"Mas, besok datang lagi toh?"
Kaysan mengangguk-anggukkan kepala tanpa beban seakan-akan permintaan anak-anak yang terpesona dengan mobilnya gampang dilaksanakan.
"Saya usahakan, doakan saja dapat izin ikut dari Mbak Jani dan Mbak Nina."
"Ya pasti aku doakan, Mas. Tenang." Tian tiba-tiba menghampiriku dengan langkah semangat. Aku belajar cuek, akan tetapi keceriaannya yang amat polos itu menggagalkan usahaku.
"Mbak udah tau kamu mau ngomong apa!"
Dengan cengengesan Tian yang lebih aktif atau cenderung bandel sendiri di antara cowok-cowok eksotis itu tergelak.
"Benar ya, Mbak. Ajak Mas Kay lagi, aku mau naik mobilnya, terus dia tadi pas ngajak aku muter-muter sudah janji mau bawa buku-buku bagus dan nasi gudeg!"
Nasi gudeg lagi, cinta amat Kaysan sama nasi gudeg. Dan bagus sekali, bagus. Ada-ada saja kelakuannya untuk menjeratku terus-terusan.
"Pokoknya di tunggu saja, terus jangan lupa berdoa! Dah ah, Mbak pulang dulu. Laper, kalian jangan lupa pr-nya, yang tidak mengejarkan gak dapat nasi gudeg."
Tian bersorak gembira dan saking bahagianya dia sampai ingin mengurangi fungsi gendang telinga kami.
"Besok kita makan nasi gudeg, makan nasi gudeg."
Kaysan tersenyum, entahlah, mungkin dia senang dengan pernyataanku.
"Makasih ya Mbak, Mas! Kita tunggu kalian datang lagi!"
Nina tergelak sambil menyenggol lenganku dengan sikunya. "Nah kan, kamu sudah benar-benar nggak bisa bebas dari yang mulia."
Aku cemberut berat, dan kejengkelan ini tidak menyelesaikan urusanku. Aku lupa jika tanah yang aku pijak sekarang adalah tanah lempung yang licin dan basah. Aku dan pikiranku seketika terpeleset. Malu? Oh betul banget. Malunya tidak kira-kira, bahkan tawa bocah-bocah itu terdengar meriah sekali.
Aku memukul-mukul tanah sambil menggeram kesal. Rasanya kecut. "Semua ini gara-gara tamu tak diundang!"
Nina cekakakan sambil berlutut di sampingku. "Lupa diri itu tidak bagus, Jani. Malu sama mereka."
"Kamu bisa berdiri?" Kaysan menyela kesenangan Nina dan kesengsaraanku dengan mengulurkan tangannya. Cepat-cepat aku menepisnya. "Tanganmu tidak mungkin aku kotori dengan tanah ini, yang mulia. Lagipula aku bisa berdiri sendiri!"
Akan tetapi keras kepalanya itu sulit untuk ditaklukkan. Kaysan meraih tanganku secepat dia bisa hingga kami berdiri berhadapan.
"Kedatanganku tidak perlu kamu pikirkan dalam-dalam, santai saja, Rinjani."
Buset, dia melempar ucapanku tadi. Aku pun hanya diam sambil menghela napas.
"Aku bersih-bersih sebentar!"
Kaysan dan Nina terpaksa mengiyakan pintaku sambil mengulum senyum.
Di mushola aku cepat-cepat membersihkan celanaku dan jaket yang mulia, aku tidak mungkin mengotori jok mobilnya yang mahal itu sekalipun Kaysan tidak akan memprotesnya.
Selang lima belas menit yang menurutku lama. Aku menghampiri Kaysan dan Nina yang bersandar di badan mobil.
"Pulang sekarang?" ucap Kaysan dengan mimik biasa saja, tidak mengungkit tingkahku bahkan jaketnya yang mungkin tidak akan seperti dulu.
"Tahun depan juga boleh kalau kamu gak ada kerjaan!" Aku menarik napas dalam-dalam, jangan marah-marah Rinjani, nanti kamu ditinggal di sini atau di turunkan di jalan. Itu bahaya.
"Iya pulang sekarang, Mas Kaysan."
Nina menyemburkan tawa yang mati-matian dia tahan. "Nanti mampir beli bakso dulu ya, Mas. Jani katanya tadi lapar berat, mau pingsan!"
Aku betul-betul ingin pingsan jadinya. Sudah malu gak ketulungan ini lagi Nina mulai tidak setia kawan.
"Kalian masuk dulu saja, sepertinya ini akan hujan lagi."
Aku dan Nina saling bertatapan saat Kaysan membuka dua pintu mobil. Gila, dia sepertinya tidak main-main dengan pertemanan beda kasta ini.
"Makasih banyak buat hari ini, Mas. Kita berdua benar-benar kebantu dan yang pasti anak-anak tambah seneng." ucap Nina selagi Kaysan mengemudi di bawah pepohonan yang menaungi jalan.
Aku menghela napas, Nina ini aku pastikan akan betul-betul menjadi perawat dan ustazah yang baik sekalipun dia seorang metalhead.
Kaysan mengangguk-anggukkan kepala. "Ngomong-ngomong kalau boleh tahu kenapa kalian bisa main sampai ke tempat sejauh ini?"
Aku secepat mungkin menatap Nina dari kursi depan, aku menggeleng pelan, memintanya untuk tidak bercerita perihal keingintahuan Kaysan.
Nina tersenyum kecil. "Kami gabung di satu komunitas metal, Mas. Salah satu program kami selain adalah bermanfaat bagi sesama sekalipun kami anak underground!"
Aku tidak bisa menyembunyikan senyum barang sebentar saja saat mendengar suara Nina yang bersemangat itu. Lain halnya dengan aku, Kaysan justru mengernyit.
"Kalian ikut di komunitas mana?" tanya Kaysan.
Aku memelototi Nina lagi. Itu rahasia, tolong. Dan Nina cukup koperatif untuk menyelamatkan aku darinya pria sok kenal sok dekat.
"Mas Kaysan kalau penasaran sama Rinjani coba cari tahu sendiri. Anaknya baru aja putus, lagi susah di gapai!"
Aku memperhatikan Kaysan tersenyum sambil mengangguk. Aku tahu habis ini dia pasti atur strategi.
"Apa kalian tahu di daerah sini ada warung bakso?"
Serempak aku dan Nina yang menyebut warung bakso langganan kami. "Warung bakso idola khas wonogiri!"
Kaysan geleng-geleng kepala, mungkin dia mengeluhkan suara kami yang bar-bar dan tidak sopan.
"Nanti aku mau pesan bakso beranak-pinak, Jan. Udah lama perutku tidak tersentuh kuah bakso idola." seru Nina.
"Saya nanti juga pesan bakso beranak." sahut Kaysan, sok asyik. "Kamu bagaimana, Rinjani?"
"Aku nanti mau bakso mercon, biar meledak!"
Nina tergelak. "Mulutmu emang gak bisa direm, Rin. Pantesan..."
‘Pantesan orang tuanya mantan tidak merestui hubungan kami.’ Mungkin begitu lanjutan dari ucapan Nina.
Kami pun akhirnya bisa merasakan bakso beranak dan bakso mercon sebagai penyemangat hidup di kala lelah dan senja benderang setelah melewati lereng perbukitan. Akan tetapi beberapa pria berjaket hitam seperti seorang satpam mengarah ke arah kami bertiga membuat kami tidak nyaman.
Apa mereka tahu siapa laki-laki yang duduk di depanku?
Kami pun dengan cepat menghabiskan porsi makanan kami seolah tatapan Kaysan mengisyaratkan hal yang tidak baik.
"Mari kita pulang!" Kaysan menaruh dua lembar uang seratus ribu di atas meja dan dia pun dengan buru-buru masuk ke dalam mobil.
Aku dan Nina saling melempar pandang dan ikut masuk ke mobil.
"Ada yang gak beres, Mas? Orang-orang tadi?"
"Tidak ada apa-apa. Tetapi maaf membuat kalian tidak menikmati baksonya dengan tenang." Perlahan mobil Kaysan meninggalkan area parkir dan melesat cepat ke arah perkotaan.
Aku menguap. Setelah kenyang, entah apa yang akan terjadi lagi setelah ini, aku tak peduli, tapi yang jelas hatiku semakin dibuat tak karuan.
Kita berbeda. Hanya itu di pikiranku.
*
Jangan klik favorit ya, biar gak ketinggalan cerita ini. 💚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Dede Dahlia
beranak pinak ga usah KB.si Nina ada aja bayolannya 🤣🤣🤣
2024-02-27
0
may
Ya Allah🤣🤣🤣
2023-11-06
1
may
Maluuuuuuuuu😭
2023-11-06
0