Aku tergopoh-gopoh menyahut jemuran yang jumlahnya ratusan di samping kios ketika angin ribut dan mendung pekat menyelimuti langit siang ini. Sendiri bayangkan, aku panik setengah mati di situasi genting ini.
Selesai menyahut semua pakaian sampai tersandung di undakan dan baju pelanggan tertumpuk dengan nomer sembarang, hujan deras begitu cepat mengguyur tanah ini.
Ini rezeki bagi sebagian orang. Tanah kembali subur, sumber air kembali muncul, air sumur meningkat. Tetapi bagi jasa penatu, kekurangan pekerja membuatku kewalahan dan ndilalah orderan Laundry Ekspres meningkat. Meski panik dan genting, hujan selalu ikut mengguyurku dengan rindu pada Ibu.
Lastri.
Wanita yang keranjingan berteriak memanggil Rinjani kecil agar segera pulang dan tidak bermain hujan terlalu lama.
Dengan basah kuyup aku menghampiri Ibu dari pada nanti sapunya melayang atau kupingku dijewer.
Aku menghela napas sambil menatap hujan di luar.
Andai Rinjani kecil tidak ngeyel, mungkin Ibu tidak akan pergi meninggalkanku dengan Bapak yang tidak memperhatikanku.
"Mendingan ngurus jemuran ajalah, bentar lagi pasti..."
Aku berbalik, memisahkan pakaian sesuai nomer pelanggan dan melepas hanger.
Malam menjelang, hujan bukannya reda, air-air yang berjatuhan itu semakin menjadi-jadi dan gelegar petir menyambar gila-gilaan membuatku bergidik ngeri.
Bukan karena aku takut tersambar petir, aku takut ada pemadaman listrik. Aku ngeri dengan ucapan Nina yang menyebutkan bahwa kita hidup berdampingan dengan...
Sial. Mendadak gelap. Tiba-tiba listrik mati, semesta sungguh merestui doaku yang ingin leha-leha sebentar.
Aku mengambil senter dan menghidupkan lilin seraya berlari keluar untuk mengunci pintu kaca.
Asyik leha-leha di belakang etalase dengan karpet, lama kelamaan aku merasa minimarket pengguna genset dan memberi penerangan lebih ke parkiran laundry memancing keinginanku untuk berterima kasih.
Aku pergi membeli mi dalam cup dan sebotol kopi.
Sekembalinya ke laundry Bu Rosmini,
Aku menatap seseorang yang berdiri membelakangiku dari atas ke bawah dari ujung jalan.
Aku seperti mengenalinya. Aku mengenali seorang laki-laki yang memakai payung hitam dan membiarkan celana panjangnya basah tanpa berniat menggulungnya.
Ada masalah apa dia sampai enggan menggulung ujung celananya? Masalah kesopanan? Atau bulu kakinya lebat lalu malu aku lihat begitu dekat?
“Permisi, Mas.” ucapku pelan. Dia sih tidak kaget karena bayanganku pasti memantul di kaca.
Kaysan berbalik, tersenyum simpul lalu sekejap matanya tertuju pada jajanku.
"Mau ambil pesanan?" Aku membuka pintu kaca. “Sebentar mas, aku siapkan.”
Aku segera masuk ke dalam dan mengambil laundry bag dan menyerahkannya.
"Rinjani tidak baca pesanku kemarin?" Kaysan melihat isi tasnya. "Kamu kurang suka?"
Aku menggeleng cepat. Bukan kurang suka, pakaian yang diberikan Kaysan semua bagus-bagus, kalian pasti tahu matahari, ya itu, pakaian yang harganya panas di kantongku dan hanya bisa aku lihat dari jauh.
"Maaf, saya tidak pantas mendapatkan itu semua. Lebih baik di bawa saja ke panti asuhan." kataku sambil mengetuk-ngetuk kaca etalase, "Notanya di bawa, Mas?" imbuhku tanpa melihat ke matanya yang lekat.
Aku ngeri, dia mikir apa sekarang?
Kaysan menenteng tasnya. "Sesuai permintaanmu, saya akan bawa ini ke panti asuhan." Kaysan menyerahkan notanya dan memberi beberapa lembar uang.
"Terlalu banyak, Mas." Aku mengambil satu lembar uang dan menyerahkan kembaliannya.
"Terima kasih." uang kusembunyikan di laci dan tidak sabar aku mengibas tangan.
Aku sudah ingin makan dan ngopi dan keluar dari situasi genting atas pikiranku sendiri. Tetapi Kaysan malah mengeluarkan ponselnya.
"Saya ingin isi pulsa. Seratus ribu.” Dia segera mengambil bolpoin dan menulis nomernya yang begitu rahasia itu di lembar kertas khusus pembelian pulsa dan voucher.
"Hubungi saya jika Rinjani penasaran apakah baju-baju ini sudah sampai ke panti asuhan atau belum.” Kaysan menaruh uang pembayaran di etalase, menatapku.
"Saya tunggu, atau jika tidak Rinjani hubungi saya yang ke sini memberitahu." ucapnya sebelum pergi begitu saja.
Aku menggelengkan kepala dan menatap punggungnya sebelum menatap nomernya.
"Apa aku perlu menghubunginya? Penting banget emangnya baju-baju itu sudah sampai panti asuhan?"
-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
mom SRA
ini novel ke 2 otor yg ku baca,liat babnya sampai ratusan bikin pala pening tp penasaran 😁😁
2024-09-02
0
Dede Dahlia
aku ngebayangin Kay,perhatian tapi kesan cuek tapi sok soan romantis hadeuh aku susah ngedeprisikannya 🤭🤣🤣🤣
2024-02-27
0
may
Jani😭
2023-11-06
1