Bayi yang hidup kembali itu kini umurnya hampir 5 tahun.
Nama lengkapnya Harindra. Ibunya memanggilnya Ari. Hari ini Ari mendapatkan sepeda
pertamanya. Sepeda roda empat yang dia kendarai di depan rumah. Seperti biasa,
sore ini anak-anak ramai bermain di jalan kampung. Ari termasuk anak yang
pendiam. Di atas sepedanya dia hanya mengamati anak seumuran lainnya bercanda dan
berlarian. Tapi dari tadi dia perhatikan seorang anak yang terus menangis.
Umurnya di bawah dia. Ari tahu kenapa dia menangis. Ada anak lain yang
mengambil mainannya. Mainan bebek plastik. Mainan itu dibawa berlarian di
antara anak-anak yang lain. Sampai ibu anak yang menangis itu datang dan menyadari
apa yang terjadi.
“Siapa ya yang ambil mainannya adik?” Ibu itu bertanya pada anak-anak
di situ.
Anak-anak saling celingukan. Tidak ada yang merasa mengambil
mainan.
“Nggak ada yang ngambil!” seorang anak berani menjawab.
“Jatuh ke got kali!” seorang lagi nyeletuk.
Si ibu hanya diam. Mukanya kesal sambil menggendong anaknya
yang masih menangis.
Ari tahu siapa yang mengambil. Dia ingin memberitahu ibu itu.
Tapi ibu RT datang dan menyuruh anak-anak untuk pulang.
“Ayo anak-anak, ini udah Maghrib, ayo pulang, setan-setan udah
pada dateng, ntar kalian diculik sama setan lho.”
Keesokan harinya, ibu Ari marah besar. Dia berdiri di depan
Ari. Di tangannya ada mainan bebek plastik. Katanya mainan itu dia temukan mengambang
di sumur. Rumah mereka memang ada sumurnya di samping.
“Bukan Ari yang ambil. Kemarin ada anak yang ambil,” dengan lugu
Ari mebela diri.
Ibu Ari tambah marah. Ari mendapat satu jeweran. Ibu Ari
bergegas ke rumah tetangga mengembalikan mainan itu. Ari menangis tersedu,
tersimpuh di depan pintu kamarnya.
Sore hari, seperti biasa Ari ada di atas sepedanya.
Anak-anak riuh bermain dan berlarian. Dan anak kecil itu menangis lagi. Anak
yang kemarin kehilangan mainan bebek plastik. Tangisannya semakin menjadi. Dia kehilangan
mainannya lagi. Dan Ari melihatnya anak itu lagi. Anak yang mengambil mainan.
Kali ini mainan kerincingan. Mainan itu dibawanya berputar-putar, berlarian diantara
anak-anak lainnya. Bunyi kerincingan terdengar bercampur dengan riuhnya anak-anak
bermain. Hingga anak yang menangis itu didatangi ibunya. Sambil menggendong anaknya
dia menatap Ari. Spontan Ari menunjuk ke anak yang mengambil mainan.
“Dia yang mengambil mainannya,” teriak Ari dengan polosnya.
Tapi Ari heran, ibu itu malah memandang ke anak-anak yang
lain. Bukan anak yang Ari tunjuk.
“Itu yang ambil mainannya,” suara kecil Ari lebih keras.
Jarinya kini mengarah ke tempat lain karena anak itu berlari kesana kemari sambil
membunyikan kerincingannya.
Si ibu malah melotot ke arah Ari. Dia merasa dipermainkan. Lalu
dia bawa anaknya yang masih menangis masuk ke rumahnya.
Malam itu hening. Detak jam dinding terdengar teratur di
kamar Ari. Jarum jam menunjuk angka 2 lebih. Ari pulas di dalam selimutnya. Tetapi
sesuatu membangunkannya. Dia mendengar suara gemerincing. Setengah mengantuk,
Ari terduduk di ranjang. Lama-lama Ari ingat, itu suara mainan kerincingan tadi
sore. Ari baru sadar ini masih tengah malam. Suara itu terdengar dari luar
kamar, arah sumur. Terbayang ada anak tadi sore sedang main kerencengan di
dekat sumur. Ari mulai takut. Dia turun dari ranjang memanggil ibunya. Tapi
saat melewati jendela, dia terhenti. Bunyi gemerincing itu masih disana. Ari
penasaran, apakah anak itu ada di sana? Ari buka tirai jendela. Area sumur
terlihat remang . Tidak ada orang di sana. Tapi suara gemerincing terdengar
jelas. Suara itu bergema, seperti berasal dari dalam sumur. Spontan Ari berlari
menuju kamar orangtuanya.
“Mama, Ari takut,” Ari membangunkan ibunya. Bapaknya di
sebelah ibunya mendengkur pulas.
Ibu Ari terbangun, melihat anaknya pucat pasi berdiri di
pinggir ranjang.
“Kenapa sayang?” Ibu Ari memegang tangan anaknya. Tangan itu
dingin dan basah karena keringat.
“Ari takut Ma,” wajah Ari memelas.
“Kamu mimpi buruk ya?” tanya Ibu Ari yang mulai iba melihat
anaknya
Ari hanya mengangguk. Dia tidak tahu bagaimana
menjelaskannya.
Malam itu Ari tidur ditemani Ibunya. Ibunya pulas di
sebelahnya. Tapi Ari belum bisa tidur. Suara gemerincing itu masih keluar dari
dalam sumur.
Ari terbangun. Matanya masih terbuka setengah. Tapi dia bisa
lihat ibunya duduk di samping ranjang, menunjukkan sesuatu di tangannya. Mainan
kerincingan.
“Mama nggak tahu harus gimana, mau bilang apa lagi sama ibu
sebelah,” wajah ibu Ari marah, Tapi tidak seperti kemarin. Sekarang dia agak
pasrah.
“Bukan Ari yang ambil, kemarin sore ada anak yang ambil,”
suara kecil Ari masih serak.
“Udah ini yang terakhir. Kalau kamu ambil mainan lagi, lalu
kamu buang ke sumur, seminggu kamu nggak boleh main di luar!”
Lalu Ibu Ari keluar kamar. Sepertinya dia ingin segera
mengembalikan mainan itu. Sendiri Ari masih terbaring di ranjangnya. Kali ini
dia tidak ingin menangis. Karena yang ia bayangkan adalah sumur di samping
rumah. Dengan langkah masih gontai dia menuju ke sumur. Makin dekat ke sumur
langkah Ari makin pelan. Selangkah lagi dia bisa melihat ke dalam sumur. Sampai
di pinggir sumur, Ari melongokkan kepalanya. Di dalam sumur ada seorang anak.
Anak yang mengambil mainan. Dia duduk di atas air. Ari lari terbirit menuju
kamarnya. Di kasur dia tutupkan bantal di kepalanya.
Tak lama ibu Ari datang. Dia temukan anaknya terisak di
kasur. Badannya menggigil.
“Kamu kenapa nak? Kamu sakit?”
Kini ibu Ari begitu cemas. Sebersit dia begitu menyesal
telah memarahi anaknya. Anak yang pernah hampir dia tidak miliki.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Nurjanah Tamim
ari.
sini sayang kakak peluk..
kasihan kmu
2021-08-27
0
Rey Abdullah (Pena: Kutam)
DASAR HANTU JAIL!!
2021-08-06
0
ƓáɓɓřįáÎexxa Ɲáşƴăvą Ȥ.
hrusnya klo anak kecil di blngin pelan² jngn lngsng di marahin,, trus tanyain dngn hlus siapa yg ambil.
2021-07-18
1