Keesokan harinya, Dika dan Jaka kembali melanjutkan perjalanan. Dika yang kondisinya kini mulai pulih, serta luka yang ia derita akibat pertarungan semalam juga sudah membaik.
Mereka kembali melanjutkan perjalanan setelah menyelesaikan sarapan pagi.
"Nak Jaka, bekal yang kita bawa sudah tinggal sedikit, bagaimana jika kita singgah sebentar di kota terdekat? Kebetulan, tak jauh dari sini terdapat kota yang sering paman singgahi untuk membeli kebutuhan," ucap Dika.
Jaka pun hanya mengangguk, mengiyakan perkataan Dika. Setelah Jaka menyetujui ajakan Dika, Dika lalu membawa Jaka menuju kota tersebut.
Tak butuh waktu lama, mereka akhirnya sampai di sebuah kota yang cukup besar, kota tersebut bernama Kota Kubu.
Kota Kubu merupakan kota yang berada di antara Kerajaan Bima dan Pemukiman Suku Bumi Alam.
Saat hendak memasuki Kota, mereka bertemu dengan beberapa anggota suku Bumi Alam yang kebetulan tengah berada di kota tersebut.
"Selamat siang, Tetua Dika," sapa anggota suku kepada Dika.
Dika hanya membalas sapaan tersebut dengan anggukan dan tersenyum.
Mereka pun melirik Jaka dengan muka penuh tanda tanya, sembari berbisik satu sama lain.
"Halo! Tuan Dika, Silahkan Masuk," ucap para penjaga gerbang.
Penjaga gerbang tersebut langsung memperbolehkan Dika masuk karena sudah mengenal Dika. Mereka kemudian melangkahkan kakinya memasuki Kota tersebut.
Suasana di Kota Kubu sangat ramai, banyak pedagang maupun pembeli berlalu lalang, sebab kota Kubu terletak di jalur perdagangan dan tempat berdirinya juga sangat strategis, maka tak heran jika kota ini dipadati oleh penduduk.
Kota ini juga menyediakan Barang-barang yang lengkap. Mulai dari pakaian, senjata, obat-obatan maupun Asosiasi Pendekar Pemburu.
Dika dan Jaka langsung menghampiri salah satu toko obat terbesar di kota tersebut. Sesampainya di dalam toko, Dika langsung disambut oleh pemilik toko yang bernama Kakek Cho.
"Aiya! Lihat siapa yang datang, Nak Dika, tak kira pengemis tadi, karena bajumu compang-camping seperti ini," ucap Kakek Cho meledek Dika.
"Paman, apa kabar? Aku baru pulang dari pelatihan menjadi pengemis, hahaha!" ucap Dika sembari bercanda.
"Hahaha... Tentu saja kabarku baik, tak lihat apa? Mukaku yang masih muda dan segar ini?" Kakek Cho kemudian menoleh ke arah Jaka."Aiya! Alneta, kau sudah lebih tinggi sekarang," ucap kakek Cho pada Jaka.
"Tunggu dulu, bukankah Alneta perempuan? ini siapa?" tanya Kakek Cho tersadar.
"Aku bukan Alneta Kek, aku Jaka Sakti Kek," jawab Jaka.
"Aiyooo! Kamu ganteng sekali Nak!" Kakek Cho langsung mengalihkan pembicaraan, ia tak ingin mereka mengetahui kondisi matanya yang sudah rabun, "Lalu ada perlu apa kemari?" tanya kakek Cho pada Dika.
"Paman, aku membutuhkan obat oles untuk luka luar dan beberapa pil penyembuh, apakah Paman ada membuat pil baru?" tanya Dika.
Kakek Cho merupakan keturunan Kerajaan Mapo, namun dari kecil ia sudah tinggal di Kerajaan Bima dan ia pun sangat ahli dalam meracik obat, juga sebagai tabib yang terkenal.
"Aaaah... Ada tunggu di sini sebentar," ucap kakek Cho lalu mengambil obat oles dan beberapa pil.
"Ini obat oles untuk luka luar dan ini ada dua pil penyembuh dan satu pil untuk mengembalikan tenaga dalam." Kakek Cho memberikan obat-obat tersebut pada Dika.
"Apa nama dari pil-pil ini Paman?" tanya Dika yang penasaran.
"Pil rumput giok, pil rumput emas, dan pil rumput hutan," jawab kakek Cho.
"mengapa semua nama pil itu harus rumput Kek?" tanya Jaka dengan polosnya.
"Aiya... Kan kakek yang meracik pil tersebut, juga karna kakek sangat suka dengan rumput, hahaha! " Kakek cho tertawa lepas.
Jaka yang mendengar jawaban Kakek Cho hanya mengerutkan kening tidak percaya.
"Baiklah paman, aku beli semua pil dan obat oles itu," ujar Dika lalu membayar dengan beberapa koin emas.
"Terima kasih yaa... Datang lagi!" Kakek Cho melambaikan tangannya dengan senyuman lebar menghiasi wajahnya.
Setelah meninggalkan toko obat, mereka pun singgah ke salah satu toko baju, Dika pun membeli beberapa potong baju dan mengganti baju yang ia kenakan karena sudah tidak layak pakai.
Setelah selesai mengganti baju, Dika kembali mengajak Jaka ke suatu tempat. "Jaka, ayo kita pergi ke warung makan lalu menyewa kamar di penginapan."
"Ayo! Paman!" ucap Jaka dengan antusias karena ia sudah sangat merasa lapar.
Lalu mereka pun makan di salah satu warung makan dekat penginapan sesaat setelah mereka sampai di warung makan tersebut.
Setelah selesai makan, Dika memesan satu kamar di sebuah penginapan tiga lantai, lalu naik ke lantai dua, tempat di mana kamar mereka berada dan memasuki kamar. Jaka langsung merebahkan diri di kasur karena terlalu lelah.
"Ahh... Kasur... Tempat ini sangat nyaman Paman, aku bisa betah kalau tinggal di sini," ucap Jaka dengan polosnya.
Dika hanya tersenyum melihat tingkah polos Jaka dan kegembiraan yang terlukis di wajahnya.
"Mandilah dulu Nak, bersihkan dirimu, lalu istirahatlah!" ucap Dika.
"Baik Paman." Jaka menganggukkan kepalanya, lalu menuju kamar mandi.
Sepeninggalan Jaka, Dika kemudian mengambil obat oles yang ia beli tadi, lalu mengoleskan obat tersebut pada lukanya, serta meminum pil-pil yang ia beli sebelumnya, kemudian bermeditasi untuk menyerap khasiat pil-pil tersebut.
****
Ke esokan harinya.
Dika dan Jaka melanjutkan perjalanan menuju pemukiman Suku Bumi Alam setelah meninggalkan Kota Kubu. Mereka berjalan selama beberapa jam dan sesekali berhenti untuk beristirahat.
Akhirnya mereka tiba di pemukiman Suku Bumi Alam pada sore hari. Kedatangan Dika beserta Jaka disambut antusias oleh anggota suku, banyak anggota suku yang telah menunggu di depan gerbang, setelah mendengar bahwa anak suci pilihan yang mereka nanti telah tiba.
"Selamat datang Nak, kami telah menanti kepulanganmu," ucap Kepala Suku pada Dika.
"Halo...! Anak manis, siapa namamu?" tanya Kepala Suku pada Jaka.
"Ennn... Namaku Jaka Sakti Kek." jawab Jaka lalu mencium punggung tangan Kepala Suku.
"Nama yang bagus, ayo masuk, Dika bawalah ia ke rumah dan biarkan ia beristirahat, kau juga pergilah beristirahat, kalian pasti sangat lelah," ucap kepala suku.
sepanjang perjalanan mereka menuju rumah utama kepala suku, banyak pasang mata yang memperhatikan Jaka, menatapnya dengan rasa penasaran sambil berbisik satu sama lain."
"diakah anak suci pilihan itu?"
"kenapa terlihat biasa saja?"
"ini ternyata anak suci itu..."
Selagi anggota suku berbisik satu sama lain, sambil menatap Jaka, Jaka pun bertanya pada Dika, "Paman, mengapa mereka menyebutku anak suci? Bukankah nama ibuku adalah Dewi?" tanya Jaka dengan polosnya.
"Hahaha... Nanti saat kita tiba di rumah akan paman jelaskan." Dika mengacak-acak rambut Jaka.
Jaka pun hanya mengangguk. Sesampainya di depan rumah utama, istri dan anak Dika sudah berada di sana menyambut mereka.
"Ayaaahh...! Neta rinduu Ayah!" ucap Neta berlari memeluk ayahnya.
"Ayah, apakah dia anak yang akan menjadi saudara ku?" tanya Neta sambil melirik Jaka.
"Iya benar Nak." Dika tersenyum simpul, lalu menoleh ke arah Jaka, "Jaka, ini adalah anak paman yang pernah paman ceritakan sebelumnya."
"Ah... Iya Paman, Hai... Na-namaku Jaka, salam kenal," ucap jaka sambil mengulurkan tangan dengan canggung pada Neta.
"Hai! Jaka, namaku Alneta dan ini Ibuku," ucap Neta menerima uluran tangan Jaka lalu melihat ke arah ibunya.
"Halo... Bibi, namaku Jaka," ucap Jaka lalu mencium punggung tangannya.
"Halo Nak, panggil saja bibi dengan sebutan Ibu jika kau mau," ucap Ambarsari lalu mengelus kepala Jaka.
Mereka pun melanjutkan perbincangan di dalam rumah, setelah Sari menyarankan mereka untuk segera masuk ke dalam rumah.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 333 Episodes
Comments
Achmad Ibrahim Baim
wah inilah yg selama ini aku pikirkan thor, seperti anak muslim
2022-07-25
0
rajes salam lubis
mantap
2022-07-19
0
rajes salam lubis
apalagi rumput keriting kan kek
2022-07-19
0