Lily melangkah memasuki rumah 2 lantai itu, setelah melihat kepergian sahabatnya.
"Nona Lily, ya ampun..., Kok baru pulang? Bibi jadi khawatir tau," ucap Bi Nia yang tiba-tiba muncup dari halaman belakang.
"Eh bibi...," sapa Lily, yang langsung mencium punggung tangan Bi Nia.
Bi Nia terharu dengan sikap Lily yang selalu sopan, dan menghormatinya, meskipun dirinya hanya seorang asisten rumah tangga.
"Bibi, sore ini aku yang masak yah, Bibi istirahat saja," ucap Lily tersenyum manis kepada Bi Nia.
Tapi Lily melihat keanehan pada Bi Nia. Nampak seraut kesedihan, di wajah wanita paruh baya itu. Lily dapat menangkap kegundahan yang tersimpan di hatinya.
"Ada apa Bibi? Kenapa terlihat murung seperti ini?" tanya Lily, yang kemudian menuntun Bi Nia, untuk duduk di kursi uang ada di dekatnya.
" Anu..., itu... Bibi kayaknya harus izin ke kampung, tapi Tuan Adrian belum pulang. Ibu Bibi sakit parah, dan Bibi ingin ke kampung merawatnya Nona," ucap Bi Nia dengan suara serak, seperti sedang menahan tangisannya.
"Sabar yah Bi. Saya yakin, pasti Adrian akan ngizinin Bibi kok. Bibi brangkat aja.. , Bibi mau di antarin kemana? Stasiun? Atau ke terminal? Biar Lily yang antar Bi," tanya Lily yang merasa iba dengan wanita paruh baya yang ada di hadapannya.
"Gk usah Nona, nanti Bibi minta tolong sama Pak Dodi, tadi Tuan Adrian nyetir sendiri ke kantor. Jadi Pak Dodi nganggur Nona," ucap Bi Nia sopan. Ia sungkan menerima tawaran Lily.
"Ya udah, tunggu bentar Bi," Lily merogoh tasnya dan mengambil beberapa lembar uang pecahan 100.000.
"Ini ongkos buat Bibi, Bibi hati-hati yah, kalo udah sampai, kabari Lily yah Bi," ucap Lily sambil menyodorkan uang itu. ke arah Bi Nia.
"Terimakasi Nona Lily," Bi Nia, menerimanya dengan air mata haru, Ia semakin kagum melihat kemurahan hati putri Pak Hendra itu.
Bi Nia yang sudah mendapatkan izin dari Lily pun mengambil tasnya dan berangkat. Ia di antar oleh supir pribadi keluarga Wijaya.
Setelah kepergian Bi Nia, Lily melangkah masuk ke arah dapur. Ia mulai memasak beberapa menu kesuka'an Adrian yang sempat Ia tanyakan kepada Bi Nia sebelum berangkat tadi.
Tak butuh waktu lama, semuanya selesai.
5 menu kesuka'an Adrian sudah terhidang di atas meja.
"Ya Allah, semoga rasanya tak mengecewakan," gumam Lily.
Baru beberapa menit Lily duduk beristirahat, terdengar suara langkah kaki dari arah ruang tamu menuju dapur.
"Bibi..., aku haus. Tolong buatkan jus jeruk tanpa gula, dan...," ucapan Adrian langsung tersendat ketika tahu, ternyata buka Bi Nia yang ada di dapur, tapi Lily.
Adrian yang baru pulang dari kantor tak tahu tentang kedatangan Lily, dan kepergian Bi Nia.
"Aku pikir, kamu gk bakal balik lagi kerumah ini. Ternyata masih punya nyali juga kamu. Terus, kemana Bi Nia?" ucap Adrian, yang menampakkan raut wajah kesalnya.
"Bi Nia pulang kampung, Ibunya sakit parah, Ia izin sementara waktu," ucap Lily sambil melangkah kearah kulkas, mengeluarkan beberapa butir jeruk, dan hendak membuatkan segelas jus jeruk peras untuk Adrian.
"Jusnya masih sementara kubuat, sebaiknya naiklah ke atas, mandilah, bersihkan tubuhmu terlebih dulu," perintah Lily yang terlihat memasang wajah cueknya pada Adrian.
Adrian yang memang merasa lelah dan gerah, menurut saja. Ia sedang tidak mood berdebat dengan Lily.
Hari pertamanya bekerja di kantor, cukup menguras banyak tenaganya. Adrian melangkah ke tangga menuju kamarnya.
35 menit berlalu. Adrian sudah selesai dengan ritual mandi dan berpakaiannya. Adrian keluar kamar dan mulai berjalan ke arah tangga. Saat melewati pintu kamar Lily, Adrian melirik ke cela pintu yang sedikit terbuka.
Nampak dari cela pintu itu, Lily tengah melaksanakan sholat magrib. Entah kenapa perasaan yang tak biasa menyeruak dari dalam hatinya.
Entah apa yang Adrian pikirkan, Ia terus mematung dan berdiri di sana.
Lily yang telah selesai sholat, membuka mukenanya dan melangkah dengan tergesa-gesa keluar kamar, Ia tak ingin membuat Adrian menunggu, untuk makan malam.
Tapi langkahnya tiba-tiba berhenti melihat Adrian berdiri dan mematung di depan pintu kamarnya.
"Ada apa Rian? Apa kau butuh sesuatu?" tanya Lily.
"Tidak. Aku hanya ingin turun kebawah, tapi entah kenapa kakiku tiba-tiba terasa keram, jadi aku menghentikan langkahku sejenak," ucap Adrian mengelak.
"Apa sudah baikan? Atau masih terasa keram? Sebaiknya kau berjalan dengan sedikit membungkuk kedepan. Berjalan seperti itu mampu meringankan kaki yang terasa keram. Kau pasti sudah lapar, bukan? Ayo, jus pesananmu pun sudah jadi," ucap Lily yang mulai berjalan ke arah tangga, dan di ikuti Adrian di belakangnya.
Mereka berdua duduk saling berhadapan di meja makan.
"Sebaiknya minumlah dulu jus mu sebelum makan nasi.," ucap Lily membuka obrolan, sambil menyodorkan segelas jus jeruk peras buatannya.
"Kenapa gk dingin? Aku mau minum yang segar-segar," protes Adrian, karna jusnya di sajikan tanpa es.
"Sudah, gk usah protes. Minum saja, minuman dingin gk terlalu baik untuk kesehatan." Sahut Lily.
Ucapan Lily mengingatkan Adrian pada Ibu Siska, mendiang mamanya. Ibu Siska juga sering melarang Adrian mengonsumsi minuman dalam keadaan dingin. Adrian terdiam. Ia kembali meneguk jusnya hingga habis.
Lily mulai menyajikan nasi, dan beberapa lauk di atas piring keramik yang ada di depan Adrian. Suasana canggung terasa di antara mereka.
Mereka berdua berusaha menutupi keada'an jantung yang mulai berdetak tak karuan. Adrian berusaha mencairkan suasana dengan bertanya pada Lily.
"Kenapa kamu gk makan?"tanya Adrian.
''Aku.... Aku sudah makan tadi di cafe, sebelum pulang," jawab Lily sedikit gugup, Ia merasa tak mungkin jujur, tentang program diet yang yang Ia jalani mulai malam ini.
"Pasti ia akan kembali mengolokku saat tau aku sedang diet," batin Lily. Ia tak sadar sedang menunjukkan ekspresi yang cukup menggemaskan di hadapan Adrian.
"Kenapa wajah seperti itu? Kenapa kau mengerucutkan bibirmu? Kau terlihat sangat aneh," sarkas Adrian, yang sudah memasukkan beberapa suapan kemulutnya.
"Hah? Maaf aku gk sadar." Ucap Lily gugup.
Adrian yang telah menghabiskan makan malamnya, mulai melangkah ke arah ruang keluarga untuk menonton sejenak, me-relax-kan badan dan pikirannya.
Sedangkan Lily terlihat sibuk mencuci piring dan beberapa alat masak yang Ia gunakan tadi. Tapi tiba-tiba lampu padam, Lily menjerit.
"Adrian..., tolong..., nyalakan lampunya." teriak Lily.
Terdengar pecahan kaca dari arah dapur.
Adrian terlonjak. Adrian segera meraba ponselnya dan menyalakan Flashlight pada ponselnya.
Ia berjalan tergesa-gesa ke arah dapur dan mencari keberada'an Lily. Terlihat beberapa pecahan piring berserakan di lantai. Matanya tiba-tiba terbelalak melihat banyak darah yang menetes di tempat itu.
"Lily..., Kau dimana?" ucap Adrian dengan suara panik. Tapi tak ada jawaban dari Lily.
Tiba-tiba lampu kembali menyala, membuat Adrian lebih leluasa mengedarkan pandangan nya mencari Lily. Tiba-tiba terdengar suara tangisan dari sudut ruangan yang ada di belakangnya.
Adrian kembali terperanjat melihat Lily sedang berjongkok di sana, badannya gemetar, nafasnya menderu, air mata dan keringatnya terus mengalir, darah di kakinya juga mengucur deras. Tapi Ia seperti tak merasakan sakit sedikitpun pada kakinya.
"Lily..., kenapa kau disitu?" Adrian langsung menghampiri Lily.
"Kakimu terluka terkena beling, lukanya sobeknya cukup lebar, kakimu harus segera di obati Lily," ucap Adrian panik.
Lily terus menangis, badannya masih gemetar. Ia masih bergeming mendengar Ucapan Adrian.
Lily sekilas terlihat seperti orang yang terkena serangan panik.
...---------------------------------------------------------...
Makasih kakak Udh mampir 💞
Jangan lupa Like, comen , dan Vote yah kakak.💞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Uswatun Kasanah
ih kasian liliy
2022-05-31
0
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
like lagi pastinya
semangat selalu ya💪💪💪
2020-12-14
0
ARSY ALFAZZA
❤️❤️❤️
2020-11-21
0