Di kediaman Kepala Suku.
"Sayang, aku akan membawa Jaka masuk dan menunjukkan kamarnya." Sari memeluk Dika, ia merasa rindu dengan Dika, namun ia harus mengutamakan Jaka terlebih dahulu. "Jaka, ayo masuk, akan ibu tunjukkan kamar kamu."
Jaka mengikuti Sari masuk ke dalam rumah, begitu juga Neta, sementara Dika dan Surya pergi ke ruang tamu untuk berbincang.
"Nah... Ini kamar kamu, bersebelahan dengan kamar Neta, semoga kamu betah ya." Sari membukakan pintu salah satu kamar yang tepat berada di samping kamar Neta, "Kau mandilah lalu istirahat ya Nak, kau pasti lelah setelah perjalanan jauh."
"Ba-baik, Bu... " jawab Jaka menundukkan kepala, ia tampak masih merasa canggung memanggil Sari dengan sebutan Ibu.
"Jaka, kau tak perlu segan, anggap saja kami ini adalah keluargamu dan kalau kau butuh apa-apa tinggal panggil aku, kamarku di sebelah kamarmu."
Neta menepuk-nepuk pundak Jaka, ia berusaha mengangkrabkan diri dengan Jaka, agar Jaka bisa merasa nyaman tinggal dengan keluarga barunya.
Jaka mengangguk pelan. "Iya, Kak Neta."
"Hey! Jangan panggil kakak, aku tak setua itu, panggil saja Neta, kita lahir di tahun yang sama." Neta menggembungkan bibirnya sambil berkacak pinggang.
Sari hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
**
Di ruang tamu rumah utama.
Dika dan Surya terlihat tengah berbincang sambil menikmati teh hangat yang Surya suguhkan untuk Dika.
"Dika, bagaimana ceritanya kau bisa menemukan anak itu?"
Dika menyenderkan badannya pada sandaran kursi. "Aku mengikuti arahan Madam Ara, kemudian pergi ke desa tersebut."
Dika pun menceritakan semua yang terjadi pada desa tempat Jaka tinggal serta yang terjadi dengan kedua orang tua Jaka, lalu menceritakan secara rinci bagaimana cara agar Jaka mau ikut bersamanya.
Pupil mata Surya tampak mengecil, ia merasa prihatin kepada Jaka, setelah mendengar cerita Dika. "Kasihan sekali nasib Jaka, ini sudah takdir yang digariskan oleh langit, sekarang kita hanya bisa fokus mengajarkan Jaka ilmu bela diri, agar kelak ia dapat memenuhi takdirnya, sebab ia lah harapan kita untuk mengubah dunia ini."
Surya berdiri dari duduknya. "Kau bersihkan diri, kemudian ajak Jaka untuk makan malam bersama."
Dika mengangguk, lalu ikut berdiri dari duduknya. "Baik Ayah!"
Dika melangkahkan kakinya menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Dika melangkah menuju kamar Jaka.
Tok!
Tok!
Tok!
"Nak Jaka, apa kamu sudah tidur?"
Dika bertanya dari balik pintu kamar Jaka, ia berbicara dengan lembut, takut mengganggu Jaka jika saja Jaka tengah tertidur.
"Belum Paman!" teriak Jaka lalu membuka pintu.
"Ayo kita makan malam bersama, yang lain sudah menunggu." Dika tersenyum simpul.
"Baik Paman" Jaka keluar dari kamar dan mengikuti langkah kaki Dika.
Mereka pun kemudian melangkah ke meja makan, di sana Surya, Sari, dan Neta tampak sudah menunggu kedatangan mereka. Di meja makan terlihat banyak sekali hidangan lezat yang menggugah selera Jaka.
Jaka pun duduk di sebelah Neta, ia hanya bisa menunduk terdiam karena masih merasa canggung.
Sari yang menyadari hal itu, kemudian meletakkan nasi dan lauk di piring jaka. Walau ia baru mengenal Jaka, ia sudah bisa menganggap jaka seperti anak sendiri.
"Nak Jaka, jangan sungkan,ayo dimakan makanannya, nanti keburu dingin, anggap saja kami seperti keluargamu." Surya juga mencoba membuat Jaka merasa nyaman di keluarga barunya.
Jaka pun hanya tertunduk menahan sedih, ia teringat saat-saat makan bersama dengan kedua orang tuanya.
"Jaka, tunggu apa lagi, ayo makan, jangan takut, makanan ibuku pasti enak, makanan yang dibuat ibuku lebih enak daripada makanan apapun di dunia ini," ucap Neta dengan cerewetnya.
Dika tersenyum dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah anaknya, lalu Jaka pun mulai memakan hidangan yang disediakan untuknya.
Dika menatap Jaka hangat dan memulai pembicaraan. "Jaka, besok kita mulai berlatih bela diri, apakah kau mau?"
"Benarkah Paman? Tentu aku mau!" jawab Jaka dengan atusiasnya.
Jaka pun akhirnya mulai merasa nyaman karena tau dia akan mulai berlatih bela diri. Jaka hanya terobsesi untuk menjadi kuat dan melindungi orang-orang yang ia cintai.
"Ayah, kalau begitu aku juga akan ikut berlatih bela diri." Neta tampak tak mau kalah.
Mendengar perkataan anaknya, Sari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Neta, kau itu anak perempuan, mana boleh bertarung."
"Tapi Bu, di suku kita banyak pendekar wanita yang ahli, termasuk Ibu, iya kan Kek?" Neta mencoba meminta pembelaan pada kakeknya.
"Hahaha... Sudah biarkanlah ia ikut berlatih bela diri agar dapat melindungi dirinya sendiri," ujar Surya menengahi dengan tertawa lepas.
Mereka pun melanjutkan makan malam sembari berbincang-bincang hangat.
"Jaka, istirahatlah di kamarmu, esok hari kita akan memulai latihan pada waktu subuh." Dika kembali mengingatkan, yang kemudian dijawab dengan anggukkan cepat dari Jaka.
"Baik Paman! "
**
Ke esokan Harinya.
Dika dan Jaka berangkat menuju tepi sungai di dekat pemukiman suku Bumi Alam setelah berpamitan pada Sari, Dika sengaja tidak membangunkan Neta, sebab ia masih belum rela jika putri kecilnya belajar cara bertarung. Walau ia tahu putrinya memiliki ambisi yang kuat untuk menjadi pendekar.
"Neta pasti akan sangat marah padaku jika ia bangun nanti dan ia pasti datang dan mencubitku," gumam Dika dalam hati.
Saat mereka sudah sampai di tepi sungai, Dika mulai mengajarkan Jaka dasar-dasar latihan bela diri. Dimulai dengan penjelasan yang Dika berikan.
"Jaka, hal pertama yang harus kau lakukan dalam latihan bela diri adalah pelatihan fisik."
Latihan dasar, salah satunya adalah latihan fisik di mana calon pendekar menguatkan fisiknya agar sanggup menerima latihan yang lebih berat lagi, sebelum memulai latihan teknik, maupun latihan pengumpulan tenaga dalam.
Latihan fisik dasar yaitu mengangkat dua ember air menaiki dan menuruni tangga. Berlari dengan variasi tempo, serta melakukan olahraga fisik lainnya.
Latihan tersebut bertujuan untuk menguatkan fisik calon pendekar dan sebagai latihan untuk menguatkan mental pendekar.
Pada usia Jaka yang masih terlalu dini, Dika menyesuaikan beban latihan dengan kondisi tubuh Jaka.
Jaka pun memulai latihan fisiknya, ia berlatih dengan naik turun tangga, berlari, olahraga, sambil membawa ember berisi air. Dika hanya memperhatikan latihan Jaka sambil memberikan masukan-masukan yang berguna untuk Jaka sekaligus menyemangatinya.
Saat Dika sedang memperhatikan Jaka, Neta berteriak dari arah belakang mengejar Dika.
"Ayaaaaaaahh...!!!"
"Sudahlah, dugaan ku benar." Dika menghela nafas panjang, ia sudah menyiapkan diri.
Neta pun datang menghampiri Dika lalu mencubit pinggang Dika dengan kuat.
"Aww...! Aww...! Aww...! Sakit Nak! Sakit!" teriak Dika meringis kesakitan.
Neta menggembungkan pipinya. "Ayah kenapa tak membangunkanku?! Bukankah semalam ayah sudah bilang mau melatihku?"
"Ayah tak ingin membangunkanmu Nak, takut tidurmu terganggu, ayah melihat kau tidur lelap sekali, jadi ayah tak tega membangunkanmu."
Dika mencoba membujuk Neta dengan mencari alasan yang tepat, seraya mengelus rambut Neta.
"Ayah bohong! Ibu bilang Ayah sengaja tak membangunkanku karena tak ingin aku menjadi pendekar." Neta menghentakkan kakinya ke tanah lalu menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Aduuhh...! Sari...! Kenapa dia tidak mendukungku?!" batin Dika.
Dika menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Baiklah Nak, kamu boleh ikut latihan, pergilah bersama Jaka dan ikuti apa yang ia lakukan."
"Benarkah Ayah? Terimakasih...! " Neta tersenyum sumringah, lalu mengecup pipi ayahnya dan berlari ke arah Jaka.
Dika hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah laku putrinya itu.
Setelah berapa saat mereka berlatih, Neta kembali mendatangi ayahnya sambil menghentak-hentakkan kakinya ke tanah.
"Ayah! Mengapa Ayah pilih kasih?" tanya Neta.
"Pilih kasih gimana Nak? Kan ayah sudah memperbolehkan kau berlatih." Dika kembali menggaruk kepalanya.
"Iya, ayah memang memperbolehkan aku berlatih, tetapi ini tidak adil bagiku, lihat itu, Jaka membawa dua ember sambil berlari, tapi mengapa aku malah membawa dua buah mangkok? Aku sedang tidak ingin makan ayah!"
"Saat ini hanya ada dua mangkok, besok kita cari ember lagiya Nak."
"Baiklah, Ayah...!" ucap Neta, lalu berlari kembali ke arah Jaka.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 333 Episodes
Comments
rajes salam lubis
mantap
2022-07-20
0
rajes salam lubis
mantap thor,ceritanya gak muluk muluk,mengalir sesuai alur
2022-07-20
0
rajes salam lubis
kok macam orang dewasa aja
2022-07-19
0