Pada pagi hari, Dika membuka matanya, ia bangun terlebih dahulu. Dika kemudian berdiri dari posisi duduknya, lalu menoleh ke arah Jaka yang tampak masih belum sadarkan diri.
"Sungguh kasihan anak ini, di usia muda ia sudah harus merasakan trauma yang mendalam." Dika tampak prihatin dengan keadaan yang dialami Jaka.
Dika kemudian melangkah keluar rumah Jaka, lalu pergi ke sungai untuk menangkap beberapa ekor ikan.
Setelah merasa ikan yang ia tangkap sudah cukup, Dika segera kembali ke rumah Jaka.Sesampainya di dalam rumah, Dika melihat Jaka yang sudah bangun, serta menangis di atas kasur, Dika berjalan beringsut mengampiri Jaka.
"Kamu sudah sadar Nak?" tanya Dika dengan nada rendah
Namun Jaka tak menjawab pertanyaan Dika,ataupun sekedar melihatnya, ia hanya bisa menangis. Lalu tiba-tiba Jaka berlari keluar rumah dan berteriak, "Ayahh!! Ibuu!! Kalian di mana?"
Teriakan Jaka cukup keras, sehingga membuat beberapa penduduk datang dan mencoba menenangkan Jaka, "Nak, kamu yang sabar ya, ayah dan ibu kamu sudah pergi ke surga."
"Tidaak! Tidak mungkin! Ayah, ibu tidak mungkin meninggal!! Bawa aku ke tempat ayah dan ibuku!" seru Jaka, lalu menangis lebih keras.
Dika yang melihat hal itu langsung menghampiri Jaka, "Ayo Nak, aku akan mengantarmu ke tempat ayah dan ibumu."
Dika menarik lengan Jaka dan menuntunya pergi ke belakang desa, tempat pemakaman ibu dan ayah Jaka.
"Ayah dan ibumu sudah tenang berbaring di sini, mereka juga pasti tak akan tenang jika melihatmu bersedih, mereka mengorbankan dirinya demi keselamatanmu, kau harus kuat dan tabah agar perjuangan yang mereka lakukan tidak sia-sia," ucap Dika mengelus lembut kepala Jaka.
Jaka pun memeluk makam ayah dan ibunya secara bergantian dengan tangisan yang tak kunjung berhenti, ia terlihat masih sangat sulit menerima bahwa ayah dan ibunya pergi meninggalkannya di usianya yang masih sangat muda.
"Ayah ... Ibu ... Mengapa kalian pergi meninggalkanku secepat ini," ucap Jaka dengan masih memeluk makam ibunya.
"Sudahlah Nak, jangan jadikan perjuangan mereka sia-sia, kau harus jadi lebih kuat, agar bisa membalaskan kematian ayah dan ibumu yang diakibatkan oleh siluman," ucap Dika sembari menenangkan Jaka.
"Siluman? Jadi binatang yang menyerang ayah dan ibuku adalah siluman?" tanya Jaka sambil menyeka air matanya.
"Benar Nak, mereka adalah siluman serigala darah yang berumur 100 tahun, kau harus lebih kuat, agar bisa melawan siluman-siluman itu, supaya tak akan ada lagi yang menjadi korban seperti ayah dan ibumu," jawab Dika.
Jaka pun bangkit lalu menghapus seluruh air matanya yg masih mengalir dan tampak sedang memikirkan perkataan Dika.
"Baiklah! Aku akan lebih kuat dan memerangi siluman-siluman itu suatu saat nanti!" ucap Jaka sambil mengepalkan tangannya.
Di saat itu juga Dika merasakan adanya energi suci dari dalam hati Jaka dan ia pun semakin yakin bahwa anak tersebut adalah anak pilihan yang di carinya.
"Ternyata benar kau adalah anak itu," gumam Dika, lalu mengelus rambut jaka.
"Paman, aku melihat Paman datang sebelum aku tak sadarkan diri, apakah Paman yang menyelamatkanku?" tanya Jaka mengadahkan kepalanya ke atas menatap Dika.
Dika hanya mengangguk sambil tersenyum, ia lalu bertanya pada Jaka. "Siapa namamu Nak?"
"Namaku Jaka Sakti Paman, lalu nama Paman siapa?" Jaka balik bertanya.
"Namaku Mahardika, kau bisa memanggilku paman Dika." Dika tersenyum tipis.
"Baiklah paman Dika, apa Paman adalah seorang pendekar yang hebat?" tanya Jaka.
"Paman tidaklah hebat, tetapi paman sedikit bisa bela diri," jawab Dika merendah.
"Apakah Paman mau mengajarkan ku bela diri? Agar aku bisa melawan siluman-siluman itu," tanya Jaka dengan mata berapi-api.
"Tentu, paman akan mengajarimu apa yg paman ketahui tentang bela diri, namun kau harus ikut paman ke rumah paman dan tinggal di sana, apa kau sanggup?"
"Baklah Paman, apapun itu akan kulakukan demi menjadi kuat! Sehingga perjuangan ayah dan ibuku tidak sia-sia!" jawab Jaka sambil mengepalkan tangannya.
Dika merasa kagum melihat keteguhan hati Jaka. "Baiklah, sebaiknya kau bersiap-siap dan rapikan barangmu yang ingin di bawa, lalu kita pamit kepada penduduk desa."
Akhirnya mereka berdua pun pamit kepada penduduk desa, lalu meninggalkan desa, tak lupa pula para penduduk desa memberikan bekal perjalanan kepada Dika sebagai ucapan terimakasih.
Setelah meninggalkan Desa Sungai Putih, mereka melanjutkan perjalanan kembali ke Suku Bumi Alam. Mereka akan menempuh perjalanan yang membutuhkan waktu lima hari untuk sampai ke wilayah suku Bumi Alam.
Sepanjang perjalanan Jaka hanya diam dan tampak merenung, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.
"Jaka, kita beristirahat sebentar di sini ya, kau pasti lelah," ucap Dika, lalu mengeluarkan bekal mereka. Dika akhirnya mencoba bertanya pada Jaka, "Jaka, kenapa kau hanya diam saja?"
"Tidak apa-apa paman, aku hanya berfikir, mengapa srigala itu menyerang desaku," jawab Jaka.
"Siluman biasanya menyerang pemukiman ketika ia kekurangan sumber makanan atau mereka adalah salah satu ras terlemah di daerahnya sehingga mereka memburu yang lebih lemah darinya." Dika menjelaskan.
Jaka menautkan alisnya. "Mengapa mereka bisa menjadi yang terlemah ketika mereka sanggup membunuh banyak orang?"
"Mereka hanyalah siluman yang berumur 100 tahun dan masih banyak siluman yg lebih kuat daripada mereka, kekuatan siluman srigala darah mungkin mengimbangi pendekar tingkat langit puncak."
"Tingkat langit puncak?" Jaka bertanya dengan wajah bingung.
"Iya, pendekar di dunia ini dibagi atas lima tingkatan berdasarkan kekuatan dan keahlian beladiri mereka, yang pertama yaitu tingkat alam, kedua tingkat langit, ketiga tingkat sakti, keempat tingkat agung, dan kelima tingkat semesta, kemudian pada tiap tingkatnya di bagi lagi menjadi tiga tingkat, yaitu dasar, menengah, dan puncak."
"Tingkat sakti? Berarti aku sudah berada di tingkat sakti dong Paman? Namakukan Jaka Sakti," tanya Jaka dengan polosnya.
"Hahaha ... Tingkat Sakti itu julukan dalam penguasaan bela diri seorang pendekar tapi kalau Jaka hanya namanya yang Sakti." Dika menjelaskan sambil tertawa melihat kepolosan Jaka.
"Ah ... Maaf Paman, aku mengira tingkatan itu sesuai dengan nama kita hehehe...," ucap Jaka sambil tersenyum.
"Kasihan anak ini, dengan tingkah dan wajahnya yang polos ini ia harus merasakan kesedihan atas kehilangan kedua orang tuanya," gumam Dika dalam hati.
Lalu mereka berdua pun bercerita dan mulai lebih akrab, Jaka lebih banyak bertanya dan berbicara. Sangking asiknya bercerita, tak terasa hari pun mulai petang, Dika memutuskan membuat api unggun dan bermalam di sana.
"Jaka, paman akan membuat api unggun dan kita akan bermalam disini," ucap Dika sambil mengumpulkan kayu bakar.
"Baik Paman." Jaka mengangguk.
Dika membiarkan Jaka terlelap terlebih dahulu, lalu ia bermeditasi untuk kembali mengumpulkan tenaga dalamnya sembari mengawasi sekitar, menggunakan tenaga dalamnya sehingga dapat mendeteksi jika munculnya ancaman, seperti perampok ataupun siluman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 333 Episodes
Comments
Syamsu Alam
hahaaa jaka idah sakti separuh
2022-08-08
0
rajes salam lubis
mantap
2022-07-19
0
Thomas Andreas
mantaap nih
2022-01-07
0