Sayup-sayup ku dengar lirik lagu itu, lirik lagu yang mengisahkan tentang sejuta bintang bertebaran yang hanya mampu kita lihat namun tak akan bisa kita miliki. Berkedip-kedip seperti ekor kunang-kunang dihamparan langit yang begitu luas. Indah tak terperikan.
Aku mulai mengerjap-ngerjapkan mataku, entah berapa lama aku tertidur. Rasanya badanku begitu pegal, kepalaku cenderung terasa pening. Apa aku terserang masuk angin karena terlalu lama ada di dalam mobil dengan AC yang menyala. Apa aku begitu mengenalmu ndeso. Hmm...
Aku memijit pelipisku untuk mengurangi rasa pening dikepalaku. P-e-r-l-a-h-a-n, mataku mulai terbuka sempurna. Aku ingin berteriak, menutup mulutku dengan telapak tanganku. Ku lihat Kaysan juga tertidur pulas.
Di dalam mobil, hanya ada aku dan dia. Bagaimana jika kita di gerebek warga, terus dinikahkan paksa. Ooo, bayangan itu menari-nari liar di kepalaku. Secepat kilat aku menggeleng.
Dia memilih memposisikan jok kursi mobil lebih bersandar. Matanya juga terpejam. Air mukanya terlihat lelah. Tangannya mendekap perutnya. Kepalanya miring ke arahku, apa sedari tadi dia melihatku tidur.
Astaga, mulutku ternganga. Buru-buru aku mulai mencari kaca untuk melihat wajahku, apa ada air liur yang menetes saat aku tidur tadi. Hah... tidak ada. Bagus! Aku tersenyum, aku mulai melihat sekeliling. Cahaya lampu biru yang remang-remang di dashboard mobil membuat kesan mobil ini lebih romantis namun playlist lagu ini tak menghubungkan kesan romantis dalam mobil ini. Bagaimana bisa dia memutar lagu full album milik Linkin Park saat hanya berdua dengan seorang gadis.
Tapi bagus, dia tidak memilih lagu-lagu melankolis yang akan menambah beban hatiku dan hatinya.
Waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam. Ku dapati temaram cahaya bulan diluar sana.
Aku ingin keluar dari mobil ini, aku lapar sekaligus belum mandi. Berlama-lama dengannya dalam satu mobil membuatku semakin gelisah. Aku tatap wajah itu, tapi tak tega untuk membangunkan.
Sehari bersamanya, seperti satu tahun dalam hidupku. Lama...
Akhirnya aku memilih mengambil ponselku di dalam tas, membuka banyak pesan dari Nina yang bertanda khawatir sekaligus kultum.
"Jani, maaf aku tinggal. Jangan macam-macam!
"Jani, sudah bangun?
"Jani, balas!
"Jani, apa yang terjadi!
"Jani, apa kamu belum bangun!
"JANI!!!!
Aku tersenyum, dengan cepat aku membalasnya "Capslock jebol, Nin." Ditambah emoticon tertawa.
Pesan balasan masuk dengan cepat, "Apa yang terjadi, kenapa pesanku belum kamu balas dari 1 jam yang lalu! Ceritakan!"
Dia posesif sekali seperti emak-emak, akhirnya aku menceritakan semua jika aku baru bangun dan masih menunggu Kaysan bangun tidur.
"Kalian tidak macam-macam kan! Awas, orang ketiga dalam hubungan adalah setan!"
Aku mengernyit, "Setan, setan! Tadi aku mau titip buat angsuran ringan hutangku. Tapi lupa, besok ya Nin. Aku ke rumahmu sekalian pulang ke rumah bapak."
"Beres, yang penting kamu hati-hati. Kelamaan berduaan akan tumbuh benih-benih cinta. Wkwkwk."
Aku tidak membalas pesan Nina, semakin aku tanggapi akan semakin menggila dia meledekku.
Aku lebih memilih menatap laki-laki disebelahku, kenapa dia tidak bangun-bangun. Apa segitu nyamannya dia tidur satu mobil dengan seorang gadis. Huft... benar kata Nina. Ini sudah dalam tanda bahaya. Sirene sudah berputar-putar menandakan gejolak asmara yang siap membakar.
Aku harus cepat mengguyur hatiku dengan air dingin. Biar tenang seperti sediakala saat tak pernah ada pertemuan antara aku dengan dirinya.
Aku berlama-lama menatapnya, hingga tercetus ide di kepalaku untuk memotret wajahnya. Ya, memang hanya sampai disini keberanianku. Matanya yang terpejam seperti itulah yang membuat ku berani melihatnya berlama-lama.
Satu, dua, tiga, cekrek...., Aku melihat hasil jepretan ku. Blur! Jepret-jepret lagi berkali-kali. Tanganku bergetar, apa karena aku tidak minta izin dulu memindai wajahnya ke ponselku.
Masa bodoh, salah siapa ya kan. Membuatku menunggu lama. Aku tersenyum licik.
Semoga aku tidak berdosa, aku melihat hasil-hasilnya lagi, "Lumayan." kataku sambil tersenyum.
"Lumayan apanya?" Dia mengerjapkan matanya, menatapku dengan heran dan curiga.
Aku sempet terkaget, dengan cepat aku memasukan ponselku ke dalam tas. Wajahku pias.
"Suaranya Chester Bennington lumayan." Aku menunjuk led kecil di dashboard mobil, dengan gambar kepingan CD yang sedari tadi berputar-putar.
"Yakin, kamu tidak bohong?" Kaysan mengusap wajahnya dengan tissue.
"Tidak, bohong untuk apa? Suaranya Chester Bennington memang bagus." kataku setenang mungkin. Malu sendiri aku jika sampai ketahuan memindai wajahnya saat tidur. Huft...
"Maaf lama, sebaiknya kamu keluar. Saya tidak mau ada orang melihat kita berdua di dalam mobil."
"Buka dulu pintunya, dari tadi kalau bisa aku sudah keluar dari sini." jelasku sambil membereskan barang bawaanku. "Terimakasih untuk waktumu, untuk jaketnya juga. Besok aku cuci dulu, aku kembalikan lusa."
Kaysan memencet pintu otomatis, dengan cepat aku membuka pintu mobil. Sedikit membungkukkan badan, "Sekali lagi terimakasih untuk hari ini." Aku tersenyum, dia cuek. Sungguh aneh, apa aku ketahuan berbohong. Entahlah, aku memilih berjalan ke toko. Begitu juga Kaysan, dia mulai menghidupkan mesin mobilnya. Memundurkan mobilnya, membuat jarak di antara kami semakin menjauh.
Sudah seharusnya memang seperti itu. Sejak dulu, seharusnya pertemuan kita tidak perlu terjadi.
Aku masuk ke dalam toko dan merebahkan lagi tubuhku diatas kasur busa yang sudah lama. Terlihat kempes dan tidak nyaman.
Aku memijit pelipisku lagi, pening kembali menyerang kepalaku. Berebut satu oksigen dengan Kaysan membuat darahku kekurangan kadar oksigen. Belum lagi hari ini aku belum makan nasi, Astaga! aku lupa belum makan nasi. Terburu-buru aku bangkit dari tidurku. Mengambil dompet dan membuka pintu kaca lagi. Membuka rolling door dan berjalan keluar.
Dekat sini ada sebuah pecel lele yang enak, ehm... bisa jadi makan malamku yang nikmat. Aku berjalan menuju tempatnya, hanya butuh waktu 10 menit. Aku sudah sampai di tempatnya.
Aku lihat mobil yang sama dengan punya Kaysan. Aku melongok ke dalam, mencari siapa yang punya mobil itu. Ternyata pemiliknya sama.
Dia sedang menikmati dua porsi lele bakar dengan dua nasi hangat, di temani teh hangat yang masih mengepulkan asapnya.
"Lapar banget ya, maaf." kataku sambil duduk di sampingnya.
Dia menoleh dan membulatkan matanya. Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya.
Dia masih sibuk mengunyah dan mengunyah.
Aku semakin tersenyum dibuatnya, aku membiarkannya. Sedangkan aku sendiri memesan pesananku yang tak jauh beda dari Kaysan.
Lima belas menit menunggu, pesananku datang. Aku mulai melahapnya dalam diam. Hanya sesekali tatapanku melihat ke Kaysan begitu juga dengan dirinya.
Lucu, aaaa. Aku menunjuk nasi yang berada di kumisnya. Mengambilkan dia tissu dengan tangan kiri ku, "Maaf."
Dia menerimanya, menghapus sisa makanan di mulutnya.
Aku yang lapar tidak mau ambil pusing duduk di dekatnya.
Sambel ini begitu nendang rasanya, hingga peluhku terus bercucuran di dahiku.
Rasanya pening di kepalaku menghilangkan, jadi fix aku masuk angin karena lapar dan diruangan ber-AC.
Aku menenggak teh hangat sampai tandas tak tersisa. Mengambil tissu dan menghapus keringat ku.
"Berapa pak?" tanyaku pada pak gondrong. Aku bangkit dan merogoh dompetku.
"Biasa neng, 15rb."
"Ini pak, terimakasih." aku berangsur mundur, meninggalkan Kaysan yang masih tak bergeming dari tempatnya. Apa dia malu, dia kepergok makan dua porsi sekaligus. Itu tandanya dia masih lahap dan tidak sakit.
Paling tidak malam ini ku akhiri dengan baik, tanpa ada perdebatan tentang tulang rusuknya yang hilang.
Jika 'hanya' like saja tak berkenan, apalah artinya sebuah tulisan.
Rahayu kersaning Gusti 💚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 255 Episodes
Comments
Dede Dahlia
sang pangeran kelaperan sampe pesen dua porsi sekaligus 🤭🤣🤣
2024-02-27
0
maytrike risky
Untung gk keselek🤭
2023-11-06
1
reza gaming 30
udah aku like ya thor
2022-08-20
0