Adrian memutuskan membopong tubuh Lily ke kamar tidurnya, Ia berencana menelpon Pak Hendra. Adrian tak ingin Pak Hendra dan Istrinya tau, kalau Lily dan Adrian tidur dengan kamar terpisah.
"Wanita ini tak seberat perkira'anku, aku bahkan merasa berat badannya benar-benar berkurang setelah pernikahan kami, apa aku berhasil membuatnya menderita?" Gumam Adrian, saat meletakkan tubuh Lily di atas tempat tidurnya.
Perlahan Adrian mengayungkan kakinya menuju pintu. Tapi baru beberapa langkah, Lily berusaha meraih tangannya dan menggenggamnya.
Grepp!
"Kau...kau mau kemana?" Tanya Lily dengan gelisah. Adrian merasakan tangan Lily begitu dingin dan masih gemetar.
"Tunggu sebentar, Aku akan kebawah mengambil kotak P3K, kaki mu harus segera di obati." Ucap Adrian pelan. Jujur saja Ia sangat khawatir melihat keada'an Lily.
"Tidak, Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Kaki ku gk apa-apa. Darahnya juga akan berhenti mengalir nanti. Tetaplah disini menemaniku." Ucap Lily dengan nada memohon.
"Baiklah. Tapi, sebaiknya aku menghubungi Ayah dan ibumu. Lihatlah, sepertinya keada'an mu sedang tidak baik-baik saja. Kau bahkan tidak peduli dengan kakimu yang sejak tadi meneteskan darah. Jujur, aku gk tahu, apa yang harus aku lakukan untukmu."
Ucap Adrian dengan suara berat.
Lily hanya mengangguk, menyetujui ucapan Adrian.
40 menit berlalu. Adrian telah membersihkan kaki Lily dengan alat seadanya yang Ia temukan di kamarnya. Lily pun sudah mulai terlelap dalam tidurnya. Meskipun sesekli Ia masih mengigau, terdengar seperti berteriak ketakutan kepada seseorang.
Saat Adrian hampir terlelap, terdengar suara ketukan dari balik pintu kamarnya. Adrian melangkah dan membukanya. Dari balik pintu terlihat kedua orang tua Lily, dan 2 orang yang berpenampilan seperti dokter.
"Bagaimana keada'an Lily nak?" Tanya Pak Hendra, dengan segurat kerisauan di wajahnya.
"Lily sudah tidur Ayah. Tapi Aku khawatir dengan luka di kakinya, Ayah." Jawab Adrian.
"Tenangkan dirimu dulu nak. Kenalkan ini Dr. Lusi, beliau adalah dokter pribadi keluarga kami, dan ini adalah suaminya, Dr. Dimas. Beliau adalah seorang psikiater, yang biasa menangani bila keada'an mental Lily kembali memburuk . Ayah sengaja mengajak mereka berdua, untuk memastikan keada'an Lily baik-baik saja. Sebaiknya, kita mengobrol di bawah, sembari menunggu dokter Lusi selesai mengobati kaki Lily." Ucap Pak Hendra.
*Diruang tamu Lantai Bawah
"Sebenarnya apa yang terjadi nak Adrian? kenapa Lily bisa sekacau itu?" Tanya Ibu Dila.
Adrian mulai menceritakan kejadian yang terjadi satu jam yang lalu itu.
Mendengar cerita Adrian membuat Ibu Dila meneteskan air matanya. Ia tak rela, bila anaknya harus kembali merasakan ketakutan itu.
"Aku khawatir dengan keada'an anak kita mas." Ucap Ibu Dila kepada suaminya.
"Jujur saja, Adrian merasa ada yang aneh pada Lily. Badannya gemetar, bahkan Ia seperti gk merasakan sakit pada kakinya padahal darahnya sudah mengucur deras, saat tidurpun Ia kembali terlihat ketakutan, sesekali Lily mengigau dan berteriak 'jangan mendekat, pergi', Itu bukan hal normal Ayah, mungkin ini yang biasa di sebut serangan panik, Adrian juga gk tahu. Itulah sebabnya Adrian memutuskan memanggil Ayah dan Ibu." Ucap Adrian, Ia masih tak habis fikir dengan sikap Lily tadi.
"Sepertinya traumanya belum benar-benar pulih, Dokter." Ucap Pak Hendra, setelah mendengar penuturan Adrian.
"Benar. Kejadian waktu itu, cukup menyisahkan trauma mendalam, saat Ia melihat kegelapan. Saran saya, sebaiknya terapinya kembali di lanjutkan." Timpal
Dr. Dimas
"Trauma? Memangnya kejadian apa yang menimpanya hingga bisa trauma seperti ini, Ayah?" Tanya Adrian, yang semakin bingung mendengar obrolan kedua orang yang ada di depannya.
Sebenarnya Pak Hendra enggan menceritakan kejadian yang hampir membuat putri semata wayangnya gila.
Kejadian itu membuat keluarga mereka benar-benar terpuruk dan sedih.
Tapi sekarang, Adrian adalah suami Lily. Dan Ia merasa, memang seharusnya Adrian mengetahui hal ini. Pak Hendra menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara kasar. Ia mulai bercerita kepada Adrian.
"Saat Lily berumur 15 tahun, Lily pernah di culik oleh seseorang yang berpakaian badut, kami menyebut badut itu, Mr.X. Karna sebelum penculikan, ada beberapa pesan misterius yang kami terima, dari Mr.X ini.
Mr.X membawa Lily kesebuah gedung tua yang tak jauh dari rumah kami waktu itu. Ruangan di dalamnya sangat gelap, tak ada sedikitpun cahaya yang masuk keruangan itu. Mr.X menyekap Lily selama 4 hari, dan tepat hari ke empat, Lily berhasil kabur setelah menusuk bahu bagian kanan Mr.X, menggunakan pisau yang disiapkan Mr.X untuk membunuh Lily. Selama di sekap di sana, Lily sering di ancam, Mr.X selalu mengatakan akan membunuh kami bertiga. Dan setiap Mr.X datang menemui Lily, Ia selalu menggunakan pakaian badutnya.
Semenjak kejadian itu, Lily sangat takut dengan kegelapan dan badut. Bahkan Lily sempat depresi berat dan takut keluar rumah. Namun setelah melakukan terapi selama hampir 1 tahun, keada'an mentalnya mulai membaik. Kami bahkan mengira Lily sudah melupakan kejadian itu. Tapi, ternyata kenangan buruk itu masih sangat membekas di hidupnya." Ucap Pak Hendra lirih. Ia kembali menghela nafas panjang.
Adrian nampak terkejut mendengar penuturan dari Pak Hendra.Ia bisa melihat jelas kesedihan dan kerisauan di wajah kedua mertuanya.
Adrian tidak menyangka, wanita yang ia benci, pernah mengalami hal yang menyakitkan seperti ini.
"Masih tegakah aku menorehkan dan menambah kenangan buruk di hidupnya?" Gumam Adrian.
"Kalo begitu, memang seharusnya kita melanjutkan terapinya, Ayah. Sungguh, Adrian benar-benar gk tahu tentang kejadian ini. Pantas saja tubuhnya sampe gemetar." Ucap Adrian.
"Iya, Nak. Kamu benar, Ayah mohon, tolong dampingi Lily selama terapi penyembuhannya nanti, pekan depan Ayah dan ibu harus keluar kota, ada hal penting yang harus kami selesaikan." Ucap Pak Hendra.
"Akan Adrian usahakan, Ayah." Ucap Adrian, menyanggupi permintaan Ayah mertuanya.
"Saya akan menjadwalkan waktu terapi untuk Lily, 2 kali seminggu senin dan jum'at. Orang yang mengalami tekanan mental seperti Lily, sangat membutuhkan dukungan dan semangat dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Hal itu akan membuat mood dan emosinya bisa terjaga dengan baik, saya harao anda mengerti hal itu, Tuan Adrian." Tegas Dr.Dimas.
Adrian mengangguk dan tersenyum mendengar Ucapan Dr. Dimas. Adrian merasa memang harus membantu Lily.
"Aku memang harus membntunya, ini bukan kepedulian Adrian, ini hanya sekedar balas budi, jadi tidak perlu terlalu berbaik hati padanya." Gumam Adrian.
Setelah Dr. Lusi mengobati kaki Lily, mereka berempat pamit kepada Adrian.
"Tolong jangan tinggalkan Lily, Nak. Ayah khawatir Ia kembali tak bisa mengontrol dirinya, Ayah titip Lily padamu, Nak. Sebenarnya kami gk tega harus ninggalin Lily. Tapi urusan kami kali ini, benar-benar urusan yang sangat penting!" Pinta Pak Hendra.
"Ia Ayah, gk perlu mencemaskannya. Aku akan menjaganya!" Ucap Adrian, sambil mencium punggung tangan kedua mertuanya secara bergantian.
Setelah kepulangan mereka. Adrian kembali ke kamarnya dan membaringan tubuhnya di sofa samping tempat tidur. Ia melihat Lily terlelap di tempat tidurnya.
"Harusnya aku senang melihatmu menderita, tapi entah kenapa, ada pertentangan batin dalam diriku. Sepertinya aku juga butuh seorang psikiater, hatiku dan keinginanku selalu tak searah dalam menginginkan sesuatu." Ucap Adrian lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Uswatun Kasanah
ya sama2 di obatin
2022-05-31
0
Uswatun Kasanah
ya sama berobat aja biar gak jahat
2022-05-31
0
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
cinta pak bos hadir menyapa lagi kak😉
mampir lagi yuk..
sehat dan semangat ya💪
2020-12-20
0