Segerombolan awan mendung itu begitu lama menumpahkan air hujan dan aku mulai kelaparan. Lapar dan grogi hingga akhirnya jaket yang sejak tadi numpang di punggungku aku pakai tanpa keberatan. Jaketnya seperti penyelamat di saat-saat aku ingin lari dari tempat yang membuatku terpojok oleh hujan dan pria dewasa. Mengerikan, jantung hatiku mulai tidak aman, tetapi pria yang sejak tadi asyik menilai banyak hal dari sudut pandangnya tetap bersikap baik-baik saja seolah dia tidak lapar.
Aku yakin Kaysan pasti juga lapar. Hanya saja mental dan ketenangannya sungguh luar bisa menutupi kegelisahan-kegelisahan yang menurutku tidak perlu ditutupi, lapar dan tidak nyaman adalah hal lumrah terjadi pada manusia saat hujan dan bersama orang yang tidak betul-betul dikenal.
"Kay..." panggilku pelan. Dia menoleh dengan senyum andalan khas perayu ulung.
"Ada apa, Rinjani?" ucapnya pelan sambil menatapku dan senyumnya itu tambah membuatku gelisah. Kenapa harus gelisah dan buat salah tingkah, kenapa bukan mantanku yang membuatku begitu?
Oh Kaysan... Apa jangan-jangan dia mempelajari ajian semar mesem? Tidak, tidak... Aku segera menghapus perkiraan konyol itu. Senyuman Kaysan itu asli.
"Kamu, hmm..." Aku menimbang-nimbang pertanyaan sebelum akhirnya aku memutuskan untuk menanyakannya daripada stres sendiri, "Kamu lapar tidak?"
Kaysan mengulum senyum sambil membuang wajahnya. Sementara aku ingin segera menyusupkan wajahku ke tanah lempung yang basah dan lunak itu untuk menyembunyikan rasa maluku meskipun kalau dipikir-pikir itu hanyalah pertanyaan sepele yang tidak mengandung perhatian.
Kaysan tampak menghela napas sebelum akhirnya serangkaian kalimat bernada rendah itu tambah membuatku ingin lari dari sini.
"Kondisimu sendiri bagaimana? Kamu hanya sarapan roti dan susu kotak sementara saya sudah makan gudeg komplit, buah segar sepiring dan segelas wedang uwuh!"
Aku menelan ludah yang sebesar baru kali. Sudah makan nasi gudeg komplit? Makan buah segar sepiring? Aku jadi teringat bisikan gaib dari gudeg pemberiannya waktu itu. Sungguh enak dan membuatku semakin lapar. Nyebelin.
"Aku emang lapar, makanya aku tanya biar ada temannya!" ucapku sewot.
Kaysan nyaris menampakkan giginya saat tersenyum senang. Akan tetapi dia langsung menatapku lekat-lekat saat pertanyaanku membentur kesenangannya.
"Sebenarnya kamu mau ke mana? Kenapa pakaianmu seperti mau pergi kondangan?"
Kaysan mengamati penampilannya dari atas ke bawah dengan kening yang berkerut halus. "Apa aku terlihat seperti itu?"
Aku mengangguk, kemeja batik lengan panjang, celana kain dan sepatu semi formalnya itu mirip mas-mas di kampungku kalau ingin pergi kondangan.
"Jadi benar kamu mau pergi kondangan?"
Aku melihat kepala Kaysan menggeleng dengan pelan. "Saya sepertinya salah kostum. Saya tidak tahu harus memakai pakaian apa saat menemui seorang gadis."
Perutku mengencang menahan tawaku yang ingin meledak, menertawakan kejujurannya yang tersirat jelas dalam matanya.
"Kamu nggak salah kostum, Kay. Kamu cuma kurang santai!" Akhirnya aku tergelak. Jadi sedari tadi pagi dia kebingungan mencari baju yang cocok untuk menemuiku? Mengapa dia menemuiku di saat yang kurang tepat? Benar-benar kelakuan! Tapi ternyata dia lucu juga, lucu sekali. Aku kira pria berumur sepertinya akan selalu kencang.
"Bawaan usia tuh, serius terus." kataku dengan sikap tak acuh.
"Sepertinya begitu." Kaysan menghela napas. "Saya coba nanti tanya ke adik-adikku yang seusiamu dan membelinya."
Aku mengangguk, terserah apa katanya, yang penting tidak akan merepotkan aku.
"Besok-besok pakai baju santai saja, tidak perlu terlalu formal untuk ketemu aku. Tapi ya terserah kamu sih, kamu juga harus jaim kan?" aku melipat kedua tanganku di depan dada, "Apa yang membuatmu nyaman pakai saja, tidak perlu mendengar pendapat dari orang lain. Kamu ya kamu!"
"Tetapi bagaimana jika saya merasa nyaman denganmu?" sahutnya seperti petasan.
Kaysan menatapku dalam-dalam sedangkan aku masih tercengang hebat. Dia apa-apaan sih. Dia tidak sadar berdekatan denganku akan membuatnya dalam kekacauan atau apalah itu namanya yang bikin sakit hati dan pikiran.
Aku geleng-geleng kepala meski tatapan mataku terus menatap matanya. Menyelami setiap pancaran yang tersirat di dalamnya, pancaran penuh harap.
"Kayaknya kamu stres, Kay. Tolong gak perlu begini, kamu bicara terlalu jauh. Aku nggak suka!"
Semenit rasanya seperti sewindu, kenapa aku tidak menemani Nina saja? Kenapa aku malah menjerumuskan diri dengan seseorang bernama Kaysan yang tingkahnya sungguh-sungguh tidak bisa ditebak?
Aku ingin berdiri, tapi kakiku menolak mentah-mentah ajakanku.
"Kamu belum jawab pertanyaanku, Rinjani. Jawablah dahulu sebelum pergi."
Aku mencebikkan bibir, mana bisa begitu. Keterlaluan, aku sudah hampir mencapai puncak kemarahan. "Kamu jangan maksa ya, Kay! Dosa kamu dzalim sama aku."
Alih-alih sadar diri, Kaysan justru melibatkan tangannya dengan tanganku. Aku pun segera melepasnya lalu menggosokkan punggung tanganku di celana.
"Aku adukan pada Ibumu kalau kamu ini tidak sopan!"
Kaysan mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celananya. Bagus, dia tidak berbeda dengan mantanku. Sukanya melepaskan kegelisahan bersam tembakau itu.
"Bagaimana jika saya terlanjur suka sama kamu?"
"Ya itu urusanmu." Aku mendengus. "Kay, permintaan Ibumu itu hanyalah perkara kepepet karena usiamu yang udah om-om banget. Tapi aku mohon, jangan ajak-ajak aku!"
Kaysan berdecak sambil menggelengkan kepala cepat-cepat. "Saya ini patuh kepada Ibu, pilihannya adalah pilihanku. Saya tahu!"
"Tapi aku enggak!" sahutku dengan cepat. "Gini ya... Nina kayaknya butuh bantuanku, aku mau masuk!"
Kaysan menahan tanganku, bagus sekali. Sungguh bagus sekali drama yang dibuat di tempat ini. Sumpah, aku pasti akan mengingatkan semua perkara dan drama ini setiap kali aku ke sini.
"Saya mungkin terburu-buru, maaf. Akan tetapi pertimbangan sedikit saja permintaan ini. Saya..."
"Saya teriak kalau kamu bilang macam-macam!" sahutku dengan marah.
Kaysan melepas tanganku dengan wajah keberatan, marahku pun hanya dia tanggapi dengan helaan napas panjang.
"Terima kasih sudah membawaku ke sini, saya akan menjadi bagian dari mereka, seperti kamu!"
Aku melengos pergi dengan langkah geregetan. Kaysan betul-betul mulai memasuki duniaku dengan caranya yang kuanggap berani.
"Nin, kayaknya kita pulang lebih awal. Aku masuk angin kayaknya."
Nina menghentikan aktivitasnya menulis pr bahasa Inggris dengan tema buah-buahan di papan tulis.
"Berantem terus sama yang mulia?"
"Yang mulia, yang mulia." Aku menggerutu. "Pokoknya kondisiku lagi gawat darurat, Nin. Aku lapar berat, belum makan nasi dua porsi!"
Nina mengabaikan aku dengan menulis pr lagi, ah sebel. Dia pasti tahu aku cuma beralasan masuk angin, tapi aku lapar berat. Dan makhluk hidup bernama Kaysan itu memperparah kondisiku dengan berbaur di dalam ruang belajar yang sempit lagi bocor!
*
next
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Partini Minok Nur Maesa
o ternyata keraton solo ya
2024-07-09
0
Dede Dahlia
Kay,kalau gagal ya pokso ga keukeuh ga mau yg culik ajak kawin paksa 🤣🤣🤣
2024-02-27
0
may
Kalau gagal nanti begal🤣
2023-11-06
0