"Lo pikir gue enggak tahu. Gue tahu semuanya, karena selama lo menghindar. Gue terus mantau gerak-gerik lo selama 1 tahun, sayangnya gue enggak bisa deketin lo, karena ada teman gila lo yang selalu ada di samping lo!” sekali lagi ia semakin kuat mencengkeram kerahku, aku takut. Aku tidak berani melawan, rasa trauma yang dulu pernah aku terima terulang kembali. Ya Allah, tolong hambamu ini, aku tidak bisa membalas perbuatannya.
"Sampai kapan pun lo menghindar dari gue, gue akan selalu pantau elo!” Dewi menoyor kepalaku dengan jari telunjuknya berkali-kali. Sampai kepalaku terkena tembok kasar. Aku sudah tidak tahan lagi, ingin sekali aku melawan atas tindakkannya, tapi tubuhku tidak mau melawan.
Aku hanya bisa pasrah, tidak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa diam tak kala mendengar apa yang diucapkan olehnya benar. Selama 1 tahun ini aku selalu menghindar darinya. Ini semua aku lakukan untuk kebaikan mentalku, kalau saja tidak ada Rara di sampingku, mungkin aku sudah tidak lagi di sekolah ini.
"Kak, tolong jangan sakiti saya. Sudah cukup saya diperlakukan kasar sama Kakak. Selama ini saya selalu sabar menghadapi Kakak. Tapi kali ini Kakak udah kelewatan!” Kutatap mata Dewi dengan tajam, aku tidak boleh lemah. Sudah saatnya aku melawan atas tindakannya yang kasar. Menang atau kalh itu urusan belakangan, yang jelas aku harus lawan dia.
Melihat tatapanku, Dewi hanya tersenyum miris. “Elo mau lawan gue? Sudah punya nyali lo?”
Aku tidak menjawab ucapannya, kuraih tangannya kuat-kuat agar ia bisa lepas dari kerahku. melihat aku melawan dirinya, Dewi terlihat terpenjarat. Dengan kuatnya aku melepaskan tangan Dewi dari kerah bajuku, membuat tangannya sedikit tergores terkena kukuku.
“Aakhh!” Dewi meringis kesakitan, punggung tangannya tergores merah.
“Kurang ajar!” Ia langsung menarik jilbabku, aku tahu dia marah besar. Tapi aku sedikit puas bisa melawannya walau sedikit. Aku tidak terima jika jilbabku ditarik paksa olehnya. Dengan kuatnya, aku dorong tubuh Dewi hingga ia melangkah mundur dan hampir terjatuh.
“Lo pikir gue takut sama lo! Jangan kira lo bisa lawan gue, terus gue takut sama lo,” bentaknya.
“Stop! Tolong jangan sakiti saya lagi, sudah cukup Kakak berlaku kasar terhadap saya. Kalau Kakak masih saja mengganggu saya, saya tidak akan segan-segan melapor tindakan Kakak sama saya!” Aku berharap dia takut dengan ancamanku, sayangnya semua itu hanya lah sia-sia. Dia tidak takut dengan ancamanku, yang ada dia malah menantangku.
“Mau lo lapor guru atau apa pun itu, gue enggak takut. Ancaman lo enggak akan bikin nyali gue ciut! Karena lo udah berani bikin tangan gue luka, sekarang. Giliran gue balas perbuatan lo.” Dewi maju ke arahku, ia melayangkan satu tangannya. Tiba-tiba.
PLAK..!
“Gimana rasa tamparan gue? Enak? Makanya, jangan macam-macam sama gue!” Kusentuh pipiku yang tadi ditampar olehnya, rasanya sakit, perih. Akhirnya air mataku keluar begitu saja, dalam beberapa detik tubuhku sudah bergetar hebat, aku sudah tidak kuat lagi menghadapi sikap Dewi yang begitu kasar terhadapku.
“Baru ditampar gitu aja air mata lo udah keluar, payah lo.” Lagi-lagi ia menoyor kepalaku. Bahkan kedua orang tuaku saja tidak pernah menamparku apalagi menoyor kepalaku seenaknya. Tapi dia, dengan entengnya melakukan itu semua.
“Gue udah muak lihat muka lo, dari awal gue udah benci sama lo.” Dewi yang melihatku tidak berdaya, ingin menampar sekali lagi dan menarik jilbabku. Ia tidak memikirkan risiko apa yang akan dia hadapi ke depannya nanti , akibat perbuatannya.
"Lo jangan diam aja! Gue tahu lo pura-pura lemas kan. Biar gue punya rasa kasihan sama lo, mana nyali lo yang tadi. Kabur? Hahah!” Ia tertawa terbahak-bahak melihat aku yang sudah ketakutan. Ditambah kepalaku terasa pusing, pandanganku sudah buram. Rasanya aku mau pingsan.
Di saat Dewi hendak menampar Yuri untuk kedua kalinya, tiba-tiba ada tangan yang menghentikannya. Spontan ia menoleh ke arah orang yang menahan tangannya.
“Sudah cukup! Jangan sampai perbuatan lo bisa gue laporin ke pihak sekolah, atau lebih parahnya lagi berurusan sama hukum kalau pihak sekolah enggak bisa bikin elo jera!” Alex menatap dingin ke arah Dewi, ia sudah melihat perbuatan Dewi terhadap Yuri. Baginya tindakan yang ia lakukan sudah di luar batas.
“A-Alex? Kok lo bisa ada di sini?” Dewi terlihat gugup, raut wajahnya berubah menjadi pucat saat tahu itu Alex.
“Sekarang lo pergi dari sini, jangan pernah lagi lo ganggu dia!”
“Lex, gue bisa jelaskan ke lo. Ini semua enggak seperti apa yang lo lihat, gue sama dia lagi ada urusan yang harus gue selesai in.”
“Dengan tindak kekerasan maksud lo?” Dewi semakin terpojok akan perkataan Alex. Dengan kasarnya Alex menghempaskan tangan Dewi.
“Lex, plis. Tolong dengar dulu penjelasan gue, gue sengaja ngelakuin ini semua sama dia. Biar dia tahu, untuk bersikap hormat sama Kakak kelasnya. Lagi pula, gue ngelakuin ini semua demi kebaikan dia kok.” Dewi terus bersilat lidah, apa yang dikatakannya semua bohong. Ia melakukan ini semua karena pada dasarnya ia membenci Yuri.
“Lo gila hormat ya? Sampai segitu nya lo sama Adek kelas sendiri, kalau lo mau dihormati sama Adek kelas. Lo juga harus punya sikap sopan sama orang lain!” kata-kata Alex mampu membuat Dewi tersindir, ia sudah tidak bisa lagi berkata apa-apa terhadap Alex. Apa pun alasannya, Alex tidak ingin mendengarnya lagi. Yang bisa ia lakukan hanya bisa terdiam, dan langsung pergi menjauh meninggalkan Yuri dan juga Alex.
Alex menghela napasnya, bisa-bisanya perempuan bersikap kasar terhadap sesama perempuan, melihat Dewi yang sudah pergi. Ia menoleh ke arahku, ia berjalan mendekat padaku. Apalagi keadaanku sekarang sudah tak beraturan.
“Kamu enggak apa-apa Dek?” tanyanya, aku hanya menunduk sambil menahan tangis. Karena aku tak kunjung jawab, ia pun membungkukkan badannya.
“Astagfirullah! Wajah kamu--“ Alex terkejut melihat pipiku yang sudah merah sedikit bengkak, akibat ditampar oleh Dewi.
“Saya antar ke ruang UKS ya, soalnya pipi kamu lumayan bengkak. Kita kompres pakai es batu ya.” Terlihat ia begitu panik melihat lukaku, sayangnya pandanganku sedikit kabur. Kepalaku terasa pusing.
“Ayo, kita ke UKS.” Perlahan ia meraih pundakku, aku dipapah olehnya.
“Maaf, bukan maksud saya lancang. Tapi saya ngelakuin ini karena ingin bantu kamu jalan, Kakak lihat kamu sedikit sempoyongan,” ucapnya, aku hanya mengangguk pelan. Aku memaklumi sikapnya. Akhirnya aku dibawa ke ruang UKS.
Semua siswa yang berada di koridor sekolah sangat terkejut, melihat aku dibantu jalan oleh Alex, aku malu. Aku semakin menundukkan kepalaku, kututupi wajahku dengan ujung jilbabku. Mirip seperti orang terpidana yang digiring ke penjara.
Akhirnya aku sampai di ruang UKS, di sana sudah ada guru yang bertugas menjaga UKS jika ada murid yang sakit.
“Permisi Bu, ini ada siswa butuh obat. Pipinya bengkak,” ucap Alex.
“Loh, kok bisa sampai bengkak begini? Kamu habis ngapain?” Guru itu sedikit heran ketika melihat pipiku yang sudah bengkak.
“Tadi saya habis jatuh Bu.” Tiba-tiba Alex menoleh ke arahku, mungkin dia kaget dengan ucapanku barusan. Aku yakin sekali dia pasti tahu luka ini karena apa.
“Yakin kamu jatuh? Jatuh di mana? Kalau jatuh pastinya lecet dong, ini bengkak begini.” Guru itu kembali bertanya, membuat aku semakin bingung. Alasan apa yang harus aku kasih.
“Dia bukan jatuh Bu, tadi ada siswa main bola basket di lapangan. Terus bolanya ke arah dia, alhasil pipinya kena bola basket.” Aku menatap Alex, tak ku sangka dia memberikan alasan yang tepat. Tapi kenapa dia melakukan hal itu padaku, Alex kembali menatapku dan tersenyum ke arahku sambil mengangguk pelan. Sepertinya aku tahu maksud kata-katanya.
“Hoh, kamu kena bolah basket? Bilang dong kalau kena bola basket, bola itu kan berat. Ya sudah, kamu duduk dulu di bangku. Ibu mau ambil es batu buat kompres pipi kamu.” Guru itu keluar dari ruang UKS, dan tinggallah kami berdua.
“Duduk dulu di bangku, tenang aja. Kamu Kakak temani.”
“Iya.” Aku berjalan ke arah bangku sambil menunggu guru datang, seketika suasana hening. Tidak ada pembicaraan antara kami berdua.
“Sebenarnya kamu ada masalah apa ya sama Dewi? Kok dia sampai tega tampar muka kamu sampai bengkak kaya gitu?” tanyanya tiba-tiba membuat aku salah tingkah.
“Hmm, saya juga enggak tahu Kak. Dari awal saya masuk sekolah, dia memang enggak suka sama saya Kak.” Alex mengertikan keningnya.
“Alasan dia enggak suka sama kamu apa?”
Aku hanya menggelengkan kepalaku, “saya juga enggak tahu Kak.” Aku kembali terdiam, aku masih memeggang pipiku.
“Pipi kamu perih ya?”
“Iya.”
Sebenarnya aku tahu alasan Dewi membenciku, kini aku tahu. Orang yang disukai oleh Dewi adalah Alex. Siswa yang saat ini ada di depan mataku.
Aku ingat satu tahun yang lalu saat Dewi membullyku di belakang sekolah. Dia mengatakan padaku untuk tidak dekat dengan Alex, padahal aku belum mengenal kak Alex saat itu.
“Jilbab kamu Dek”
“Eh?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Bunga Syakila
up
2022-09-20
0
Fa Rel
td berani knp skg jd lemah
2022-05-08
0
Emonee
Like Thor 🧡🧡🧡🧡🧡🌟🌟🌟🌟🌟
mohon dukungan
Istriku Dokter Cintaku
My Lovely Gea
2021-04-28
4