Sepanjang perjalanan menuju toko, berkali-kali aku menoleh kebelakang. Berharap Kaysan mengejarku, seperti adegan difilm-film India atau drama Korea.
Tapi tak kunjung ku lihat pemilik tinggi badan 175cm. Dia tinggi sekali, bahkan dengan tinggi badanku seperti ini, semakin membuat jarak diantara kami, jika mau mencium bibirnya pasti aku harus berjinjit. Aaa... pikiran macam apa ini, bibir tipisnya, kumis tipis yang menghiasi wajahnya semakin membuatku tidak tahu diri.
Setelah sampai ditoko aku ingin lekas mandi, mengguyur kepalaku dengan air dingin. Aku ingin meredam pikiran kotor ini kalau perlu aku rendam dengan deterjen sekali bilas biar cepat hilang.
Benar kata Nina, diam-diam melihat sama saja kamu memindahi wajahnya masuk ke memori internal otakmu. Memindahi wajahnya sama saja kamu sudah melekatkan wajahnya dihatimu, hati-hati jika kamu tidak bisa melupakannya. Hati-hati jika kamu sudah diam-diam menaruh rasa padanya, sekalipun kamu menolaknya. Perasaan akan tetap tumbuh dan tumbuh, Rinjani. Hati-hati!
Nina jahat sekali, aku semakin takut..., bukan karena takut menyukainya. Takut karena harus diam-diam menyimpannya sendiri. Menyimpannya dalam hati yang mendasar.
Karena yang mendasar akan slalu mendalam.
*
Mentari terlalu pagi mengkhianati. Aku terbangun saat cahaya terang menyilaukan mataku. Tepat di depanku adalah kaca, kaca yang tembus dengan halaman belakang. Cahaya mentari begitu terang benderang, aku menyipitkan mataku, terduyun-duyun bangkit dari tidurku, saat terdengar ada seseorang yang menggedor rolling door cukup keras. Bising dan menganggu, pikirku.
"Arghhh..." Kesal karena tak kunjung pergi, akhirnya aku menyaut kunci, berjalan perlahan.
Aku tak peduli dengan t*i mata atau rambutku yang acak-acakan. Berkali-kali aku mengerjapkan mataku, menyelaraskan cahaya matahari yang masuk menusuk kedua retina mataku.
Aku membuka pintu satu persatu, melongok ke depan mencari siapa pemilik tangan yang membuat kebisingan ini.
Aku dapati pemilik kios, Bu Rosmini. Ia Memakai gamis bunga-bunga dengan Khimar warna senada. Berdiri sambil berkacak pinggang. Menatap ke arahku, dengan tatapan siap menerkam mentah-mentah. Mulutnya jelas sudah ingin ngomel-ngomel. Aku paham gelagatnya jika sudah seperti ini.
"Bu Ros..." Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Turun dari anak tangga dan menyambut kedatangan ibu Menteri keuanganku, "Ibu kok gak bilang kalau mau kesini?" tanyaku semanis mungkin.
"Sidak! Jam piro iki Jani, durung buka tokone. Arep gawe ibu bangkrut!" [ jam berapa ini Jani, belum buka tokonya. Mau buat ibu bangkrut!"
Tangannya menunjuk jam tangan. Sebentar lagi pasti tangannya menjewer telinga ku. Seperti dulu, jika aku telat buka pintu toko.
"Maaf, Jani lelah Bu." memasang wajahku dengan menyesal.
"Lelah! arep metu kerja, ho'o!" [ mau keluar kerja, iya! ]
Tangan Bu Rosmini mendarat ke telingaku, memelintirnya dengan cepat dan menarikku masuk ke dalam toko. Kakiku terseok-seok dibuatnya, jika sudah galak minta ampun!
"Aw, aw... Ampun Bu... Ampun." kataku mengiba. Bu Rosmini melihat sekeliling, lalu melepas telingaku.
Aku mengusap telinga kiriku, rasanya panas. Ingin menjerit pada dunia, pagi-pagi sudah kena omelan.
"Maaf Bu, Jani bangun kesiangan." aku tertunduk, menautkan dua jari telunjukku di depan dada.
"Pulang jam berapa kemarin?" Tangan Bu Rosmini sudah sibuk membuka buku laporan pemasukan dan pengeluaran di toko. Melihat buku khusus untuk menulis nomer HP dan voucher pulsa.
"Iki opo Rinjani, iki opo love love barang."
[ ini apa Rinjani, Iki opo cinta cinta juga ] Bu Rosmini menunjuk nomer yang aku tahu milik Kaysan. Karena aku sendiri yang memberi simbol cinta itu.
"Ya love love to, Bu. Cuma love love tidak lebih." kataku sambil tersenyum kaku.
"Ojo ngomong nomere cah Lanang, terus tok simpen ning HP mu!" [ Jangan bilang nomernya anak laki-laki, terus kamu simpan di HPmu ]
Aku ingin mengutuk mulut bibir Bu Rosmini, bisa-bisanya dia jadi cenanyang.
"Enggak, Bu. Itu hanya nomer penting. Jika aku rindu tinggal menelponnya." kataku sambil tersenyum malu-malu. Bu Rosmini kembali memelintir telingaku, menggelengkan kepalanya karena jawabanku.
Aku tertawa, "Sudah Bu, sudah. Aku mengaku salah!"
"Nanang gimana, udah jarang kesini?" Bu Rosmini menghidupkan komputer, sudah jelas dia mau lihat apa, laporan cctv!
"Udah putus, jangan dibahas Bu. Aku gak mau dia nanti merasa terpanggil. Aku gak mau!" Aku melengos tak mau melihat Bu Rosmini yang melihat putaran video-video rekaman cctv.
Lelah menunggu Bu Rosmini, akhirnya aku memilih untuk mandi, gosok gigi, pake baju, pake parfum dan buat teh hangat untuk menteri keuanganku.
Aku membawa dua cangkir teh hangat ke depan. Menaruh tepat di depan bu Rosmini.
Bu Ros menatapku, kembali menatap layar komputer. Kembali menatapku berulang kali, hingga aku penasaran dengan tatapan itu.
"Ada apa, katakan saja. Jangan seperti orang bingung, Bu..."
"Kamu tidak dekat dengan dia kan Rinjani, nomer ini juga bukan nomer laki-laki itu kan?" Bu Rosmini menatapku penuh curiga dengan tanda tanya besar di kepalanya.
"Laki-laki? Siapa Bu, siapa?" tanyaku lagi sambil ikut menatap layar komputer, "Jangan berpikir terlalu jauh. Rinjani hanya berteman dengannya."
Bu Rosmini menghembuskan nafas kasar. Menatapku lagi, aku yang di tatap merasa risi. "Katakan saja, biar bisa tidur nyenyak nanti."
"Rinjani!"
"Apa?"
"Mimpi apa aku Rinjani, tokoku didatangi anak raja. Jani, katakan. Ceritakan sama ibu."
Bu Rosmini mengguncang bahuku berkali-kali, nadanya begitu antusias.
"Kepo, tambah uang gaji dulu nanti aku kasih tahu." Aku tersenyum lebar, dengan cepat tangan Bu Rosmini memukul bahuku, aku terkekeh dibuatnya.
"Ceritanya karena aku pingsan terus ditolong Ibunda Ratu. Terus diantar pulang sama laki-laki itu. Terus ya ibu bisa lihat sendiri. Aku malas menceritakannya."
"Jadi di dalam mobil kamu cuma berduaan dengan dia Rinjani. Kamu pingsan tidak?"
"Pingsan enggak tapi masuk angin iya." Kataku sambil mengambil cucian di keranjang, memasukannya pada mesin cuci.
"Kenapa bisa masuk angin? Ibu lihat kalian di dalam mobil lama sekali. Kalian ngapain aja?" tanyanya masih penasaran.
"Tidur." jawabku singkat, tapi respon yang Bu Rosmini berikan setelah itu panjang lebar seperti Nina jika sedang memberi ultimatum.
"Pikiran ibu terlalu jauh." kataku sambil duduk disamping Bu Rosmini. Mengambil setrika lalu menancapkan colokannya ke saklar listrik.
"Rinjani, nomer ini juga nomer laki-laki itu." Telunjuknya menunjuk tanda cinta yang aku buat setelah Kaysan menulis nomer HPnya dulu.
Aku mengangguk, "Jangan disimpan. Awas ya!" Aku menajamkan mataku.
"Kapan dia kesini lagi, Rinjani? Ibu mau foto dengannya."
"Entah, aku tidak tahu Bu." Aku tidak peduli dengan pikiran Bu Rosmini. Dia tampak antusias sekali membicarakan Kaysan yang sering mendatangi tokonya. Sedangkan aku sudah sibuk menyetrika baju milik pelanggan.
Namun lama kelamaan, aku merasa kasihan. Dengan berat hati aku mengatakan, "Besok aku mau kerumahnya, aku sampaikan pesan Bu Rosmini jika ingin bertemu dengannya."
Seperti mendapat undian arisan Bu Rosmini bersorak riang.
"Kamu mau ngapain ke rumahnya, Rinjani?"
Aku menunjuk jaket hitam yang tergantung menunggu giliran di cuci.
"Mau aku kembalikan. Ibu pulang aja deh atau panggilkan tukang servis rolling door. Jani capek ngangkatnya."
"Temukan ibu dengan anak raja dulu, nanti ibu servis dan kasih bonus buat kamu." alisnya naik turun.
Mataku membulat, bagaimana jika Kaysan menolaknya, tidak bisa memberi harapan palsu, aku harus memilih jalan tengahnya, "Insyaallah tidak janji." Begitu saja sambil meneruskan setrikaan.
"Baik, 200rb." Bu Rosmini mengeluarkan uangnya dari dalam tasnya.
"Bagaimana, kurang tidak?" Bu Rosmini mengambil uangnya lagi.
"300rb?"
"400rb?"
"500rb?"
Aku mencabut colokan kabel setrika. Mengambil 5 lembar uang seratus ribuan. "Aku bisa gunakan ini untuk servis rolling door, Bu." Aku tersenyum, Bu Rosmini merengut.
"Ibu simpan uang ini, besok kalau Kaysan mau, Rinjani telepon ibu." kataku sambil menyelipkan uang itu lagi ke dalam tas Bu Rosmini.
"Beneran tidak bohong?" Dia masih begitu tidak percaya dengan ucapanku.
"Sudah pulang saja, ibu ganggu Jani, tau..." Aku mendorong Bu Rosmini keluar toko.
"Rinjani ibu tunggu kabarmu." Bu Rosmini masuk ke dalam mobilnya, meninggalkan toko dengan harapan penuh untuk bertemu dengan anak raja.
Sedangkan aku, aku pusing dengan ulah Bu Rosmini. Bagaimana caranya agar Kaysan mau berfoto ria dengan Bu Rosmini. Pasti akan ada simbiosis mutualisme antara aku dengan dirinya.
*
Jangan lupa like dan vote sebanyak-banyaknya 🤭🤭🤭
Rahayu kersaning Gusti 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 255 Episodes
Comments
Dede Dahlia
Rinjani,secara jaman sskarang ga ada yg gratis atau cuma²pasti harus ada simbiosis mutualisme 🤣🤣🤣
2024-02-27
0
Trianto
it's good
2022-07-04
1
Santoso Zha
weleh weleh
2022-06-30
0