Aku tak dapat menggambarkan perasaanku malam itu bahkan malam-malam setelahnya menjadi malam yang suram. Aku sulit tidur tenang dengan alasan aku bingung dengan pilihanku sendiri. Hari-hariku juga menjadi lesu sampai menyebabkan tumpukan baju kotor dan setrikaan menumpuk di pojokan.
Semua ini gara-gara Kaysan!
Kalimat-kalimat sinting bernada benar itu bersemayam di kepalaku, berlama-lama menguatkan pendirianku bahwa perbedaan itu dapat diselingi dengan saling memahami, pengertian dan sama-sama belajar mengasihi kekurangan dan kelebihan. Secara tidak langsung itu berarti PDKT!
PDKT dengannya dan Kaysan memberikan masa tenggang waktu yang tidak lama. Setelah dia menemui Bu Rosmini untuk silaturahmi aku harus memberikan jawaban.
Aku lemah tiada terkira, aku pingin kabur tapi ke mana? Cuma Nina yang bisa diajak kompromi. Ya ampun, puyeng kepalaku. Keputusan besar yang harus aku katakan itu sudah seperti saat memilih makan nasi kucing di angkringan atau menghemat uang makan untuk bayar hutang. Tetapi perasaan bahagia atau menderita tidak mungkin terjadi selamanya karena hidup selalu seimbang.
-
Sore ini di hari Sabtu, aku selesai menyiapkan diri dengan baju terbaikku dan merias wajahku sebaik mungkin untuk menuruti perintah Bu Rosmini. Dan detik-detik menjelang pertemuanku dengan Kaysan adalah hari-hari terberat yang aku jalani. Kepalaku pusing tujuh keliling hingga aku harus meminum obat sakit kepala.
Jam lima nanti Kaysan akan menjemputku untuk mengambil apa yang dia inginkan. Aku sungguh sudah membulatkan keputusanku, sudah aku tekadkan niatku. Akan kujawab semua yang menjadi kegundahan-kegundahan yang tidak ada hentinya.
Entah akan memuaskan keinginannya atau tidak yang penting sudah aku jawab, tapi kenapa sampai detak jantungku yang berdetak kencang santai dan lagu yang aku putar berulangkali tidak kunjung datang pemilik hidung mancung itu?
Apa dia lupa? Apa dia banyak pekerjaan? Di mana dia sekarang? Apa dia sedang ingin mengkhianati janjinya?
Berkali-kali mataku beralih ke jalan utama yang menjadi satu-satunya jalan ketika dia datang. Aku tatap minimarket yang ramai dengan muda-mudi yang duduk di depannya, bercengkerama dengan lawan mainnya sambil nyemil. Sungguh enjoy daripada kondisiku yang menanti sesuatu yang tidak pasti.
Aku mulai lesu. Wajahku sudah muram dan aku kembali ke dalam laundry-an selagi adzan Maghrib berkumandang.
Aku tersenyum getir. Ini sudah pukul enam, dalam diam, aku menyimpulkan jika memang tidak yakin tidak perlu dipaksakan karena yang terpaksa akan slalu menyiksa.
Dadaku terasa sesak. Aku sudah mati-matian mengumpulkan keberanian memutuskan sebuah pilihan. Sekarang keberanianku ini dipermainkan, diperbudak waktu yang terus bergerak menjauh dari jadwal.
"Belum apa-apa Kaysan sudah berbohong, atau sebenarnya aku yang terlalu berharap? Udah ah, capek."
Aku menghela napas. Ekspetasiku berlebihan, tertipu oleh kata-kata magis yang manis. Tidak mungkin pria sekelas Kaysan serius mengatakan semuanya malam itu tanpa adanya secuil keraguan.
Kaysan mungkin hanya bercanda, mungkin sedang kerja, mungkin sedang bingung mencari pakaian yang cocok untuk berkencan denganku, atau mungkin dia sendiri sedang takut bertemu denganku?
Kemungkinan-kemungkinan itulah yang mengalahkan kesedihanku. Aku mencoba bergairah dalam melanjutkan pekerjaanku dengan melepas hanger satu persatu dari pakaian kering pelanggan.
Lama aku berkutat dengan pekerjaan, suara ketukan kaca etalase meneror kesibukanku. Aku menoleh dan mataku tidak biasa-biasa saja. Kaysan tampan sekali dengan batik hitam lengan panjang itu. Aku pun sejujurnya tak sanggup mengatasi ketampanan yang tidak biasa itu.
Aku mengedipkan mata. Kaysan datang juga meski telat dan membuatku sudah berkeringat, sebal dan sudah tidak berminat jalan.
"Maaf membuatmu menunggu." Kaysan menyerahkan sebuket mawar putih kepadaku sambil tersenyum.
Aku menatap mawar putih yang terlihat segar dan wangi. Aku paham arti mawar putih. Perasaan cinta yang tulus dari seseorang untuk kekasih hati atau sebagai bunga tanda perpisahan. Maksud mana yang mau dia berikan untukku?
Aku bergeming. Tidak ada yang memulai pembicaraan ini kecuali tatapan kami yang saling mengikat dan memaksa untuk saling berbicara tanpa suara.
Aku menghela napas. "Pulang lagi aja sana, aku sudah tidak berminat untuk pergi." ucapku sambil menaruh bunga mawar itu di atas etalase. "Kamu sudah lihat gimana wajahku, jadi jangan tanya kenapa!"
Kaysan membuka pintu laundry-an lebar-lebar. "Saya tahu kamu marah, kamu cemberut, tapi saya akan menjelaskan alasannya!"
"Apa alasannya?" tanyaku lantang.
Kaysan menghela napas dengan cepat. "Saya tidak tahu harus mencari di mana penjual bunga, sejak sore saya hanya berputar-putar mencari penjual bunga di kawasan kota yang macet karena malam Minggu."
"Kenapa kamu tidak minta bantuan pelayan di rumahmu? Kamu kan istimewa."
"Saya ingin beli sendiri, usaha sendiri. Ada bunga di rumah, tapi tidak mungkin saya memberimu bunga sesaji!"
Aku mendengus sambil memegangi bunga pemberiannya. "Bunga ini tidak termasuk janjimu, janjimu hanya menemuiku."
"Saya paham, tapi bunga ini saya cari spesial untukmu, sebagai pelengkap.
Aku menghela napas panjang, "Tapi aku sudah malas pergi, udah gak selera, aku mau telepon Bu Rosmini aja kalau nggak jadi datang!"
"Kamu tidak boleh begitu, Rinjani!" Kaysan geleng-geleng kepala, "Saya tunggu kamu bersiap-siap, sepuluh menit saja kalau bisa."
Aku memukul dadanya dengan bunga pemberiannya. "Enak banget dia ngomongnya, mana mungkin aku bisa mengumpulkan mentalku selama sepuluh menit setelah aku nunggu satu jam lebih?"
Kaysan menyunggingkan senyum sambil berbalik. "Saya tunggu di mobil."
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Ulil Baba
emang kuda lumping kesurupan kok kembang sajen
2024-11-16
0
Biicandra
itu pintu toko dibukaa ditutup lagii yaa bener kali kalo lamaa lamaa ancurr. .😂😂😂 sallah sendiri pintu toko buat mainan wqwq. .
2023-05-09
1
Kinara (Hiatus)
kok nyesek rasanya yaa
2022-08-06
0