Malam ini, pukul tujuh. Mulutku tidak berhenti komat-kamit di belakang Bapak ojek yang mengantarku ke rumah Kaysan.
Bayangkan, kali ini aku yang akan menjumpai seorang pria yang mati-matian aku hindari dan aku ingin dia pergi.
Apa yang harus aku lakukan nanti? Basa-basi bukan gayaku, tapi masa iya aku langsung mengutarakan inginku dan berharap dia setuju menemui Bu Rosmini.
Baginya mungkin ganjil. Bagaimana jika dia menolaknya? Bagaimana jika aku harus merayu sampai mau? Wah... Aku merasa tidak bisa. Dan semakin dekat dengan rumahnya semakin berdebar jantungku, semakin dingin tanganku.
Rasanya ingin aku akhiri cerita antara aku dan dirinya. Tapi cerita ini baru saja akan dimulai. Aku mendengus sebal, mau sampai mana ceritaku dan Kaysan Sampai perasaanku berdarah-darah, sampai kisah cintaku tak berujung. Atau sampai cintaku padamu tak pernah padam. Argh...
"Mbak, Mbak. Sudah sampai."
Aku menghela napas sambil turun dari motor. "Terima kasih, Pak." Ongkos kuberikan, Bapak ojek gegas pergi dariku yang mulai rikuh dengan tatapan Pak Satpam.
Aku menggenggam erat paper bag sambil mendekati pos jaga. Kuat-kuat Rinjani, kuat-kuat.
"Permisi..." ucapku pelan.
"Kamu lagi, kamu lagi!" Parto mendekatiku dan membukakan pintu gerbang.
"Kaysan ada?" tanyaku tak acuh dengan tatapan Parto yang jengkel padaku.
"Ada perlu apa mencari Mas Kaysan?" Parto mengamatiku dengan seksama.
Apa rok yang aku pakai aneh?
Aku menunjukkan jaket yang ada di paper bag, "Aku hanya mau mengembalikan ini ke Kaysan, Pak."
"Ini sudah larut untuk bertamu! Kamu tidak boleh masuk, jam makan malam ini, ganggu orang dalam!"
Mentang-mentang pake seragam, galak benar Parto ini, aku mendengus.
"Bilang saja ke Kaysan lagi di cari Rinjani gitu. Juraganmu itu pasti senang kok!" ucapku percaya diri. "Jarang-jarang kan aku ke sini, kaget dia pasti. Toh jangan mengusir tamu juraganmu, siapa tahu ini penting!"
Aku lihat Parto mendengus kesal dan pergi ke pos jaga untuk menelepon orang dalam.
Aku meringis waktu dia melotot dan menerima kekalahan. Parto keluar dari pos jaga seraya mengunci gerbang dan berjalan mendahuluiku, "Cepat!"
Aku mengikuti langkahnya yang cepat ke jalan kecil disamping rumah utama, sedang mataku berkeliaran mengamati setiap inci pemandangan yang diberikan tempat ini.
Megah, klasik, dan beruntung sekali keluarga ini diberkahi oleh kebaikan-kebaikan. Aku jadi iri, mengapa aku terlahir dengan kekurangan yang amat kurang.
"Jaga sikap, awas kamu macam-macam!" ucap Parto setelah memanggil Kaysan dengan santun dan melewatiku. Oke, dia pergi kemudian.
Angin membasuh tubuhku yang gemetar. Aku tahu ini penting, aku tidak bisa mundur dari tekad dan janji yang sudah aku torehkan. Aku hanya harus mencari keberanian untuk berkata dan menerima jawaban.
Aku membuang napas dari mulut. Dari jarak lima meter aku bisa melihat punggungnya yang tegap dan nyaman untuk bersandar itu berputar dan memunggungi air mancur di kolam ikan.
Tanganku semakin dingin, perutku makin keroncongan. Entah kenapa jika grogi begini badanku suka memberi reaksi seperti orang belum makan dua hari, padahal aku tadi sudah makan dua porsi nasi kucing dan dua gorengan.
Kaysan menatapku, tapi tidak ada yang bersuara, kami hanya saling berdiri. Membiarkan waktu berlari sesuka hati hingga
suara nyaring membuatku dan Kaysan menoleh bersamaan.
Juwata Ningrat berjalan mendekatiku, senyumnya sumringah. Buset. Langkah kakinya buru-buru amat seperti hendak menemui rekan bisnis pemberi untung jutaan.
"Rinjani toh kamu? Anak pasar karang gayam?" katanya riang.
Aku tersenyum dan mengangguk. "Betul, Ibu." Aku mencium punggung tangannya.
Juwita Ningrat langsung menatap Kaysan sambil menggandeng tanganku. Apa-apaan ini. Lepas gak?
"Kebetulan Rinjani ke sini, Bunda tidak menyangka. Ayo kita makan malam bersama, Kay!"
Mataku membulat, ini diluar ekspektasiku. Makan malam bersama keluarganya yang sangat menjalankan adab dan humaniora ini?
Aku tersenyum kaku waktu Juwita Ningrat menatapku sambil mengangguk-anggukkan kepala seolah memintaku untuk setuju saja. Dan aku tidak yakin Kaysan juga setuju dengan ide ini, wajahnya justru mengandung rasa penasaran yang tinggi.
"Masuk, Kay. Ayahanda sudah menunggu!" ucap Juwita Ningrat.
Tingkat kecemasanku meningkat dengan cepat, wajahku pias. Jika menolak aku sama saja tidak menghormatinya. Jika mengiyakannya sudah aku akan mati kutu dan kaku seperti kanebo kering.
Aku menahan tarikan tangan Juwita Ningrat yang hendak menyeretku ke dalam. "Tunggu dulu, Ibu." Aku terdiam rikuh saat Kaysan menghentikan langkahnya dan Ibunya memandangku heran.
"Pak Parto tadi bilang ini bukan waktunya untuk bertamu, saya tidak boleh ganggu dan lama-lama di sini!"
Juwita Ningrat tergelak pelan, aduhai suaranya, tidak seperti aku yang tertawa mirip ayam berkokok lantang.
"Parto kamu dengar, sudah jangan khawatir, dia hanya menjalankan tugas, aku bosnya di sini. Ikuti saja kataku!" gurau Juwita Ningrat.
Aku kembali menahan tangan beliau yang sepertinya amat sangat berharap aku masuk ke rumahnya.
"Ehm, ehm.... saya ke sini hanya mau mengembalikan jaket Ka... Mas Kaysan, Ibu." Aku menunjukkan paper bag yang aku bawa. Tetapi Juwita Ningrat malah menatap Kaysan.
"Jaket? Kenapa jaketmu bisa di bawa Rinjani, Kay? Apa kalian habis bertemu?" tanya Juwita Ningrat lalu tersenyum-senyum curiga. Entah apa yang beliau pikirkan, pasti sudah diluar jangkauan.
Kaysan mengendurkan otot-otot bahunya. "Ceritanya panjang, Ibunda. Tetapi segeralah masuk ke dalam lebih dahulu, Ayahanda sendiri."
Juwita Ningrat menarik tanganku kembali dengan sedikit paksaan. "Jangan menolak rejeki, Rinjani. Ayo masuk saja daripada kamu tidak boleh pulang!"
Ya Allah! Jangan gitu dong, Bu.
Aku membiarkan langkahku melemah ke dalam rumah, melewati hiasan rumah yang otentik khas Jawa, patung-patung unik, para wayang dan lukisan-lukisan keren tergantung rapi dan bersih sampai mataku menangkap potret Kaysan memakai baju surjan dan blangkon. Gilak... Bagus banget. Mirip...
Kakiku terus melangkah hingga perjamuan makan malam di ruang makan yang sepi nyenyet itu mengakhiri kekagumanku.
Seorang pria sepuh yang lebih menyeramkan dari Kaysan berdiri menyambut kami bertiga. Wajahnya tampak menerka-nerka diriku dengan kentara.
"Rinjani, perkenalan dirimu dengan Ayahanda Kaysan." Juwita Ningrat tersenyum, mengantarku lebih dekat ke Sultan Adiguna Pangarep.
Aku membungkukkan hormat sembari menjulurkan tanganku untuk bersalaman dengan beliau.
"Saya Rinjani Alianda, Bapak." Kucium punggung tangannya dengan rikuh.
Tangan kiri beliau mengusap kepalaku, rasanya seperti di sayang seorang Bapak. Dadaku menghangat.
"Apa kamu adalah anak preman yang ditolong istriku dan membuat putraku memiliki waktu lebih banyak di luar pekerjaan?"
Aku menatap beliau sebentar sebelum menunduk. Aku harus jawab apa? Kelakuan Kaysan itu bukan salahku, bukan permintaanku.
"Sejauh mana kalian berdua sudah berteman?"
Aku bingung tak karuan, lidahku mendadak hilang fungsi. Untuk apa juga pertanyaan itu? Ada kepentingan apa beliau?
Juwita Ningrat menatapku, menjelaskan maksud dari perkataan suaminya. Aku ternganga, jantungku rasanya berhenti berdetak. Rasanya jarum jam berhenti berputar, kenyataan apalagi ini, mengapa Kaysan sudah melangkah lebih jauh untuk mendekatiku dengan meminta izin ayahnya.
"Kami tentu berbeda, Ibu dan Bapak. Tidak sepantasnya kami bersama dan saya tidak meminta waktu Mas Kaysan lebih banyak daripada waktu kerjanya." ucapku takut-takut.
Kaysan tiba-tiba muncul dari pintu yang berbeda dari yang aku lewati setelah izin ke kamar lebih dahulu dengan pernyataan tidak senang.
"Ayahanda dan Ibunda sebaiknya segera makan malam. Terlebih lihatnya Rinjani tidak nyaman dengan pertanyaan itu."
"Kamu sendiri dari mana? Sisiran? Pakai pewangi badan?" cibir Juwita Ningrat sembari menarik kursi,
"Ayo Rinjani kita makan malam dulu. Lalu nanti kamu biar di antar Kaysan pulang. Anak gadis dilarang pulang malam sendirian, bahaya!"
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
mams dimas
sampe kalian jadi kakek nenek dan mas kay meninggal...pokok nya panjannnnng buanget😁😁😁
2025-01-13
0
roempoet liar soe
😍😍😍😍😍
2023-06-24
1
T.N
ikuti saja apa kata hati Jani
2023-02-23
0