Selama diperjalanan Elang selalu mencuri pandang dengan ekor matanya. Dia masih khawatir gadis itu akan mencoba bunuh diri dengan melompat dari mobilnya. Tapi, kenapa gadis ini diam saja, apakah dia mati karena kebanyakan menangis? Gawat kalau sampai dia mati didalam mobilku, aku bakal sial.
Dengan memberanikan diri Elang mencoba menyentuh pipi gadis itu, di usapnya perlahan. Astaga pipi nya dingin sekali, apakah dia benar-benar sudah mati?
"Hei kau bangunlah! Jangan menakutiku! Kau tak boleh mati tanpa ijinku, apalagi dimobilku!"
Masih diam, aneh sekali. Aku harus memastikan nya. Elang menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dia memeriksa denyut nadi gadis itu.
Denyut nadinya lemah, tapi dia masih bernafas. Syukurlah dia masih hidup. Tapi tubuhnya dingin sekali, apakah terjadi sesuatu padanya. Ah aku harus mematikan AC nya, oh ya aku juga akan menyelimuti nya dengan jaket ku.
Gadis itu melenguh pelan, tubuhnya benar-benar lemah. Dia menarik tangan Elang yang sedang menyelimuti nya. Lalu menggumam, "Ibu kenapa ibu begitu kejam kepadaku"
*Wanita ini, apa sebenarnya yang terjadi padamu. Kenapa kau sampai menderita begini?
Ah Elang sadarlah, itu bukan urusanmu. Sejak kapan kau begitu peduli pada masalah yang tak berkaitan denganmu.
Aku harus segera membawanya ke rumah sakit, tubuhnya dehidrasi, bisa gawat kalau aku sampai terlambat*.
Elang memacu kendaraan nya dengan kecepatan tinggi. Berharap tak terlambat untuk menyelamatkan gadis itu. Begitu tiba di rumah sakit, ia langsung menggendong tubuh gadis itu dan membawanya masuk ke rumah sakit. Dan hal itu tentu saja mengejutkan para staf dan dokter di sana.
"Apakah benar pria yang menggendong wanita itu adalah Dokter Elang? Dokter tampan yang sangat dingin dan angkuh?"
"Hei kau lihat, dokter kesayangan mu sedang menggendong wanita lain?"
"Apakah mataku sudah rusak, sehingga aku melihat sesuatu yang tak mungkin kulihat?"
Berbagai bisikan terdengar samar ditelinga nya, membuat emosinya meledak.
"Apakah kalian masih ingin bekerja di rumah sakit ini?! Segera beri pertolongan kepada wanita ini, dia dehidrasi!"
"Ah baik dokter, maafkan kami"
Dengan sigap para perawat pun langsung membawa gadis itu menuju ruang perawatan. Mereka memeriksa kondisi pasien dengan teliti, jangan sampai ada kesalahan. Apalagi pasien ini adalah orang dekat Dokter Elang, bisa gawat kalau sampai terjadi sesuatu padanya.
"Apakah wanita ini teman dokter Elang? Kenapa dokter secuek itu bisa begitu khawatir dengan pasien ini?"
"Hush sebaiknya kau berhenti bicara, atau dokter Elang akan memindahkan mu bertugas di ruang jenazah"
Elang masih sibuk menuliskan resep untuk gadis itu, dia tak menghiraukan ocehan para perawat yang bergosip tentangnya.
Ah ibu wanita itu, ada dimana dia? Kenapa aku tak melihatnya, apakah dia sudah tidak khawatir lagi?
"Suster Lani, apakah kau melihat ibu pasien itu? Dimana dia?"
"Oh ibu Ana, beliau ada di mushalla dokter"
"Terimakasih"
Apakah dokter Elang mengucapkan terimakasih padaku? Apa aku salah dengar? Ini pertama kalinya dia bersikap ramah.
Setengah berlari Elang menuju mushalla, berharap dia bisa segera bertemu dengan ibu wanita itu.
Ternyata ibu itu masih disini. Tunggu, seperti nya dia menangis. Ya, dia sedang berdoa dan menangisi anaknya.
Perlahan-lahan Elang mendekati ibu Ana. Dengan lembut dia menyentuh pundak wanita paruh baya itu.
"Ibu, anak ibu baik-baik saja. Ibu tidak usah khawatir"
"Alhamdulillah, terimakasih Dokter... terimakasih, ibu tidak tau harus berbuat apa untuk membalas nya"
Elang meraih wanita itu dan memeluknya. Ada kedamaian yang tak pernah ia rasakan sejak lama. Inikah rasanya memeluk seorang ibu? Inikah rasanya mencintai seorang ibu?
"Ibu, sekarang ibu jenguk dia ya, biar saya antar ke ruangan nya"
Wanita itu hanya mengangguk. Elang memapah wanita itu menuju ruangan tempat anaknya di rawat.
"Ibu anak ibu sedang dirawat didalam. Ibu masuk sendiri ya, saya mau pulang dulu"
"Baik dokter, sekali lagi terimakasih"
Elang berlalu meninggalkan koridor rumah sakit. Ada perasaan hangat di hatinya saat ia bertemu dengan ibu dari gadis itu.
Aku begitu nyaman saat bertemu ibunya, tapi aku begitu marah hanya dengan mengingat gadis itu. Kau tunggu saja besok saat kau terbangun, aku akan buat perhitungan dengan mu.
*****
Malam telah larut, suasana begitu hening. Semua penghuni rumah sudah tidur. Tapi Elang masih belum bisa memicingkan mata. Dia begitu gelisah. Balik kiri balik kanan, jalan sana jalan sini, duduk berdiri lagi. Entah apa yang menggangu pikirannya.
*Apa yang terjadi padaku, kenapa aku seperti ini? Aku bahkan membujuk orang lain agar tidak bunuh diri, aku menggendong nya, padahal aku begitu tidak suka jika tubuhku disentuh orang lain. Ah, aku bisa gila karena hal ini. Sebaiknya aku bercerita kepada orang lain, mungkin aku bisa sedikit tenang.
Tapi siapa orang yang akan aku ajak cerita. Ah aku tau, aku harus menelepon Tomi, ya Tomi pasti bisa memberi solusi*.
Elang mengambil handphonenya, dengan semangat dia mencari nomor kontak Tomi, lalu menekan tombol panggilan tanpa ragu.
Tut...Tut...Tut..
Kenapa gak diangkat sih, bikin emosi nih anak. Aku telepon terus aja sampai dia menjawab panggilan ku.
Tut... Tut... Tut...
"Halo... Elang, apa terjadi sesuatu padamu? Kau butuh bantuanku segera?"
"Ah Tomi kenapa kau baru menjawab telepon ku? Beraninya kau mengabaikan ku?!"
"Maaf, aku tertidur dan baru mendengar teleponku berdering. Apa ada sesuatu yang serius terjadi padamu? Kau butuh aku untuk mengobati mu?"
"Hmmm tidak tidak, aku membutuhkan mu tapi kau tak perlu datang ke rumahku"
"Katakan apa yang bisa kubantu kawan?"
"Kau harus diam dan cukup mendengar kan ceritaku saja. Aku tidak bisa tidur, aku ingin bercerita pada mu"
"Astaga Elaaanggg!!! Dasar brengsek! Kau tau sekarang jam berapa? Jam 2 pagi, dan kau mengganggu tidurku hanya ingin aku mendengar kan cerita mu?!"
"Iya, aku ingin kau mendengar ceritaku. Apa ada yang salah?"
"Salah kepalamu! Kau mengganggu istirahat ku yang berharga, apa kau tau aku baru selesai operasi jam 12 malam tadi, dan kau menelepon ku hanya karena kau tak bisa tidur, kau... kau... keterlaluan Lang!!!"
"Tomi, beraninya kau memakiku! Bocah brengsek!"
"Ya aku memaki mu! Kau bocah brengsek yang tak tau aturan! Kau bocah brengsek yang menyebalkan! Aku matikan telepon. AKU MAU TIDUR!!!"
Klik...
"Aaahhhh Tomi ********, beraninya kau mematikan telepon ku! Aku ingin bercerita padamu tapi kau malah memaki ku. Awas kau, aku akan membantai mu!"
Brengsek, pikiranku semakin kacau. Aku benar-benar gak bisa tidur. Sebaiknya aku keluar menghirup udara segar, mungkin aja bisa mengurangi sesak.
Elang keluar dari kamar nya. Terus berjalan tanpa tujuan, akhirnya ia berhenti di pos satpam depan rumahnya. Pak Kirman yang menyadari kehadiran majikan nya merasa gugup.
Apakah terjadi sesuatu? Kenapa Den Elang datang ke pos sendiri?
Dengan memberanikan diri Pak Kirman menyapa majikan nya.
"Kok belum tidur Den?"
"Pak Kirman kebetulan ada bapak disini, boleh saya temani bapak malam ini?"
"Oh eh... anu boleh Den, boleh..." Pak Kirman gelagapan.
"Saya gak bisa tidur pak, dada saya sesak, pikiran saya pun tak karuan"
"Ehmm mungkin karena Aden belum terbiasa sama suasana di sini"
Aduh aku bingung harus jawab apa, jangan sampai salah jawab dan jadi masalah. Aden kenapa harus keluar sih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Caramelatte
semangat thor!
Salam dari "Belong to Esme"
2020-12-01
1
Wiwik Dwi
heeeem seruu thorr...semangaat
2020-11-10
4