Ayam berkokok dan alarm hapeku terlalu pagi mengkhianati tidurku yang baru lima jam. Malas-malasan aku membuka mataku, berharap masih ada sisa tenaga untuk kembali bekerja. "Realita kehidupan terkadang menyiksa."
Aku menggeram kesal karena suara gedoran di pintu rolling door menambah parah kejengkelan ini.
"Ya Allah, siapa yang pagi-pagi buta udah bertamu?"
Jangan-jangan maling, penculik, perampok? Kepanikan menggerayangi tubuhku, aku sendiri, tidak bisa bela diri, sementara yang di depan itu pasti tahu aku hanyalah wanita lemah.
"Cuekin ajalah daripada nyawa melayang." Selimut menutupi wajah, tidur pun kembali menjadi aktivitas yang aku lakukan.
-
Dar... Dor... Dar... Dor... Dar... Dor...
Aku menyahut kunci seraya membuka semua pintu dengan setengah sadar dan grusa-grusu.
Gedoran di rolling door itu tidak berhenti sepertinya, malah makin menjadi-jadi waktu aku sadar cahaya matahari sudah menebus pintu kaca dan menerpa kulit-kulitku. Dan tampaklah siapa pemilik tangan yang membuat kebisingan hari ini setelah rolling door berhasil aku dorong sekuat tenaga ke atas.
Aku tersenyum kikuk, aku mendapati Bu Rosmini sudah petentang-petenteng dengan gamis warna marun bunga-bunga dan khimar warna senada. Beliau yang terhormat itu menatapku dengan tatapan pemburu mangsa yang siap menerkam mangsanya cepat-cepat.
Aku menyeringai dan buru-buru menghampirinya. "Sejak kapan Ibu datang?"
"Ya suka-suka Ibu toh mau datang jam berapa saja? Gak subuhan kamu?" Bu Rosmini menunjukkan jam tangannya, jam setengah delapan. Bagus, aku kesiangan! Dan yang pasti kupingku segera tidak selamat dari tangganya yang hobi menjewerku.
"Mau bikin laundry-an bangkrut kamu jam segini baru bangun?"
Hari Seninku yang malang. Aku pun memasang wajah penyesalan. "Maaf, Bu. Aku kecapekan."
"Kecapekan?" Bu Rosmini tampak tidak terima. "Capek gimana? Kamu ini kemarin pergi pakai mobil toh, cowokmu itu?"
"Bukan!" Aku cepat menggeleng. "Cowok dari mana, Bu... Auww... Ampun Bu... Ampun." Bu Rosmini menarik telingaku hingga ke dalam laundry-an.
"Mau sibuk pacaran lagi kamu?! Lupa tanggung jawabmu?"
Aku mengusap telinga kiriku, rasanya panas dan tak henti-hentinya Bu Rosmini menatapku dengan curiga.
"Dapat dari mana kamu kenalan pakai mobil? Kamu nggak aneh-aneh toh, Rin?"
Rin lagi, Rin lagi. Bagus juga Jani.
Aku mendengus, pertama-tama aku harus minta maaf atas pelanggaran yang aku lakukan. Pemecatan terhadapku tidak akan terjadi!
"Maaf Jani bangun kesiangan, Bu. Kemarin habis naik gunung, ngajar anak-anak! Terus kecapekan."
"Pulang jam berapa kemarin?" Tangan Bu Rosmini sibuk membuka buku laporan pemasukan dan pengeluaran toko seraya melihat buku khusus untuk menulis nomer HP dan voucher pulsa.
"Ibu juga tahu sampai sini aku jam berapa? Ibu pasti sudah cek cctv toh."
Bu Rosmini kembali memelintir telingaku, sekarang yang kanan. "Jawab, kemarin itu siapa? Nanang?"
"Nanang, sudah putus lama!" Aku mencebikkan bibir. "Aku di putusin!"
"Kapok." Bu Rosmini tertawa. "Dia mau cari yang lebih cantik, yang nggak bau keringat."
"Pret..." Aku mempersilahkan Bu Rosmini duduk. "Aku mandi sebentar ya, Bu. Mau toh Ibuku ini nunggu toko?"
Bu Rosmini mendesis sambil mengibaskan tangan. "Cepat, terus sarapan kita. Di mobil ada bakwan jagung sama soto."
Buru-buru aku pergi ke kamar mandi, urusan telat bangun dan buka laundry-an beres. Beliau habis ini pasti hanya akan mempertanyakan siapa laki-laki semalam.
"Aku harus jawab apa nanti?" Aku mengeringkan rambut sambil ke kamar kecil di balik rak kayu yang digunakan untuk menyusun pakaian yang sudah rapi.
"Ngapain hayo!"
Bu Rosmini menoleh sambil menatapku lalu kembali menatap layar hapeku lagi. "Anyar hapemu? Duit dari mana?"
"Yang jelas aku nggak ambil uang laundry-an dan pulsa. Uang aman loh, setoran jelas." Aku melihat hapeku, mampus, ada foto Kaysan yang aku lihat semalam di layar.
"Kemarin ada sales hape, lagi promo, aku ambil satu tapi kredit!"
"Astaghfirullah, Rin!" Bu Rosmini geleng-geleng. "Kamu ini baru susah lho, mbok tidak usah macam-macam!"
"Ya maaf, sudah terlanjur kok." Aku meringis, "Aku bikin teh dulu ya, Bu. Terus mana kunci mobilnya, mau ambil rantang!"
"Rin... Rin... Kamu lho nggak bisa apa bikin Ibu tenang sehari saja?"
Aku menerima kunci mobilnya dan pergi mengambil rantang stainless susun empat.
"Makasih lho Bu sudah ingat aku. Kabar rumah gimana? Semua sehat?"
Bu Rosmini menepuk bangku plastik di sebelahnya. "Pacarmu baru?" tanyanya pelan-pelan.
Aku mengembuskan napas panjang. "Bukan pacar itu, cuma teman!"
"Gak mungkin kalau cuma teman!"
Sambil mendengar Bu Rosmini mengoceh tentang kedatangan pria itu berkali-kali ke tokonya dan menuduh aku sebagai simpanan pria hidung belang. Aku menyiapkan sarapan kami berdua.
"Ya kalau kamu merasa bukan simpanan pria hidung belang, kenalkan ke Ibu!"
"Tambah uang gaji dulu baru nanti aku kasih tahu." gurauku dengan riang.
Bu Rosmini mencubit hidungku. "Kamu itu tanggung jawabku, siapapun yang pingin dekat-dekat kamu harus aku sortir!"
Sortir, emang barang dagangan?
"Sarapan dulu gimana? Terus cucianku banyak lho, Bu. Besok-besok ajalah aku kenalin."
"Janji?" Bu Rosmini menambah bakwan jagung ke piringku. "Makan yang banyak, habis itu kamu aku kasih kelonggaran buat telepon temanmu itu! Ibu mau kenalan."
Aku mengangguk dengan pasrah, benar-benar repot ini urusannya. Mana aku harus bermanis-manis lagi dengan Kaysan untuk membujuknya.
Ah, itu bukan aku. Tetapi aku juga perlu mengembalikan jaketnya. Ahaa... ide cemerlang, aku bisa ke rumahnya saja dengan begitu pertemuanku dengan Kaysan bukanlah untuk bermanis-manis melainkan untuk membahas sikap protektif Bu Rosmini.
"Ibu tenang aja, pokoknya terima beres. Tapi jangan maksa juga lho, kalau dia nggak mau ya udah. Gak papa kan?"
Bu Rosmini berdecak, "Usahakan sampai dia mau, kalau tidak berarti kamu bohong, Rin!"
Ribet.. Aku terpaksa mengangguk lagi. Aku bukan simpanan, ngawur banget tuduhan itu.
"Aku pasti usahakan, nanti malam aku ke rumahnya. Aku mau kerja dulu!"
Bukannya tentram mendengar pernyataanku, Bu Rosmini malah semakin menjadi-jadi. Dia memberondongkan banyak pertanyaan.
Rumahnya di mana, bagus gak, kamu ngapain aja di rumahnya? Kenapa sudah sejauh itu, Rin...
Aku memejamkan mata sambil menelan bakwan dengan susah payah. "Namanya Kaysan Adiguna Pangarep, Bu. Orangnya baik, tidak mungkin menjabat sebagai pria hidung belang. Ibunya saja pakai sanggul!"
"Pakai sanggul?" Bu Rosmini terlihat takjub.
Aku pun mengangguk lalu mengambil bakwan lagi karena tidak mungkin aku sia-siakan sarapan gratis ini.
"Pokoknya Bu Ros tenang, aku bisa jaga diri kok. Aku galak, bisa teriak-teriak!"
Bu Rosmini menonyor keningku.
-
next
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Dede Dahlia
Rinjani,secara jaman sskarang ga ada yg gratis atau cuma²pasti harus ada simbiosis mutualisme 🤣🤣🤣
2024-02-27
0
Trianto
it's good
2022-07-04
1
Santoso Zha
weleh weleh
2022-06-30
0