Setelah nasi gudeg singgah di perutku, pelbagai macam nasi sering datang ke tempat kerjaku, hampir setiap hari! Nasi goreng kambing, nasi ayam kampung, nasi rendang sampai nasi-nasi yang awam dilidahku. Nasi kebuli, nasi liwet sambel terasi dan nasi keraton daging balado.
Aku bersyukur karenanya, sungguh ini menghemat uang jajanku. Tapi aku dirundung kegelisahan karena aku tak memahami arti pemberiannya. Jadi rasanya aku ingin menemuinya untuk bertanya kenapa? Kasian sama aku?
Slalu saja aku berpikir Kaysan kenapa sih? Tingkahnya aneh, aku saja tak pernah meminta pada Semesta sebuah kebaikan walau hanya sebungkus nasi.
Aku sudah berusaha tidak mengeluh pada kekurangan ini, tapi aku percaya, bukannya apa yang kita lakukan akan berbalik pada diri kita sendiri? Aku percaya bila yang aku dapat ini adalah buah mangga yang sudah masak kulitnya alias buah manis dari kebaikan yang aku lakukan, dan Kaysan adalah tangan kanan kebaikan itu.
•••
Hari ini malam Minggu. Ajakan Nina untuk melihat Death Vomit aku sanggupi. Aku sudah bersiap menikmati atmosfer circle pit dan moshing. Berkali-kali Nina mengirim pesan untuk cepat datang tapi aku sedang menyemprot parfum di sekujur tubuh, sisir rambut, pakai sepatu, tutup rolling door dengan buru-buru dan menunggu ojek online pesananku datang di pukul sembilan malam setelah menyelesaikan setrikaan.
"Mbak Rinjani..."
"Ya, saya."
"Maaf, lama. Tadi isi bensin dulu."
Aku mengangguk dan memakai helm.
Selama di perjalanan aku sibuk membalas pesan Nina dan melihat run down acara dan foto-foto yang sudah tersebar di media sosial.
"Masih ada dua jam lagi, semoga devo belum main," gumamku cemas. Namun tiba-tiba helmku berbenturan keras dengan helm milik pengemudi ojek online.
"Kenapa ngerem mendadak, Pak?" tanyaku sambil membenarkan helm dan memundurkan tubuhku, untung aku menaruh tas ranselku di depan. Jika tidak... ck...
"Anu... anu mbak. Ada mobil yang motong jalan." jawabnya patah-patah, mungkin karena kaget Bapak tadi jadi tergagap.
"Bapak tadi gak nyenggol spionnya kan?" tanyaku cemas sambil melihat mobil yang berada tepat di depan motor, berhenti lagi. Ah, mati aku. Urusan panas ini.
"Enggak Mbak, suer. Mbak... Mbak... waduh." katanya serius. "Saya salah apa ya?"
Aku mulai gelisah, gimana nanti kalau band favoritku sudah one stage? Ntar aku lihat apa? Sampah dan orang-orang yang sudah teler dan bau keringat?
"Mbak... Orangnya ke sini." ucap Bapak ojek online sambil turun dari motor. Aku yang bingung ikut pula turun dari motor. Dan betapa terkejutnya aku melihat siapa pemilik mobil yang seenaknya memotong jalan kami.
"Kaysan...!"
Dia tersenyum. Ya ampun. Apa dia nggk merasa bersalah? Kurang kerjaan banget sih motong jalan orang, mentang-mentang orang berkuasa!
"Ayo, Pak. Kita jalan lagi." ucapku sambil naik motor. Eh si Bapak malah berheran-heran saat melihatku.
"Mbak tahu siapa Mas ini?"
"Saya tahu, Pak. Sudah ayo naik, acaraku keburu selesai loh!" Ajakku ngotot tanpa mengindahkan Kaysan. Aku sudah tidak sabar ke gedung RRI, aku mau lihat mantanku kalau ada.
"Kalau Bapak nggak naik-naik, aku bawa pergi motor ini!" kataku sambil menggeber motornya dengan gigi nol.
Tergesa-gesa Bapak itu naik ke motornya.
Aku menatap Kaysan yang tiba-tiba tersenyum. "Hati-hati."
Aku menjulurkan lidah. Aku tak peduli untuk apa dia seperti itu. Huft... tanpa sadar aku membawa motor dengan kecepatan penuh, mana menyalip ke kanan-kiri sampai tangan Bapak tadi memegangi jaketku.
"Mbak... pelan-pelan. Jantungan saya nanti..."
"Diam... Pak! Tiketnya keburu habis ini." sahutku sewot, tapi ketika aku terpaksa rem dadakan di perempatan lampu merah, Bapak ojek online ini mengomel pelan.
"Coba dibicarakan baik-baik, Mbak. Jangan berantem sampai ke jalan, bahaya! Motorku hampir jadi korbannya."
Aku mencebikkan bibir. Bicara baik-baik gimana? Akrab saja enggak.
"Bapak lihat sorot matanya, Mas-mas tadi baik. Tor... mobilnya keren, Mbak. Jangan disia-siakan."
Aku berdecak. Ingin sekali aku menyumpal mulut Bapak ini, tapi aku takut dosa. Takut kurang ajar. Akhirnya aku hanya menanggapinya dengan berdehem sampai tibalah aku di gedung RRI.
"Pokoknya dibicarakan baik-baik, Mbak. Jangan galak-galak, nggak baik perempuan galak-galak."
Senyumku mengembang dengan terpaksa. Nggak ada Bapak, Bapak ojek online pun nimbrung. "Makasih, Pak. Tapi kalo berisik nanti aku kasih bintang satu loh!"
"Ya jangan." sahutnya sambil meraih helmnya. "Sudah, saya mau cabut dulu daripada jantung ini semakin berirama!"
Aku meringis seraya berbalik, masih terlihat ramai orang-orang yang kebanyakan memakai kaos hitam dengan tulisan yang sulit di baca. Bergerombol dengan geng masing-masing. Menyesap rokok sambil meminum minuman jahat.
Aku berdecak, Nina di mana? Batinku sambil meringsek masuk, melewati banyaknya orang-orang yang terbius dentuman musik keras dengan distorsi liar setelah membayar tiket masuk.
Aku berjinjit mencari Nina, benar saja. Tubuhnya yang tambun dan memakai kerudung mudah di cari karena sangat jarang metal head perempuan memakai hijab.
"Nin... maaf lama." kataku sambil berbisik karena berteriak pun akan sulit terdengar.
Nina menoleh. "Lama banget kamu, Jani. Aku sampai jadi jamur ini." Dia mengerucutkan bibir.
Aku meringis. "Aku ngelembur tadi." Tatapanku pindah ke Aswin. "Tuh pacarmu gak berubah-ubah, putusin ajalah."
"Makanya itu aku sebel. Gak ada yang bisa aku ajak bicara!" Nina merangkul bahuku. "Nanang gak kelihatan."
Aku mengedarkan pandanganku, mencari Nanang? Tapi...Suasana yang cukup gelap karena hanya lampu sorot di atas panggung saja yang menyala menyulitkanku untuk mencari teman-teman.
"Anak-anak yang lain mana? Tumben pada gak kelihatan hidungnya?"
"Tadi sempat ketemu di depan, mungkin sudah di depan. Lihat saja, semua pake baju hitam dan liar."
Aku mengangguk paham, situasi ini sudah kacau balau. Bukan hanya band metal saja yang manggung hari ini, tapi juga ada band hardcore dari kota Bandung yang ikut meramaikan puncak acara. Jika sudah seperti ini, aku memilih merapat ke tembok karena biasanya bentrokan akan semakin panas!
Nina menggeleng seraya meraih tubuh Aswin. "Ayo keluar dulu, orang ini bisa mati nanti."
Aku membantunya mencari jalan di tengah orang-orang yang tampak hanyut dalam atmosfer gila puncak acara.
"Kamu kalau mau masuk lagi masuk aja, Jani. Aku jaga Aswin." ucap Nina setelah mendaratkan Aswin di emperan bangunan gedung.
Aku menyilangkan jariku di depan pelipis. "Kamu lebih seneng jagain orgil daripada aku. Dasar..." cibirku sebelum masuk lagi ke gedung. Kembali menikmati acara yang aku tunggu-tunggu dengan berjingkrak-jingkrak dan sesekali manggut-manggut sampai selesai pukul dua belas malam.
"Belum balik kamu?" Aku menyerahkan air mineral yang kubeli ke Nina. "Dimarahi Bapakmu loh."
Nina mengkhawatirkan dua hal, antara mengantarku pulang atau mengantar Aswin dulu.
Aku mendengus. "Antar Aswin ajalah, aku bisa pakai ojek lagi." jelasku menenangkan Nina.
"Yakin, Jani? Atau begini aja, aku antar Aswin pulang dulu, terus kalau kamu belum dapet ojol atau boncengan kamu telepon aku, nanti aku jemput!" ucapnya sungguh-sungguh.
Aku mengangguk, melegakannya seraya menatap Nina yang tertatih-tatih membawa Aswin ke parkiran motor.
"Putusin ajalah Nin daripada susah sendiri." gumamku sambil keluar dari pelataran parkir. Aku menunggu ojek online pesananku di pinggir jalan. Tapi lama menunggunya sampai jenuh kedinginan. Mobil yang sama seperti tadi berhenti di depanku.
Aku mendengus. Kaysan menguntitku!
*
Terimakasih sudah dibaca, jangan lupa like n klik favorit ya 💚🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Dede Dahlia
pak ojol,cuman Rinjani yg manggil anak nya raja dengan hanya nama tanpa embel² pangeran 🤣🤣
2024-02-27
0
lounaaa
aaaaaaa I can't
2022-08-14
1
jhon teyeng
wah ini susah jg dibayangkan kak, penggemar music cadas jenis ini ktmu dg pangeran yg penuh tata krama dan aturan, hadeewwww
2022-08-07
1