Hari itu, Lily dan Adrian menjalani kesibukan mereka masing-masing, dan sore harinya, Lily kembali pulang lebih awal, karna harus menyiapkan makan malam untuk Adrian.
Lily pulang di antar oleh Aldi, meskipun Aldi masih kesal dengan Adrian. Tapi, Ia tidak tega bila harus menolak keinginan sahabatnya.
*Di depan kediaman Adrian Wijaya.
"Lo gk mampir dulu Al?" Tanya Lily,
"Makasih tawarannya Ly, lain kali aja. Gue belum siap ketemu sama b*jingan itu!" Jawab Aldi, menunjukkan wajah kesalnya.
"Ya udah, kalo gitu, gue masuk dulu yah." Ucap Lily, Ia langsung menutup pintu mobil Aldi. Dan hanya di balas anggukan oleh Aldi.
Lily melangkah memasuki Rumah ber-cat putih itu. Ia langsung menuju ruang dapur.
Lily mengeluarkan beberapa bahan masakan dari dalam kulkas. Tak lupa selembar apron sudah melekat sempurna di bagian depan tubuhnya.
Kakinya yang masih sakit, sedikit menyulitkannya bergerak. Kali ini Ia menghabiskan waktu lebih banyak untuk memasak, dari waktu biasanya.
Lily yang terlalu larut dalam ritual memasaknya, tidak menyadari kedatangan Adrian di belakangnya.
Adrian datang membawa sebuah paperbag yang cukup berat. Adrian meletakkan barang bawa'annya di atas meja makan. Lily tersentak mendengar bunyi gaduh, dari isi paperbag yang di bawah Adrian, Lily menoleh dan mendapati Adrian berdiri di sana.
"Rian, sejak kapan kau disitu?" Tanya Lily.
"Baru saja." Jawab Adrian.
"Lalu, Apa yang kau bawa itu?" Tanya Lily, matanya melirik ke arah barang bawa'an Adrian di atas meja.
"Ini lampu emergency, Aku sengaja membeli beberapa buah, Pak Dodi akan memasangnya di beberapa tempat di rumah ini, termasuk dapur dan kamarmu. Agar saat lampu padam, kau tidak menyusahkan ku seperti semalam." Sarkas Adrian.
Lily hanya diam mendengar ucapan Adrian.
Adrian kemudian berjalan ke arah tangga menuju kamarnya.
Setelah kepergian Adrian, Lily kembali melanjutkan ritual memasaknya.
*Malam hari, di meja makan.
Adrian makan dengan lahap, masakan yang di hidangkan Lily. Malam ini, Lily memasak beberapa makanan Jepang terfavorite di cafenya.
Adrian melirik ke arah Lily, yang lagi-lagi, memilih tidak makan malam.
"Kenapa kau tidak makan?" Tanya Adrian.
"Aku sudah bosan memakan hidangan ini." Ucap Lily, mencari alasan.
"Apa aku boleh bertanya sesuatu?'' Tanya Adrian.
"Ya, tentu!" Jawab Lily, memandang ke arah Adrian.
"Kenapa kau memilih, menyajikan makanan khas Jepang di Cafemu? Kenapa bukan khas Indonesia? Atau negara lain?"
"Semuanya berawal dari kekagumanku terhadap Negara Jepang. Kami pernah kesana, sekali. Saat usia ku 9 tahun, meskipun hanya sepekan. Liburan waktu itu benar-benar sangat berkesan bagiku, Kota Kyoto benar-benar menjadi tempat impianku. Saat pelulusan SMA, sebenarnya aku memilih kuliah di Jepang. Tapi, Ayah dan Ibu, menentang keras keinginanku, katanya sih sudah cukup mereka merindukan anaknya. Padahal aku tidak pernah meninggalkan mereka dalam waktu yang lama. Sampai saat ini harapanku di dunia ini hanya satu, aku hanya ingin suatu saat bisa berkarir di Negara itu." Ucap Lily, terlihat jelas senyumnya yang merekah saat membahas negara Jepang.
Adrian mengangguk mendengar penuturan Lily, 1 lagi fakta yang baru Ia ketahui tentang Lily terhadap kekagumannya dengan negara Jepang.
Malam itu, keduanya sangat menikmati obrolan panjang mereka. Jujur saja Adrian merasa, Lily adalah sosok yang cukup menyenangkan. Lily tidak se-membosankan yang ada di pikirannya. Lily mampu membuat obrolan-obrolan yang cukup berbobot dan dan punya makna tersendiri, tidak sekedar bicara omong kosong.
Lily yang mulai mengantuk, Ia mengkhiri obrolannya dengan Adrian, dan pamit menuju kamarnya.
"Tidurlah! Besok pagi, Aku akan menemanimu ke tempat Dokter Dimas. Mulai besok, kau kembali menjalani terapi, setiap dua kali seminggu, untuk menghilangkan trauma mu." Ucap Adrian.
Lily tertegun,
"Dokter Dimas? Tidak perlu, Aku sudah sembuh! Aku tidak butuh terapi...!" Ucap Lily dengan wajah kesal.
"Kau jangan keras kepala! ini bukan keinginanku, tapi keinginan Ayahmu. Mereka menyuruhku mendampingi mu selama pengobatan. Tadi siang, mereka berangkat keluar kota, katanya sih ada urusan penting." Adrian berusaha memberikan penjelasan pada Lily.
"Tunggu! Apa katamu? Keluar kota? Ayah dan ibuku keluar kota? Begitu maksud mu?" Tanya Lily, berusaha memastikan ucapan Adrian.
Adrian hanya membalasnya dengan anggukan.
"Ya Ampu...n, mereka meninggalkan ku? Kenapa mereka masih selalu kesana? Dan sekarang, mereka pergi tanpa mengajakku? menyebalkan!" Gerutu Lily.
"Memangnya ada ada apa? Kemana mereka? kenapa sampai sekesal itu?" Tanya Adrian.
"Aku yakin mereka pasti ke tempat itu, tempatnya tidak jauh dari Villa di puncak. mungkin 25 menit perjalanan dari Villa ke tempat itu. Aku baru sekali kesana, itupun hanya sebentar, karna aku maksa pengen ikut. Setelah sampe, aku di suruh kembali ke Villa dengan Supir pribadi Ayah, sedangkan Ayah dan ibu, selalu tinggal sampai berhari-hari di tempat itu. Mereka selalu me-nonaktif-kan ponsel mereka selama di sana.
"Sok tahu sekali kau, bisa saja mereka pergi ke kota lain, karna urusan bisnis. Naiklah ke kamar mu dan segera tidur. Kau harus segera sembuh, agar tidak merepotkan ku lagi." Ketus Adrian.
"Tadi ia terlihat sangat baik saat mengobrol di meja makan, tapi kenapa sikap nyebelinnya tiba-tiba muncul lagi." Gumam Lily.
"Oke, terserah kau saja. Aku juga enggan merepotkan orang sepertimu." Ucap Lily melangkah ke arah tangga, menuju kamarnya.
Adrian hanya diam mendengar ocehan Lily. Ia memilih ikut melangkah ke kamarnya. Malam itu mereka tidur dengan nyenyak di kamar masing-masing.
*Pagi harinya di kediaman Adrian Wijaya.
Setelah sarapan mereka berdua berangkat ke tempat Dokter Dimas. Dokter Dimas dan Adrian sengaja memilih waktu pagi, karna Lily dan Adrian harus berangkat ke kampus pukul 09:00.
*Dikediaman Dokter Dimas.
Lily masuk pada sebuah ruang terapi khusus, Lily di dampingi Adrian di ruangan itu. Dokter Dimas mematikan lampu ruangan terapi itu, Ia sengaja ingin melihat respon Lily secara langsung, agar lebih mudah mengetahui tindakan dan penanganan yang pas untuk pengobatan Lily.
Lily menjerit. Ia langsung menghadap ke arah Adrian dan langsung memeluknya dengan erat. Adrian dapat merasakan nafas Lily yang menderu dan terdengar sesak, tangannya dingin, dan tubuhnya mulai keringat.
Adrian merasa iba dengan keadaan Lily, Adrian membalas pelukan Lily, Adrian mengusap dengan lembut punggung Lily. Adrian berusaha menenangkan ketakutan Lily.
"Kau pasti bisa sembuh gendut, Kau harus bisa melawan rasa takutmu itu." Ucap Adrian yang mulai mendengar suara Lily yang mulai terisak.
Dokter Dimas terus memantau respon Lily dari arah Camera CCTV Infrared yang terpasang di sudut ruangan itu. Melihat respon Lily yang memang nampak ketakutan membuatnya kembali keruangan itu dan menyalakan lampunya.
Spontan kedua orang itu langsung melepaskan pelukannya, Lily dan Adrian nampak kikuk.
"Kenapa tadi aku memeluknya?" Batin Lily yang masih berusaha menormalkan keadaan mentalnya yang sempat down.
"Sepertinya Aku sudah gila, Apa yang aku lakukan padanya tadi?" Gumam Adrian.
Dokter Dimas hanya tersenyum melihat kelakuan mereka berdua.
"Bagus Adrian, memang seperti ini yang harusnya di lakukan pendamping pasien, memberi motivasi dan semangat untuk kesembuhannya. Anda suami yang sangat baik." Ucap Dokter Dimas.
Adrian dan Lily hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Dokter Dimas. Mereka berdua mengikuti langkah Dokter Dimas menuju ke meja kerjanya.
"Melihat reaksi Lily tadi, Saya akan kembali menerapkan Metode Hipnoterapi. Metode Hipnoterapi ini, cukup sering di lakukan untuk membuat pasien lebih relax, mengurangi stres, hingga membantu pasien berhenti dari kebisaan buruknya. Biasanya pengobatan ini akan di barengi dengan pemberian obat Antidepresan, Antipsikotik, Mood stabilizer, serta Obat pereda cemas, tergantung dari diagnosis penyakit atau masalah kejiwa'an yang di hadapi pasien. Sebenarnya kondisi Lily ini sudah lebih baik dari beberapa tahun lalu saat Lily pertama kali terkena Depresi. Saat itu, Lily memaksa ingin keluar dan mengamuk di ruangan gelap itu. Tapi tadi, saya melihat Ia mulai melawan rasa takut itu. Saya merasa pengobatan kali ini akan lebih cepat dan mudah. Yah, meskipun Ia masih terlihat sedikit tertekan dalam kegelapan. Apa lagi pengobatan kali ini, sudah di dampingi Mas Adrian, Pasien sangat membutuhkan semangat dan dorongan dari orang-orang yang mereka sayangi." Ucap Dokter Dimas memberi penjelasan panjang pada sepasang Suami Istri yang ada di hadapannya.
Adrian hanya tersenyum kikuk mendengar ucapan terakhir Dokter Dimas.
Mereka memulai pengobatan Hipnoterapi untuk Lily.
Setelah menjalani beberapa prosedur terapi pagi itu. Mereka pamit kepada Dokter Dimas.
*Adrian melajukan mobilnya kearah kampus.
"Adrian, turunkan Aku di depan mini market samping gerbang kampus, Aku gk mau orang-orang curiga melihat kita berangkat bersama."
Adrian mengangguk setuju dengan pendapat Lily. Adrian menurunkan Lily di depan mini market yang di maksud. Ia kemudian melajukan mobilnya memasuki gerbang kampus. Setelah memarkirkan mobilnya, Adrian mengayungkan kakinya menuju ruang kuliahnya.
Tiba-tiba Nadia datang menghampirinya.
"Adrian...." Sapa Nadia.
"Ya, ada apa?" Tanya Adrian dengn wajah cueknya.
"Siang ini, ada seminar di aula kampus. motivatornya orang yang cukup sukses loh! Aku mau ke aula bareng kamu." Ajak Nadia yang sudah bergelayut manja di lengannya.
"Terserah kau saja, tapi lepaskan dulu tanganmu. Satu lagi, jangan menyentuhku selama di Aula nanti." Adrian terpaksa menerima ajakan Nadia, karna Ia tahu meskipun Ia menolak, Nadia akan terus memaksanya.
Nadia bersorak gembira, Adrian yang risih melihatnya, memilih meninggalkannya, dan masuk dalam ruangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
kakak😊
cinta pak bos hadir lagi ya😉
mampir kembali yuk kak
sehat dan semangat selalu ya💪
2020-12-25
0
Anaata Sya
Adrian niat menenangkan tapi ada sedikit ejekan ya...
Keep spirit!!!
Salam JTK
2020-11-26
0
Emonee
Aldrian dan Lily so sweet semangat ya semoga cepat merasakan cinta like untukmu Thor🧡🧡🧡🧡🧡🌟🌟🌟🌟🌟
mohon dukungan
CINTAKU GEA
2020-11-25
0