POV Author.
-
"Kay, apa kabarmu?" ucap Juwita Ningrat di depan kamar putra satu-satunya. "Bunda boleh ganggu sebentar saja?"
Kaysan menoleh sembari tersenyum. Agak lain tingkah Ibunya, dan itu membuatnya gegas melupakan pekerjaannya. "Ada apa Ibunda?"
Juwita Ningrat segera mendekatinya. "Bunda punya berita bagus untukmu. Bagus sekali, kamu harus dengar."
"Apakah itu Ibundaku?" balas Kaysan seraya menyingkir dari meja kerjanya. Di kursi santai dia menatap Ibunya heran penuh selidik.
"Tumben Ibunda repot-repot bawa kabar sendiri ke sini?"
Juwita Ningrat meringis mendengar protes halus darinya, sebab biasanya semua kabar baik dan buruk tersampaikan dengan sungkan oleh pelayan pribadinya.
"Tadi Bunda bertemu seorang gadis, Kay. Di pasar. Cantik, lucu, gemas banget Bunda lihatnya, tapi dia kasian..." Juwita Ningrat menghela napas. "Dia nabrak tiang listrik pas di kejar-kejar preman. Untung ada Bunda, Bunda jadi seperti pahlawan toh."
Juwita Ningrat menepuk-nepuk dada atasnya dengan bangga sebelum berbisik penuh kehati-hatian. "Kata preman, Bapak gadis itu memiliki hutang dengan juragannya. Jadi gadis itu yang dipaksa membayar semua hutang-hutangnya, terus kalau tidak bisa, gadis itu akan dinikahi oleh juragan preman tadi. Kasihan kan?"
Kaysan mendengar dengan saksama cerita Ibunya meski benaknya masih tak paham tujuan dan maksud Ibunya menceritakan hal itu.
"Terus bagaimana nasib gadis itu dan preman-preman yang pasti sudah Ibunda marahi!" tukas Kaysan dengan lugu. Dia yakin Ibunya sudah menyusun rencana.
Dan betul saja. Juwita Ningrat menepuk-nepuk punggung anaknya yang terlihat bidang. Enak untuk senderan.
"Ibunda yang bayar hutang-hutang. Ibunda iba, terus stres, anak secantik itu kok jadi jaminan. Rasanya tidak sebanding gitu dengan wajahnya yang cantik jelita."
Kaysan mengangguk sebelum bom tak kasat mata itu meledak dan mengagetkannya.
"Bagaimana kalau kamu yang menikahinya, Kay?"
Kaysan sontak mendelik tajam, Ibunya semakin malam semakin melantur bicaranya. Dan tak biasanya spontan begitu.
"Jangan bercanda, Ibunda!" katanya lembut. "Aku tidak mengenalinya. Tidak baik asal mencari istri."
"Tapi sampai kapan anak Ibunda yang ganteng ini kesepian. Lihat kamu ini, ganteng, gagah, tapi sendirian." Juwita Ningrat berdecak. "Coba dulu, Kay. Dia cantik, lucu, ya... walaupun bibit dan bebetnya berbeda dengan kita. Tapi Ibunda gak masalah kalau kamu cocok sama dia."
Tangan Juwita Ningrat kini menggenggam erat penuh harap tangan Kaysan. "Anakku..." Kaysan menelan ludah, mulai tidak tenang.
"Ibunda ingin melihatmu bahagia. Cobalah dulu, jika memang tidak cocok. Kamu bisa melepasnya. Ibu juga tidak masalah dengan uang lima belas juta itu karena Ibunda ikhlas menolongnya. Hanya saja, kemarin Rinjani bilang mau mencicilnya dan waktu itu bisa kamu gunakan untuk mendekatinya."
Kaysan menggeleng cepat. "Ibunda sebaiknya istirahat. Ini sudah lebih dari jam sembilan. Ayahanda pasti sudah menunggu di kamar."
Keras kepalanya yang sama tak membuat keduanya sama-sama menang atau kalah.
"Kay, cobalah. Move on gitu loh dari Kumalasari itu." bujuk Juwita Ningrat. "Sia-sia ketampananmu ini kalau jadi jomblo abadi."
Kaysan menghela napas panjang, capek sepertinya. "Kita bicarakan besok pagi lagi."
"Janji loh besok pagi kita ngobrol lagi!"
Kaysan mengangguk saat mata Ibunya yang sudah sepuh itu menatapnya penuh harap.
"Baiklah Ibunda, tapi sebelum itu pikirkan baik-baik saran Ibunda tadi. Dan kalau pergi jangan lupa bawa pengawal." saran Kaysan sambil berdiri.
"Mari Kaysan antar ke kamar Bunda."
Juwita Ningrat mengangguk. "Pokoknya Ibunda nanti bakal memikirkannya baik-baik. Jangan risau kamu."
Kaysan terus-menerus tidak habis pikir dengan permintaan Ibunya. Entah kesambet penghuni pohon mana beliau bisa segitu percaya dengan gadis yang baru pertama ia temui. Dan karena tak menemui jawaban atas pertanyaan yang berkubang di kepalanya. Dia memutuskan keluar rumah untuk mencari udara segar dan ketenangan di villa lereng gunung milik keluarganya. Villa yang slalu menjadi tempatnya menyendiri dan merenungi permintaan Ibunya yang harus dia turuti setelah titah Ayahnya. Sultan Adiguna Pangarep.
"Mungkin Rinjani memang begitu cantik dan lucu?" Secangkir kopi yang menemani Kaysan sampai larut malam habis.
"Mungkinkah dia melebihi Nurmalasari?"
Dalam renungan kesendirian yang menghasilkan banyak pilihan, Kaysan akhirnya memilih pulang ke rumah orang tuanya setelah menikmati udara segar alih-alih pergi untuk menghindari Ibunya.
Kaysan pun tidak mengerti, mengapa jawaban atas rasa penasaran yang terus membuatnya susah tidur langsung terwujud sesampainya dia di depan rumah. Dia mendapati seorang gadis berdiri sambil menunduk memainkan ponsel.
"Mungkinkah dia Rinjani?"
Melihat pertikaiannya dengan Parto tak ayal membuat bibirnya tersenyum. "Badannya imut sekali, seperti kurang makan." gumam Kaysan. Lantas matanya menyasar ke celana pendek yang digunakan Rinjani.
"Apakah dia ingin menemui Ibunda dengan pakaian seperti itu?"
Kaysan segera tak menghiraukan celana gadis itu karena dari klakson mobil yang dia bunyikan berkali-kali, dia tampak hanya ingin masuk ke dalam rumah dan menemui Ibunya. Sungguh kebetulan yang tak terduga disaat yang sama Juwita Ningrat mendapat panggilan dari pelayannya jika Rinjani ingin bertemu.
"Kay..." Panggil Juwita Ningrat setelah melihat Kaysan turun dari dalam mobil. "Pucuk dicinta Rinjani pun tiba. Wah... janjian kalian?"
Kaysan menghela napas. "Janjian yang tidak bagaimana, Bun?" keluhnya lemah.
Juwita Ningrat meringis sambil menggapai tangan Kaysan. Tak sabar dia bertemu dengan Rinjani.
"Kalian bisa kenalan langsung nanti, Kay. Terus ngobrol soal semalam diteruskan nanti setelah kamu lihat sendiri dia gimana." ucap Juwita Ningrat dengan sumringah.
"Jangan kaku gitu wajahmu. Lihat dia datang."
Kaysan segera melihat Rinjani dengan sungkan. Lihat... Dari penampilan terlihat tidak sopan, lucunya juga di mana?
Kaysan tampak tak acuh dan memang begitulah dia kepada sang asing yang belum dia kenali dengan seksama. Terlebih waktu Ibunya terkejut saat Rinjani melunasi hutangnya secepat itu, dia pikir akan sulit mendapatkan uang sebesar lima belas juta dalam waktu singkat untuk sekelas perempuan biasa.
‘Dapat uang dari mana dia?’ Pikiran jelek bersemayam di dalam kepala.
Juwita Ningrat tersenyum, ada kehendak yang ingin dia paksa terhadap putranya ataupun Rinjani tetapi impian memiliki mantu akan terwujud atau malah tidak sama sekali yang jelas biarlah Kaysan yang memilih keputusan dan dia menggunakan kesempatan ini terakhir untuk mengikat Rinjani atau melepasnya.
Kaysan mengangguk, menuruti perintah Ibunya untuk mengantar Rinjani pulang. Ia hanya ingin tahu di mana gadis ini bekerja. Dengan begitu dia akan mudah mencari tahu tentangnya atau sekedar mengamati dari kejauhan. Entah ada maksud apa, hatinya mengatakan senang melakukannya dan tanpa sepengetahuan Rinjani sudah seminggu diam-diam Kaysan melihatnya tanpa berani menemuinya.
Banyak hal yang harus diselaraskan sebelum aku mengambil keputusan besar. - Kaysan
•••
Happy reading. Next ^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Dede Dahlia
cie kaysan,segitu perhatiannya sama Rinjani.
2024-02-27
0
Ida
Oalah udh di revisi to 🤔 ku berasa beda waktu baca yg ke 2 kalinya ini. tp tetep 👍👍👍tuk Diajeng Vi 🤭
2023-07-23
0
Vevi Astria
ne semua orang Podo seperti kanjeng ratu dunia adem ayem😀semangat author baru pertama aku baca karyamu langsung suka,,,,,
2023-07-03
1