Pada akhirnya mimpi Alex menjadi nyata.

Melihat kota Paris dari ketinggian menara Eiffel bersama Reva.

-End

Terpopuler

Comments

Evelyn Safia Wardani

Evelyn Safia Wardani

menarique

2021-02-27

0

BELVA

BELVA

hallo authority kece aku datang nih

2021-02-17

0

Fatih Asy Syauqie

Fatih Asy Syauqie

Wah ini keren biasanya kan ketos selalu dengan anak yg pintar nah klo disni beda lagi. Mantap.

2021-02-16

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!