Lily yang mendengar cerita Ayahnya, masih sangat penasaran, dan kembali bertanya,
" Lalu Ayah? Apa Dia benar-benar kembali?"
"Ya tentu, Nak. Sahabat Ayah itu adalah orang yang sangat memegang janjinya, dan benar-benar datang menjemput Ayah. Dia kembali setelah pergi 3 tahun lamanya. Awalnya, Ayah mengira dia sudah melupakan janjinya, tapi sore itu dia datang dengan mengendarai mobil Holden Kingswood mewah miliknya, yang awalnya Ayah pikir, itu mobil salah seorang pejabat negara yang datang memberi santunan pada orang miskin seperti Ayah. Ternyata, yang keluar adalah Wijaya dengan setelan mahalnya, Ia membawa banyak coklat, dan tak lupa Ia membeli alas kaki untuk kami. Ayah sangat senang melihat kedatangannya. Kami langsung berpelukan. Setelah menginap satu malam. Keesokan paginya, Ia pamit dan meminta Izin pada kakek serta nenekmu untuk membawa Ayah ke kota. Ia butuh orang kepecayaan yang bisa membantunya mengurus perusaha'an besar milik orang tua Bi Siti. Tak butuh waktu lama, setelah keberangkatan kami ke kota, pekerjaan kami berkembang pesat banyak kemajuan dari perusaan Wijaya. Akhirnya, Ia mempercayakan kepada Ayah mengurus perusaahaan cabang, yang Ia janjikn akan menghadiahkannya untuk Ayah, jika Ayah mampu mengembangkannya dengan baik. Dan lihat lah nak! Alhamdulillah, sekarang kita bahkan mempunyai beberapa cabang perusahaan lain, ini tak lepas dari bantuan Wijaya." Cerita Hendra yang tak habis-habisnya mengungkit kebaikan mendiang Wijaya.
"Setelah kesuksesan kami. Ayah kembali ke kampung dan membeli tanah yg cukup luas di sekitar gubuk tua Ayah. Dan akhirnya, membangun Villa disana, yang tiap hari raya selalu kita kunjungi. Sedangkan Wijaya, dia lebih memilih menghibahkan tanahnya untuk menjadi puskesmas darurat di desa terpencil itu." Sambung Hendra
"Lily baru tau, Yah. Lily merasa bertambah kehilangan dengan kepergiaannya, setelah Ayah bercerita tentang kebaikan Papa Wijaya," Ucap Lily dengan mata kembali berkaca-kaca.
"Rasanya ini lebih dari sekedar kehilangan, Nak. Ayah sudah menganggapnya saudara, bahkan Ayah tidak sanggup untuk pergi melihat jenazahnya, tapi mungkin Ayah akan menjadi orang yang sangat menyesal jika tak bisa melihat wajahnya sebelum di kubur, Setelah ini Ayah akan bergegas mengurus pemakamannya. Kau kembali lah ke kamarmu, Nak. Dan beristirahatlah." Ucap Hendra pada Lily yang kemudian di balas anggukan oleh Lily.
***
Setelah beberapa hari berlalu, Pak Hendra, Ibu Dila dan Lily sudah di bolehkan pulang. Berbeda dengan Adrian, yang bahkan hingga kini belum sadar-sadar. Lily selalu datang kerumah sakit menunggunya dengan sabar, Ia mengabaikan cafenya yang harusnya Ia kelola demi menjaga Adrian. Lily bahkan tanpa sadar kehilangan beberapa Kg berat badannya.
*Pagi itu, Di Rumah Sakit.
"Aduh, Sakit banget..," ucap Adrian memegang kepalanya yang masih terlilit perban, Ia mulai sadar dari koma, Ia mengedarkan pandangannya di sekeliling ruangan untuk mengetahui dimana dia berada saat ini.
"Hati-hati Tuan! Jangan terlalu di paksa," ucap Dokter muda yang melihat Adrian bersusah payah bangun dari hospital be**d-nya.
"Apa yang terjadi dengan saya Dok?" tanya Adrian, sambil berusaha mengingat kejadian yang menimpanya hingga akhirnya masuk Rumah Sakit.
"Anda kecelakaan, Tuan. Mobil anda jatuh di jurang yang ada di sisi jalan menuju puncak, dan Anda koma beberapa pekan. Hingga akhirnya, Pak Hendra memutuskan merujuk Anda kerumah sakit ini agar perkembangan kesehatan Anda lebih mudah Ia pantau." Jawab dokter itu sembari memberi penjelasan pada Adrian.
Adrian yang mendengar penjelasan Dokter itu seketika, langsung memngingat kejadian kecelakaan itu.
"Mamaa... Papa.... Bagaimana keadaan kedua Orang Tua say, Dok?" tanya Adrian penasaran, yang tiba-tiba khawatir dengan keadaan orang tuanya.
"Maaf Tuan Adrian , kami tidak bisa menyelamatkan nyawa mereka berdua. Ibu Siska meninggal di tempat kejadian, dan Pak Wijaya hanya sempat di rawat 30 menit, sebelum akhirnya Ia menghembuskan nafas terakhirnya." Ucap Dokter muda itu dengan pelan, Ia cukup tau, berita ini akan mengguncang batin Adrian.
Mendengar penuturan dokter itu , Adrian histeris seketika.
""Ti_tidak mungkin..., tidak mungkin... , jangan bohong Dok!" Bentak Adrian.
"Tenang Tuan Adrian," ucap dokter itu yang berusaha menenangkan Adrian.
Lily yang baru tiba dari kantin rumah sakit untuk sarapan, kaget melihat Adrian sudah sadar, dan membuatnya lebih terkejut Adrian nampak seperti orang yang sangat depresi sambil terus memanggil Mama dan Papanya.
Lily berusaha mendekati Adrian dan meredamkan kesedihanya.
"Rian..., tenang Rian..., tenang..., Sadar..., Aku yakin mereka sekarang udah bahagia di syurga, mereka akan sedih jika tahu keadaan mu seperti ini." Hibur Lily
"Diam kau! " bentak Adrian.
"Ini semua gara-gara kamu dan keluarga kamu, Aku tak akan tinggal diam, kenapa waktu itu kamu harus menyambar mobil kami dengana kencang, hingga mobil kami harus terpental dan akhirnya jatuh di jurang? Akan ku buat kau menderita! Akan ku balas kau! Pasti! " Sambung Adrian yang sempat menjeda kata-katanya. Ia kemudian melirik Lily dengan tatapan bengisnya.
Lily masih berusaha setenang mungkin , Ia tidak terpancing sama sekali, Ia cukup tau, keadaan Adrian sekarang benar-benar rapuh
"Istigfar Rian. Kematian tidak dapat di tunda dan di majukan meski sedetik pun, kita tidak pernah tau nasib kita kedepannya" Ucap Lily pada Adrian.
"Diam...! Aku bilang Diam...! Aku kehilangan Orang Tua ku karna kalian, dan sekarang kamu menceramahi ku untuk menutupi kesalahan kalian. Sekarang aku sendiri, Aku kehilangan mereka berdua... Aku... Hiksss.... " Adrian sudah tidak mampu melanjutkan ucapannya, hanya isakan tangis yang menghiasi bibirnya.
"Siapa bilang kau sendiri? Aku sudah berjanji pada Papa Wijaya dan Mama Siska untuk selalu menemanimu. Tenanglah! tolong jangan menangis seperti ini," bujuk Lily dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Adrian merasa Ucapa Lily cukup bijak. Tapi Ia masih butuh waktu untuk menerima semua ini, Adrian kemudian, diam dan menyeka air matanya, meskipun di dalam hantinya dendam itu masih membara.
Setelah melihat Adrian sudah bisa mengendalikan dirinya, Dokter berkata pelan pada Lily.
"Nona.... Sebaiknya, bawa Tuan Adrian untuk berjalan-jalan di luar, selagi udara masih sangat segar,"
"Tidak! Aku tidak mau di dorong dengan wanita itu!" tolak Adrian dengan cepat.
"Tenanglah Tuan Adrian! Udara segar sangat baik untuk menenangkan fikiran, ini akan membuat anda sedikit relax." Bujuk dokter itu.
"Naiklah ke kursi roda ini," sambungnya, sambil memberikan lengannya untuk membantu Adrian duduk di kursi roda.
Adrian dengan sangat terpaksa berdiri dari hospital bed-nya dan perlahan berjalan ke arah kursi roda di bantu oleh dokter.
Lily tersenyum melihat Adrian, yang akhirnya mau di ajak berjalan-jalan ke taman rumah sakit.
Lily perlahan mendorong kursi roda Adrian, dengan pelan keluar dari kamar perawatannya.
Lily meminta tolong pada seorang suster untuk ikut di belakangnya membawa nampan mini, yang berisi sarapan untuk Adrian.
Setelah sampai di sebuah lorong rumah sakit,
Lily mulai membuka percakapan dengan Adrian, Ia berniat menghibur Adrian.
"Lihatlah Rian, anak kecil itu! kasihan sekali dia. Dia masih sangat kecil untuk merasakan cobaan seberat itu."
Ucap Lily yang mengarahkan pandangannya kepada seorang anak laki-laki berumur 5 tahun, yang berjalan dengan tongkat dan kaca mata khas orang buta, anak itu berjalan beriringan bersama seorang wanita paruh baya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Khairunnisa
Kehilangan orang tua memang menyakitkan. Semoga Lily sabar menghadapi Rian.
2020-12-08
1
Wulandari
Hei kak..
Novel ROMANTIKA REMAJA & MIKAYLA hadir nih..
Jangan lupa mampir ya 👍👍😊😊😊🤗🤗🤗
2020-12-08
0
Caramelatte
eyoo kakak aim kambekk yuhuuuu mangattzzz
2020-11-30
0