Behind The Boss
Kiran terperanjat ketika kamar hotel yang diketuknya tadi terbuka. Sesil, wanita yang dikenal Kiran menyukai Rangga kekasihnya, tampak tak kalah terkejut dengannya. Sesil menggunakan bathrobe warna putih dengan rambut yang masih basah tanda ia habis keramas.
"Ka-kamu ...." Kiran terbata. Berulangkali mengerjapkan matanya memastikan bahwa pandangannya tidak salah.
"Ki-Kiran... Kenapa kamu di sini?" Gadis di hadapan Kiran tampak gemetar.
"Mana Rangga?!" tanya Kiran tegas setelah mampu menguasai diri.
"Di-dia ...," ucap Sesil bergetar. Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya tampak sosok yang sangat dikenal Kiran menyembul keluar dari kamar mandi.
"Siapa itu, Sil?" tanyanya melihat ke arah pintu. Ia begitu terkesiap melihat Kiran berdiri di hadapannya.
Kiran sudah bisa menduga arah situasi ini, ia menghela nafas berat. "Mohon maaf telah mengganggu malam kalian," ucap Kiran datar kemudian berbalik ingin melangkah pergi.
"Tunggu Kiran!" Langkah Kiran terhenti. Rangga menahan tangannya. Kiran pun berbalik lalu menatap tajam ke arah Rangga.
"Semuanya tidak seperti yang kamu bayangkan, Kiran ...," ucap Rangga lirih. Pandangannya seakan memohon agar Kiran mendengarkan kata-katanya.
Kiran menepiskan tangan Rangga kemudian melayangkan tangannya ke wajah Rangga.
Plak!!!!
Sesilia menutup mulutnya terkejut. Jelas sekali tamparan yang Kiran berikan kepada Rangga sangatlah kuat. Rangga menunduk memegang pipinya yang memerah.
"Sudah kubilang jangan pernah bermain api!! Aku benci pengkhianatan. Kamu dengar itu!!" suara Kiran terdengar tegas. Penekanan dari suaranya jelas kentara bahwa ia sedang merasakan kecewa yang amat sangat. Namun Kiran tetaplah Kiran yang mampu membuat dirinya tenang menghadapi berbagai situasi yang terjadi.
Kiran berbalik dan kembali ingin melangkah pergi. Namun secepat kilat Rangga memeluk tubuhnya dari belakang. "Kumohon Kiran. Dengarkanlah dulu," bisik Rangga di telinga Kiran.
Kiran menghela nafas sesaat. "LEPAAASSS!!" bentaknya. "Aku nggak ingin melakukan kekerasan kepadamu!" tegasnya kemudian.
Rangga paham sekali akan maksud Kiran. Gadis yang sedang dipeluknya ini, yang tadinya ingin ia nikahi dalam waktu tiga bulan lagi bukanlah gadis lemah biasa. Ia menguasai bela diri dengan baik. Rangga pun tak mampu mengalahkannya. Meski begitu, Rangga enggan melepaskan tangannya di tubuh Kiran.
Dengan gerakan kilat Kiran membuka tangan Rangga dari tubuhnya. Lalu mengarahkan sikunya ke arah belakang tepat mengenai tubuh Rangga.
Buk!!! Rangga meringis.
"Jangan ikuti aku!!" Kiran pun melangkah pergi dengan cepat. Ia menghampiri lift lalu menekan tombol. Ketika pintu lift terbuka, ia pun segera masuk ke dalamnya kemudian menekan tombol untuk menutup pintu itu kembali.
Buliran bening kini meluncur deras menuruni pipi mulusnya. Semuanya di luar dugaan. Ia tahu bahwa Rangga menginap di hotel yang sama dengannya. Ia tahu bahwa perjalanan dinasnya kali ini menuju kota yang sama dengan tujuan perjalanan dinas Rangga. Namun ia sengaja merahasiakannya. Ingin memberikan pria itu kejutan malam ini dengan kedatangannya. Tak disangka, dirinya lah kini yang merasakan keterkejutan itu.
Masih dalam bayangannya tadi ketika menghampiri kamar Rangga, ia akan mendapati wajah sumringah pria itu ketika melihatnya. Setelah itu ia akan mengajaknya makan malam bersama. Menyusuri jalanan di kota ini berdua. Yang jelas Kiran ingin melewati malam di kota ini bersama kekasihnya itu. Namun yang terjadi, ia malah mendapati Rangga bersama wanita lain di kamarnya, berdua.
Memikirkan itu Kiran pun kembali teringat bagaimana kondisi Sesil dan Rangga tadi, di mana mereka sama-sama baru keluar dari kamar mandi. Buliran bening kini semakin deras meluncur menuruni pipinya.
Dengan cepat Kiran menghapus air matanya dan menengadahkan kepalanya sembari menahan air matanya yang masih ingin jatuh. Ia sudah hampir sampai pada lantai di mana kamarnya berada.
Ting!!
Pintu lift terbuka. Kiran segera melangkah keluar dari lift. Ia ingin segera masuk ke kamarnya dan menumpahkan tangisnya di sana. Pikirannya begitu kalut. Sampai tidak dilihatnya atasannya--Ari, berada di depan pintu kamarnya menyambut dengan senyuman menggoda.
"Kamu darimana, Kiran??" Ari menyapa. Kiran tak mengacuhkannya. Ia membuka pintu dan masuk ke dalam kamarnya.
"Hei!! What's wrong with you, Kiran?!" ucapnya sambil menatap Kiran heran. Bahkan sampai ketika Kiran menutup pintu kamarnya.
Begitu memasuki kamar, Kiran segera menghampiri tempat tidur dan menumpahkan semua rasa kecewanya di sana. Ia terisak sangat lama. Bahunya berguncang mengikuti isak tangisnya.
Masih jelas dalam ingatannya bagaimana perjuangan lelaki itu dalam mengejar cintanya. Tujuh tahun bukanlah waktu yang singkat. Dari mulai mereka kelas dua SMA hingga satu tahun setelah tamat kuliah, barulah Kiran menerima cinta Rangga.
Ketika Kiran belum menerima cintanya, lelaki itu dengan setia mengikutinya dari perguruan tinggi tempat Kiran kuliah, bahkan hingga ke kota di mana Kiran mencari kerja.
Lelaki itu, yang ia percaya akan menjadi pelabuhan hati pertama dan terakhirnya.
Lelaki itu, yang telah mengisi kekosongan jiwanya setelah kematian Papanya.
Lelaki itu, yang Kiran percaya mampu menjadi imam baginya, teman seumur hidupnya yang akan menemaninya dengan setia ternyata telah mengkhianatinya.
Ah, Kiran tak ingin melanjutkannya lagi. Lelaki itu kini tak pantas bersanding dengan kata setia. Bahkan tak pantas untuk ditangisi.
Kiran membalikkan tubuhnya. Telentang menatap langit-langit kamar.
Sudah cukup tangisan ini. Air mataku terlalu berharga jika keluar hanya untuk menangisi seorang lelaki yang telah berkhianat. Lebih baik aku fokus pada tujuan awalku.
Kiran bangkit dari tempat tidurnya. Mengambil handphone yang ada di atas nakas. Sengaja ia meninggalkannya di sana. Agar Ari tidak bisa mengubunginya saat ia menghabiskan malam bersama Rangga.
Ia melihat sebentar, terdapat banyak panggilan telpon dari Rangga. Bahkan pesan dan chat wa yang terlihat dari notifikasi handphone. Tak ingin ia membukanya. Dengan menekan agak lama. Handphonenya pun dinonaktifkan. Kiran beranjak memasuki kamar mandi.
...***...
Malam semakin larut. Udara semakin dingin, suara alam pun semakin hening. Kiran berada di tepi tempat tidur. Duduk sambil meremas kedua tangannya. Rangga duduk di sebelahnya, menatapnya dalam.
Mereka berada di dalam kamar bernuansa putih dengan hamparan kelopak mawar di atas tempat tidur. Satu buket mawar yang lumayan besar berada di tengah, di kepala tempat tidur. Bunga krisan yang dikombinasikan sedemikian rupa dengan bunga mawar putih di dalam vas yang tidak begitu besar terletak di atas nakas. Aroma wewangian bunga menguar memenuhi ruangan.
Kiran menatap Rangga. Mata mereka terpaut saling mengunci satu sama lain. Seakan enggan untuk membagi pada pemandangan lain. Hanya ingin memandang wajah mereka satu sama lain.
Rangga begitu tampan dengan balutan atasan jasko warna putih, celana putih dan peci putih dengan renda emas yang menghiasinya. Sementara Kiran menggunakan kain dan kebaya putih dengan renda emas di pinggirnya. Jilbab putih dengan hiasan mahkota yang biasa digunakan oleh para pengantin masih setia berada di atas kepalanya.
Tatapan mereka masih mengunci satu sama lain. Debaran jantung mereka pun bertalu menyeruakkan irama keindahan cinta. Hawa hangat mengalir, menjalari tubuh mereka.
Kiran mengerjap, ia tak kuat menghadapi mata Rangga kemudian mengalihkan pandangannya dari tatapan pria itu, menatap warna batik dari kain yang ia pakai. Meremas telapak tangannya yang basah.
Tangan Rangga terulur. Menjangkau dagu Kiran kemudian mengangkatnya agar kembali menatap. Kiran dapati senyum Rangga yang teramat manis. "Sekarang kau milikku, Kiran," katanya lembut.
Rangga menggenggam tangan Kiran. Jari-jari mereka saling bertautan erat. Sentuhan yang tidak pernah mereka rasakan, untuk kali pertama, menghadirkan sengatan yang memompa hawa hangat menjalar menjadi semakin panas.
Pengalaman pertama ini benar-benar di luar dugaan Kiran. Ia tak mampu membuka matanya sedikitpun. Rasa malu pada awalnya kini telah berubah menjadi gairah yang ia sendiri tak mampu mengontrolnya. Semua berjalan begitu saja.
Malam itu, yang ia yakini adalah malam pengantinnya bersama Rangga, telah ia serahkan mahkota berharga yang selama ini telah dijaganya pada pria itu.
...***...
Kiran menggeliat. Merentangkan tangannya dan membuka mata perlahan. Ia merasa lelah yang amat sangat. Ia tertegun sebentar. Mencoba mencerna atas apa yang telah terjadi tadi malam. Di mana malam pertama telah ia lewati bersama Rangga. Senyum malu-malu terkembang dari bibirnya.
Ia berpikir sesaat. Lintasan kejadian pengkhianatan Rangga terbentang. Ia terkesiap.
Lalu apa yang terjadi tadi malam? Keintiman itu hingga membuat dirinya lelah ketika bangun? Apa semua hanya mimpi?
Bagaimana mungkin ia bermimpi melakukan malam pertama bersama Rangga sementara sebelumnya ia mendapati Rangga telah mengkhianatinya??
Kiran jadi malu sendiri. Malu jika ternyata ia begitu menginginkan pria itu untuk jadi suaminya. Malu jika ternyata pikirannya begitu kotor. Bagaimana mungkin bisa ia bermimpi dengan begitu sempurna hingga semua tampak seakan nyata?
Ia memicingkan mata melihat cahaya pagi yang masuk melalui jendela kamar. Sudah siang ternyata. Ia bahkan belum sholat shubuh. Kiran bergegas ingin turun dari tempat tidur. Namun terlonjak kaget saat mengetahui bahwa tubuhnya hanya tertutupi selimut. Ia melongok sebentar ke dalam selimut yang membungkus badannya. Ia terpekik kaget saat melihat tak ada satupun kain yang menempel di sana. Bahkan dalaman sekalipun.
"Kau sudah bangun?" sebuah suara mengagetkan Kiran. Ia pun menoleh melihat Ari keluar dari kamar mandi.
"Ya Allah ...!" pekik Kiran, melihat Ari hanya memakai handuk sebatas pinggang dengan dada terbuka. Rambut pria itu masih tampak basah. Kiran pun mengalihkan pandangannya.
"Kenapa? Masih malu?? Tadi malam kita bahkan sudah saling melihat wilayah pribadi kita satu sama lain...."
Kiran tercekat. Ia masih belum berani menatap Ari.
"Maksudmu ... tadi malam kita ...," kata-kata Kiran menggantung. Ia tak sanggup meneruskannya.
Apakah tadi malam bukan mimpi ?!
Kata-kata yang kemudian terdengar membuatnya begitu pias. Ia tak sanggup menghadapi situasi ini. Ingin ia membenamkan tubuhnya ke dasar bumi.
"Ya, kamu dan aku. Kita sudah melakukannya. Terima kasih atas kesempatan yang kamu berikan hingga aku menjadi yang pertama."
Kiran melongo, menatap Ari. Tanpa disadari, air matanya menuruni pipi.
❤❤❤💖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Seponti Flasher
gmna sih ini ceritanya.. kgak nyambung gw thor..
2022-01-05
0
Dewi Dewi
udh sy kasih jempol 1,lanjut begadang
2022-01-05
0
Yuyun Asri
sik bingung aku
2021-12-08
0