Ucap Lily yang mengarahkan pandangannya kepada seorang anak laki-laki berumur 5 tahun, yang berjalan dengan tongkat dan kaca mata khas orang buta, anak itu berjalan beriringan bersama seorang wanita paruh baya.
"Hmm... Kau tau nona? katanya sih anak itu buta sejak lahir, namanya Idam, ada kelainan pada matanya yang di sebut Retinopathy of prematury (ROP), yang merupakan gangguan mata yang banyak di alami oleh bayi prematur. Idam lahir prematur karna kecelakaan kerja yang di alami ibunya saat kandungannya berumur 7 bulan. Ia terpaksa bekerja karna suaminya selingkuh , Ia pergi meninggalkannya. Dan orang tua yang bersama Idam itu neneknya, mereka kemari untuk menjenguk Ibu Idam yang sedang sakit." Ucap perawat itu sambil terus mengikuti langkah Lily.
"Mbak tahu dari mana? hmm, nama mbak siapa?" tanya Lily penasaran, hatinya cukup tersentuh mendengar cerita perawat itu.
"Nama saya Amelia mbak, kemarin orang-orang dari komunitas CARE FOR THE POOR datang menjenguknya, sekalian meminta data-datanya, untuk melakukan penggalangan dana. Ia gk bisa bayar biaya perawatannya. Saya mendengar Ibunya Idam yang bernama ibu Ira menceritakan semua kejadian itu, saya pengen ikut bantu, tapi hidup saya juga pas-pasan mbak." Ucap perawat iti sambil tersenyum kecut.
"Tolong antarkan saya keruangannya setelah menemani Adrian jalan-jalan dan sarapan." Ucap Lily berbisik ke dekat telinga Amelia, yang ternyata masih terdengar di telingan Adrian.
Amelia hanya mengangguk dan tersenyum.
"Kita masih sangat beruntung Rian, meskipun Papa Wijaya dan Mama Siska baru saja meninggal. Tapi setidaknya, kamu masih sempat merasakan kasih sayang lengkap dari mereka berdua. Bahkan sampai saat ini meskipun mereka udah pergi, tapi aku yakin, kasih sayang mereka masih tetap ada untuk kamu. Kita juga tak pernah merasakan kekurangan harta, Aku cukup yakin uang mu pasti cukup untuk membeli barang-barang apa saja yang kamu mau. Dan kau tahu Rian? Mata adalah salah satu aset yang sangat berharga. Aku pernah baca 'Disetiap keindahan ada mata yang memandang, di setiap kebenaran ada telinga yang mendengar, dan di setiap kasih, ada hati yang berbahagia'. Dan kita masih beruntung bisa melihat wajah orang-orang yang kita sayang, meskipun hanya sekedar foto." Hibur Lily pada Adrian yang masih enggan untuk berbicara.
"Lihat anak itu!" sambung Lily, sambil mengarahkan pandangan ke arah Idam yang sudah berada di ujung lorong rumah sakit.
"Mendengar suara Ayahnya saja mungkin tidak pernah, terlebih lagi dia gk pernah tahu seperti apa indahnya wajah ibu yang sangat mengasihinya." Ucap Lily lirih, yang suaranya mulai terdengar sedikit terisak.
Entah kenapa, Adrian yang mendengar itu semua mulai merasa, Lily adalah sosok yang berbeda, Ia selalu berusaha menemukan alasan untuk bersyukur di setiap keadaan, dan menikmati hidupnya. Berbeda dengan dirinya, yang selalu menilai kebahagiaan dengan rupiah.
setelah berjalan sekitar 18 menit, mereka bertiga sampai pada sebuah taman kecil di sisi rumah sakit, Lily dan Amelia duduk di sebuah kursi panjang di bawah pohon.
Lily perlahan menyuapi Adrian yang duduk di kursi roda, yang menghadap ke arah Lily. Meskipun awalnya ia menolak, tapi akhirnya Lily dan Amelia berhasil membujuknya.
Setelah sarapan Lily mendorong kursi roda Adrian kembali ke kamarnya.
"Istirahatlah! Aku keluar dulu, aku ada urusan sebentar, aku akan segera kembali." Ucap Lily sambil memasang selimut dari kaki hingga ke perut Adrian.
"Pergi saja! aku juga tidak menunggu mu kembali." balas Adrian yang memalingkan pandangannya ke tempat lain.
Lily yang mendengar kan ucapan Adrian berjalan keluar, Ia berpura-pura tidak mendengar ucapannya.
Di luar ruangan, Amelia sudah menunggu Lily. Mereka pergi menjenguk Ibu Ira serta memberi beberapa lembar uang untuk pengobatan Ibu Ira dan uang jajan untuk Idam. Ibu Ira menangis terharu dan berterima kasih pada Lily.
***
2 Minggu berlalu, Tapi Adrian belum juga mau berbicara dengan Lily, tapi Lily dengan sabar menghadapi sikap cuek Adrian.
Sore ini, Adrian sudah di bolehkan pulang oleh pihak Rumah Sakit. Pak Hendra, Ibu Dila dan Lily datang menjemputnya.
Lily sudah menyiapkan semua barang Adrian, dan di bantu Pak Hendra untuk membawa barang-barangnya ke dalam mobil, yang baru Ia beli beberapa waktu lalu setelah insiden kecelakaan itu.
Adrian duduk di depan, di samping Pak Hendra yang sedang mengemudi, sedangkan Lily dan Bu Dila duduk di kursi bagian tengah.
"Bagaimana kedaanmu nak? " tanya pak Hendra yang mulai membuka percakapan.
"Sudah baikan, beberapa luka juga udah mengering." Jawab Adrian singkat, sambil sesekali bergerak mencari posisi yang nyaman di kursinya.
Wijaya melihat Adrian menjawab pertanyaannya cukup cuek. Ia memang tahu, Adrian menerima perjodohan ini karna terpaksa.
"Nak Adrian, sebenarnya ada yang ingin Om sampaikan," ucap Hendra yang terlihat sedikit ragu.
"Ada apa Om?" tanya Adrian, yang mulai melirik ke arah Pak Hendra.
"Ini masalah perjodohan kalian. Om tahu, kamu terpaksa menerima perjodohan, Om tak mau memaksa mu dan membebani mu.Kami tidak masalah jika kamu mau membatalkan perjodohan ini, Nak." Kata Wijaya dengan bahasa sehalus mungkin. Ia sengaja melambatkan laju mobilnya dan membuat suasana di dalam mobil sesantai mungkin.
Adrian yang mendengar ucapan Pak Hendra cukup terkejut.
"Bukannya ini yang Aku inginkan? kenapa Aku tak merasa senang sedikitpun? kenapa justru ketakutan yang bersarang di hatiku? Oh, mungkin ini rasa takut kalo aku tak jadi menikah dengannya, aku akan sulit membalaskan dendam ku padanya, aku akan kehilangan kesempatan membuatnya menderita." Gumam Adrian dalam hati
Setelah diam beberapa saat. Adrian mulai menanggapi ucapan Pak Hendra.
"Saya akan tetap melanjutkan perjodohan ini." Ucap Adrian sambil menatap lurus ke depan, tanpa menunjukkan ekspresi yang entah sedih atau bahagia.
Lily awalnya senang, karna sangat yakin Adrian pasti akan membatalkan perjodohan mereka. Tapi Ia tiba-tiba tertegun mendengar Ucapan Adrian. Begitupun kedua orang tua Lily.
"Ini amanah dari mendiang kedua Orang Tua ku," sambung Adrian.
Lily, Pak Hendra dan Ibu Dila masih tidak bergeming. mereka sangat tidak menyangka dengan keputusan Adrian.
"Aku cukup yakin. itu bukan alasan yang sebenarnya, bukan karna amanah kedua Orang Tuanya." batin Lily.
"Lalu kapan rencana Nak Adrian untuk menikahi Lily?" tanya Pak Hendra.
"Terserah Om saja! mungkin, lebih cepat lebih baik, sekarang pun tdk masalah. Tapi, sebaiknya kita merayakannya secara sederhana saja, dan hanya beberapa kerabat dekat saja yang di undang." Jawab Adrian sambil tersenyum tipis ke arah Pak Hendra. tapi Lily yang melihat senyum Adrian malah merasa ngeri dan takut.
Lily kembali di kejutkan dengan ucapan Adrian.
"Huh, orang itu kenapa seenaknya mengambil ke putusan? Kenapa harus terburu-buru? Harusnyakan kita bisa menunda pernikahan ini, hingga beberapa bulan kedepan," gerutu Lily dalam hati.
"Baiklah, Nak. Om tidak masalah. Tapi, bagaimna kalo besok pagi saja? Karna ada beberapa hal yang perlu di siapkan. Akad nikahnya di langsungan di rumah Om saja. Malam ini, kamu nginap di sana. Tenang saja! besok, setelah akad nikah, jika kamu ingin pulang, kami tak akan menghalangi kalian. Om juga tahu, pasti kamu sangat merindukan suasana rumah mu." Ucap Hendra yang masih fokus menyetir.
"Huh, Ya Allah, bagaimana cara menolak pernikahan ini, sungguh. Aku benar-benar belum siap." Ucapnya sambil memijit keningnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
D n D
Gpp Rian, ini masih awal dari perjodohan kalian, jangan membalaskan dendam pada orang yang tidak bersalah Rian,😥
2020-12-15
2
Diana (ig Diana_didi1324)
haii kak, aku nyicil baca sampai sini dulu ya😁
like n rate sdh aku tngglkn
2020-12-12
0
RN
like...
Dari PILIHAN HATI❤💞
2020-12-10
0