Rabu - Kamis - Jumat - Sabtu.
Itulah nama-nama hari yang aku lalui tanpa hadirnya pemilik senyuman yang berarti. Entah kenapa aku merasa sedikit kehilangan, sedikit bertanya-tanya di mana gerangan yang perlahan menghiasi relung hatiku. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa ada yang kurang.
Rasanya aneh. Aneh sekali, ingin kubuang si aneh yang terlalu mengusik ketenangan. Lucu sekali, dia seperti mengunakan aji semar mesem. Aku khawatir, apakah aku sudah terjerat senyumannya yang tak terang namun bernyali itu?
Aku kutuk hatiku yang mulai tidak tahu diri. Aku harus ingat siapa aku dan siapa dia. Kasta kami layaknya seperti langit dan bumi. Dia seorang ningrat. Wong sugih. Harta tujuh turunan tidak akan habis dan memiliki banyak keistimewaan, sementara aku anak preman!
Aku harus paham sepaham-pahamnya rasa kehilangan ini hanyalah perubahan situasi, tidak perlu genting. Akan kutanggapi kepergiannya seperti sisa selembar gaji di akhir bulan.
Hari Minggu.
Pukul setengah tujuh pagi aku bergegas ke pasar karang gayam. Kemarin aku dapat kenaikan gaji dan uang lembur. Aku bahagia, separuh sudah untuk membayar hutangku pada keluarga Nina, separuh lagi untuk hidupku satu bulan ke depan meski pas-pasan.
Di pasar karang gayam, aku sengaja memakai masker. Aku ingin mencari keberadaan Bapak di ruko bandot tua Broto Dimejo karena hanya dia orang yang selalu Bapak tuju waktu sulit. Jujur aku malas sekali menemui bandot tua itu. Senyum nakalnya sungguh menggelikan, tidak ingat umur, apalagi perut buncitnya. Cih.
Aku terpaksa karena butuh dan aku juga harus membeli jajanan di ruko sebelahnya untuk anak-anak di rumah belajar nanti
•••
Pengintaian mencari Bapak gagal total. Dua preman yang mengejarku waktu itu mengusirku cepat-cepat sewaktu aku pura-pura melihat pelbagai macam beras yang di pamerkan di wadah-wadah di depan toko. Daripada bonyok lagi, aku memilih menurut dan pulang ke laundry-an. Aku sudah janji ketemu Nina jam delapan nanti di sana. Tetapi bayangan akan keseruan dengan anak-anak pinggiran kota nanti terusik oleh mobil sedan hitam yang berhenti di depan parkiran toko.
Aku tak ambil pusing karena pagi ini aku sedang tidak ingin mencari masalah, suasana hatiku harus kujaga sampai acara selesai.
Aku melintasi jalan di sebelah mobil dengan wajah cuek. Kaysan memang aku cari-cari, dan giliran dia datang, aku sulit untuk menemukan sepatah kata kebohongan yang dapat menutupi kesukaan ini. Jantungku berdetak lebih cepat seperti waktu lari di kejar preman pasar. Aku berhenti, Kaysan memanggil namaku diikuti suara pintu mobil tertutup.
"Apa kamu keberatan jika tatapanmu itu pindah ke wajahku?" Protes itu tidak aku gubris, mataku masih asyik melihat sendal jepitku dan sepatunya yang semi outdoor.
"Ada apa pagi-pagi ke sini?" tanyaku menyelidiki dengan nada malu. "Bukan mau ngelaundry atau isi pulsa kan? Hari ini toko libur!"
"Saya hanya ingin melihatmu saja, Rinjani. Tidak perlu risau." Kaysan tersenyum. "Perlihatkan senyummu sekarang."
"Oh maaf tidak bisa, aku harus mandi dan pergi!" kataku buru-buru demi menyudahi pertemuan ini, aku takut mulutku tidak punya rem. Dan tanpa prediksi, tanganku di pegang Kaysan! Ya Allah.
"Mau ke mana?" Kedua alisnya berkerut. "Boleh saya tahu?"
Kepo bener ini orang. Aku menghela napas panjang.
"Aku harus pergi ke pinggir kota, maaf." Aku menatap tangannya. "Aku sudah janji dengan Nina, jadi jangan ganggu! Sana pulang."
Tubuhku sudah ingin menjauhinya, tapi tangannya masih menahan lenganku. Aku memberanikan diri menatapnya. "Ada apa? Nina pasti sudah otw ke sini, anak-anak juga pasti sudah nunggu kita, Kay!"
"Jelaskan dulu siapa anak-anak yang kamu sebutkan tadi, saya pasti akan melepaskanmu asal kamu jujur saja."
Lah kocak. Pacar bukan, Bapak bukan, Pakde apalagi. Ngatur banget.
Aku yang kesal perlu menariknya agar ikut duduk di anak tangga beralih, aku pun enggan menjelaskan lebih detail siapa anak-anak itu selain anak orang dan anak sekolah dasar.
Lama Kaysan terdiam seolah menerka-nerka ucapanku benar atau tidak, Nina meluncur dengan motor bebeknya ke arahku.
Cewek itu menatap Kaysan lalu menatapku dengan wajah heran. "Jadi pergi gak? Kenapa masih pakai baju tidur, Jan?"
"Kebanyakan cowok emang gak peka-peka banget sifatnya, Nin. Aku udah bilang mau mandi, buru-buru. Ini orang malah ngajak ribut. Tolongin aku deh." keluhku sambil mengamati baik-baik wajah Kaysan, tapi sontak wajah Nina tiba-tiba pucat. Bukan karena keluhku, tapi Kaysan sepertinya mulai dia kenali.
"Kok aku kayak kenal ya, Jani. Wajahnya kayak pasaran. Tapi aku pernah ketemu di pasar mana ya?" Nina berpikir keras. "Mas pernah ke pasar karang gayam? atau pasar Beringharjo sama Ibu-ibu bersanggul?"
Kaysan tersenyum dan mengangguk kecil. Nina pun langsung mengenalnya dan membawaku kabur, bersembunyi di balik sedan hitam. Berlindung dari tatapan Kaysan dengan berjongkok mirip orang ngecek ban mobil.
"Kok kamu jadi kenal dekat dia, Jan? Bukan orang sembarangan lho itu, bahaya!" tukasnya dengan nada khawatir.
"Aku kira semua sudah selesai urusan kemarin, kok kebablasan kamu!"
Aku memanyunkan bibir. Tidak suka dengan nada ceramahnya. "Aku ngiranya juga bakal selesai, utang beres, tapi Kaysan datang terus ke laundry-an ngirim makan, itu rezeki toh, Nin. Gak bisa nolak aku."
"Astaghfirullah, Jani." Nina mengecek situasi, Kaysan masih ada di anak tangga. "Pokoknya kamu nanti cerita, terus pumpung ada mobil nganggur dan sopir ganteng. Kita minta tolong dia buat antar ke pinggir kota yuk. Lumayan."
Aku langsung melotot, dan menahan berat badan Nina yang aduhai itu sungguh aku tidak sanggup. Nina kadung menemui Kaysan dengan langkah berani, mengajaknya kenalan dan bermanis-manis.
Aku memutuskan menjadi orang konyol dan pergi ke dalam laundry-an untuk mandi dan bersiap-siap. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, hanya saja saat aku keluar dari laundry-an, barang-barang yang hendak kami bawa sudah masuk ke bagasi yang masih terbuka.
"Rencanamu beres, Jani. Oke ini." Nina mengedipkan sebelah matanya. Semprul.
"Kita mau diantar sama Mas Kaysan, Jani. Katanya dia mau melihat kondisi rumah belajar anak-anak di pinggir kota sambil jalan-jalan! Yuk jalan."
Aku menatap Kaysan, senyumnya makin jadi. Gila sih ini.
•••
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Wiwin Winarni
suka critanya....asik jg
2024-07-10
0
Dede Dahlia
Jani,nina bener manggil Kaysan ada embel²nya kangmas.lah kamu cuman Kay Kay aja 🙍♀️🤣🤣
2024-02-27
0
may
Wusssss😅
2023-11-06
0