Aku melirik Kaysan yang hanya diam dan fokus mengemudi. Lempeng banget lho, batinku. Datar, tak ada suara yang lolos dari bibirnya bahkan napasnya sulit menebus gendang telingaku.
Aku memanyunkan bibir. Mungkin dia pendiam atau mulutku tak tahan mengoceh?
"Di mana tempat kerjamu?" Kaysan bertanya sambil melihatku. Haduh, suaranya begitu teduh, agak-agak ngebas gitu, mana jantungku berdebar kemudian. Gawat.
Aku menelan ludah. "Perempatan jalan itu ke kiri, setelah pasar tradisional depan mini market alfa." ucapku grogi.
Kaysan berdehem lalu kembali mengemudi dengan serius. Aku sih cuek yang penting urusan hutangku dan Ibunya sudah kelar. Pokoknya hari ini adalah hari pertama dan terakhir pertemuan kami karena akan kulupakan wajahnya yang ganteng dan perangainya yang cuek setelah ini, masih Nanang yang tertampan di mataku.
"Sudah sampai, turunlah!" Kaysan berhenti tepat di tempat kerjaku. Aku mengangguk. "Terima kasih, Kay."
Dia berdeham, antik sekali orang ini. Atau mungkin dia sedang sakit gigi?
"Sampaikan terima kasihku untuk Ibundamu ya, Kay. Makasih bantuannya." kataku sebelum menutup pintu mobil.
Aku menghela napas. Di depan toko, kulihat Bapak duduk sambil menyesap rokoknya. Ah... Jangan sampai Bapak melihatku keluar dari mobil, apa lagi dia tahu siapa pengemudinya! Dalam kecemasan, aku melangkah.
"Ada apa Bapak ke sini?" tanyaku sambil membuka gembok rolling door.
Bapak menyahut gembok di tanganku. "Dari mana saja kamu semalam? Pergi kamu sama laki-laki tadi?" bentaknya sambil mendesak jawaban dengan mata melotot.
"Aku tidur di tempat Nina, Pak. Sana Bapak pulang saja, Jani mau kerja." ucapku sambil mendorong rolling door.
"Bapak lapar ini. Minta uangmu sini, kamu pasti di kasih sama laki-laki tadi!"
Aku menghela napas kasar lalu mengambil uang dua puluh ribu dari dalam tasku. Tanpa berterima kasih, Bapak menyambar uang itu dan pergi tanpa permisi.
Aku menggeleng, "Kapan Bapak sadar Ya Allah. Capek banget aku mikirnya." ucapku lesu. Aku juga tidak paham kenapa Bapak tak seperti Bapakable lainnya.
"Mending lanjut kerja daripada tambah pusing!"
Aku kembali melakukan rutinitas biasaku, mencuci pakaian kotor dari pelanggan dengan mesin pencuci. Sembari menunggu selesai, aku suka mendengarkan musik metal. Dengan itu jiwaku terasa terbakar dan bersemangat menjalani hari-hariku di ruangan seluas 4x4m² ini. Tapi hawa panas dari setrika uap yang kupegang ini kadangkala mengalahkan dua kipas angin yang bergerak ke kiri dan ke kanan itu.
Harusnya aku bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih enak dari ini, wajahku lumayan cantik kok cuma kata Nanang aku pendek dan kerempeng. Tetapi, Bu Rosmini yang hanya memiliki dua anak lelaki dengan kesibukan di ibu kota kadang memberiku uang jajan lebih dan menganggapku seperti anaknya. Yang harus kerja keras dan di sayang-sayang.
"Permisi..."
Kulihat orang dengan jaket hijau khas ojek online mengetuk pintu kaca, padahal langsung masuk saja boleh kok.
"Ya... Mas, cari apa? Voucher kuota atau pulsa?" tanyaku sambil menghampirinya.
Mas-mas ojek online itu menyerahkan bungkusan plastik putih berisi nasi kotak.
"Untuk Mbak Rinjani yang bekerja di Laundry & Pulsa Rosmini."
"Tapi aku nggak pesan nasi kok, Mas. Hpku aja hp kentang, nggak ada itu aplikasi ojek!" sahutku cepat. Aku nggak maulah terima itu, siapa tahu ada apa-apanya. Bahaya toh? Nanti Bapakku bisa gila kalau aku kenapa-kenapa.
Mas ojek online itu menaruh bawaannya di etalase. "Ini yang pesan Mas Kaysan, Mbaknya kenal tidak?"
"Kaysan?" gumamku. "Kok bisa?"
"Ya aku tidak tahu, Mbak!" Mas ojek online tadi pergi dengan bibir menggerutu.
Aku mengintip pemberian Kaysan. "Kenapa Kaysan ngasih aku gudeg, apa jangan-jangan dia mulai mendekatiku. Wah gila ini, aku harus gimana?"
Aku mengabaikan gudeg itu dan melanjutkan pekerjaanku. Hari ini cucian cukup banyak, mungkin aku bisa lembur tanpa pulang ke kontrakan atau ke rumah Nina hingga waktu terus bergulir. Matahari kini tepat di atas kepala. Memancarkan cahaya terang benderang, membuat semua jemuranku kering kerontang. Inilah hari bahagia untuk penyedia jasa penatu, cucian kering semua. Tapi sumpah, ini pasti capek banget dan aku mulai di landa rasa lapar.
Kutatap plastik itu. Bisikan-bisikan gaib mulai mengusik telingaku.
Si gudeg berbisik, "Ayo makan aku, aku manis dan legit."
Si telur semur juga berbisik, "Aku juga tak kalah manis dari si gudeg. Aku telur premium ayam kampung."
Yang terakhir si sambel krecek dan kuah areh berkata dengan lantang, "Makanlah kami, kami adalah utusan Mas Kaysan Adiguna Pangarep!"
Aku menutup kedua kupingku, sedang mataku menatap fokus bingkisan itu.
"Rezeki anak sholehah ini. Pasti enak dan memang enak. Apa lagi gratis."
Aku tersenyum hingga nasi itu sudah habis tak bersisa.
"Terima kasih, Kay. Tapi jangan harap nasi gudegmu ini mengoyahkan hatiku!" ucapku sambil melempar bungkusan plastik ke tempat sampah.
•••
Next ^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Dede Dahlia
dasar bengek kamu Rinjani 🤭🤣🤣
2024-02-27
0
Wahyu Khasanah
wkwkwkkkk😄😄😄😄😄
2023-11-16
1
may
Gila🤣
2023-11-06
0