Suamiku Seorang Ningrat
...Aku tak menyangka, dikejar-kejar preman menjadikan takdirku beralih pada jerat kekuasaan Pangeran Kaysan Adiguna Pangarep, penerus takhta dari kerajaan yang aku kagumi....
...Akan sampai mana kakiku melangkah? Akankah sampai pada singgasana kerajaan, atau hanya sampai jalan setapak bebatuan?...
...Aku Rinjani Alianda Putri, kan ku bawa langkah kakiku meski harus berdarah-darah....
...***...
"Awas...!!!"
"Awas, woyyy...!!!"
Aku menyibakkan orang-orang yang menghalangi laju lariku tepat di tengah pasar. Aku terus berlari dengan peluh yang terus mengalir di sekujur tubuhku.
Tatapanku terus menoleh ke belakang sewaktu dua orang preman mengejarku. Preman penagih hutang milik Broto Dimejo. Juragan beras di pasar karang gayam.
"Maaf... maaf." Aku menarik tubuh ibu-ibu yang nyaris terjungkal karena tak siap menerima kibasan tanganku.
"Kalau lari pake mata nduk, bikin orang susah aja!" makinya tak ku gubris, aku membantu ibu-ibu berkerudung biru itu memasukan sayuran yang berceceran di lantai pasar dengan tergesa-gesa.
Ku serahkan plastik itu kepadanya. "Sekali lagi maaf, Bu!"
Aku kembali berlari, napasku terengah-engah, bahkan tenggorokan ku terasa kering.
"Woy, bayar utang bapakmu!" teriak salah satu preman sambil mengacungkan jari telunjuknya.
"Sial..." Aku keluar dari padatnya isi pasar, mengarah ke parkiran. Sebisa mungkin aku berlari dengan tenagaku yang hampir habis hingga akhirnya...
Plang.... mataku kabur, hutang bapakku menari-nari di atas kepalaku sebelum akhirnya aku jatuh pingsan menabrak tiang listrik yang tak tahu aturan.
*
Hey... sebelumnya perkenalkan namaku Rinjani Alianda Putri. Anak satu-satunya dari sepasang orang tua bernama Herman dan Lastri.
Kedua orang tuaku bercerai, ibuku minggat entah kemana. Mungkin muak dengan tingkah laku bapakku yang hobi berjudi main gaple hingga tengah malam. Hutang numpuk, dan dua preman suruhan Broto Dimejo tadi mengejar-ngejarku karena sudah jatuh tempo. Jika begini akulah yang menjadi korban atas kebodohan sumber daya manusia yang bapakku miliki sedangkan aku hanyalah tukang penjaga toko pulsa merangkap tukang setrika milik ibu Rosmini. Aku kesal, kenapa aku tidak punya adik saja! Biar jangan hanya aku terus yang di uber-uber hutang bapak.
Umurku jangan di tanya, aku masih muda. Gairahku masih menggelora, bahkan untuk melakukan headbang di arena konser metal pun aku masih sanggup.
Aku penggemar musik cadas, kami menyebutnya musik underground. Jika sudah membahas musik underground aku pasti akan menyebutkan salah satu band favoritku Death Vomit.
Aku tak pernah absen, jika sudah melihat pamflet bertebaran di sosial media Facebook. Tagged : Rinjani Alianda, Bimo Nugroho, Aswin, Agnes Ponco, Nanang, Riko Putune Mbah Maridjan, Dimas Tri N, dll. Banyak nama yang tak bisa aku sebutkan satu persatu.
Jika sudah tersebar di tongkrongan info tersebut, aku pasti bersiap. Siap tempur untuk olahraga malam. Memangut-manggutkan kepala di iringi dentuman musik keras dan lirik lagu yang tak aku mengerti. Aku jujur, Ehm!
Sekian dulu perkenalan dariku, Jani si anak metal \m/
*
Aku mengendus bau minyak kayu putih menusuk lubang hidungku. Semakin aku menghirupnya, semakin sengat rasanya.
Aku juga merasakan kibasan angin dan samar-samar terdengar suara ibu-ibu yang berusaha membangunkanku.
"Bangun cah ayu, ayo bangun." Suaranya terdengar lirih nan lembut, suara yang tak pernah ku dengar dari mulut ibuku. Semenjak ibu dan bapakku tidak akur, yang ku dengar hanyalah teriakan dan makian.
"Cah ayu."
Perlahan mataku mulai terbuka, aku mendapati lima orang yang berkeliling menatapku dengan heran. Aku sedang dimana, apa aku sudah ditangkap preman suruhan Broto Dimejo?
"Cah ayu, minumlah." Suara lembut tadi ternyata nyata. Aku pikir aku sudah di surga. Aku perlahan menoleh. Dan saat itu juga aku terbangun dengan tergesa-gesa sembari tersenyum kikuk. Aku mendelikkan mataku tidak percaya dengan apa yang aku lihat di depan mataku.
"Ibunda Ratu."
Sekonyong-konyong aku turun dari kursi kayu tempat ku berbaring tadi.
"Maafkan saya, Ibunda Ratu." Aku duduk bersimpuh sembari menundukkan pandanganku.
Lima orang tadi tertawa cekikikan melihat tingkahku yang malu dan rikuh.
"Angkat wajahmu, cah ayu. Minumlah dulu kamu pasti kehausan."
Jika boleh jujur aku haus sekali, kerongkonganku minta di hujani dengan penyegar cap badak berkali empat.
Aku memberanikan diri melihat wajah anggun, adem, dan banyak di kagumi rakyatnya. Dialah sang pendamping Ayahanda Raja Adiguna Pangarep, Ibunda Ratu Juwita Ningrat.
"Terima kasih." Aku meneguk air putih tadi dengan cepat dan malu seraya menggengam gelas yang sudah tandas isinya, aku bingung mau di taruh dimana gelas ini.
"Sini gelasnya, cah ayu." Juwita Ningrat mengambil gelas yang ku pegang dan menyerahkannya pada pelayannya yang bersanggul dan memakai kemben tradisional.
"Terima kasih Ibunda Ratu." Aku hanya bisa menunduk malu.
"Sama-sama cah ayu, bagaimana sudah mendingan?" Beliau memberikan serbet bersih untuk membersihkan wajahku.
Aku mengangguk, "Terima kasih."
Jujur saja di dekatnya aku ingin bersorak kegirangan. Tapi yang aku lakukan hanyalah tertunduk malu, bagaimana bisa aku berada di rumahnya yang bisa dibilang seperti istana.
"Saya tadi sedang sidak di pasar karang gayam dan melihatmu menabrak tiang listrik dan jatuh pingsan. Jadilah saya membawamu kemari untuk saya periksa." jelas beliau sambil tersenyum.
Aku hanya manggut-manggut paham, lalu preman tadi mengusik rasa tenangku, "Preman tadi tidak mengerjarku, Ibunda Ratu?" Aku mendongak memberanikan diri menatap mata indah itu.
"Oh preman tadi, sudah beres." katanya sambil tersenyum geli.
Dahiku mengerenyit, bagaimana sudah beres. Aku saja belum membayar hutang dan belum tahu berapa nominalnya. Beliau pasti sedang ngeprank aku yang nampak mengenaskan ini.
"Sudah jangan dipikirkan, bagaimana kepalamu, masih terasa pusing? Lihatlah." Beliau menyerahkan kaca kecil berbentuk bundar ke depan wajahku.
Rasanya aku ingin menjerit, dahiku benjol dan lebam. Ini sangat kontras dengan kulitku yang putih. Aku seperti di bogem dengan kecepatan penuh. Astaga, tapi sekarang bukan itu mau ku.
"Bagaimana sudah beres Ibunda Ratu. Ibunda, tidak membayar hutang-hutang bapakku kan?" tanyaku menyelidiki.
"Sudah Ibunda bilang sudah beres, cah ayu." tangan ibunda ratu mengelus lenganku, lembut menenangkan.
"Berapa?" tanyaku sambil memincingkan telingaku dengan harap-harap cemas.
"Berapa apanya, cah ayu?"
"Hutang bapak."
Beliau tersenyum lebar, Ibunda Ratu seperti sedang meledekku. Meledek jika aku tak akan mampu membayarnya. Memang berapa hutang bapakku sampai beliau terlihat terhibur seperti itu.
"Lima belas juta cah ayu." jawab beliau pelan sembari mengulum senyum.
Sekalipun suaranya lembut dan lirih, aku seperti tersengat listrik yang membuatku ingin pingsan lagi. "Lima belas juta!" gumamku lirih sembari memijit keningku yang benjol. Rasanya semakin sakit dan sakit. Darimana aku bisa mengganti uang dengan jumlah sebanyak itu, bahkan jumlah uang itu bisa untuk membayar kontrakan selama satu tahun.
Aku meringis sedih. "Saya akan menggantinya Ibunda Ratu, tapi aku cicil ya."
"Jadilah mantuku cah ayu. Jadi kamu tidak perlu susah-susah mengganti hutang bapakmu itu."
"Mantu? Menikah maksud Ibunda Ratu?" Kepalaku semakin sakit di buatnya. Menikah dalam rencanaku akan terjadi dua atau tiga tahun lagi jika ada yang mau meminangku.
"Iya menikahlah dengan putraku Kaysan Adiguna Pangarep."
...***...
Selamat membaca dan jangan lupa like dan komen ya. Biar Vivi bahagia sepertimu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 255 Episodes
Comments
雅那
membaca ulang
rindu kisah mereka kaysan dan rinjani
2024-02-07
0
Ida
kalo kata orang Jawa mandi pangucap Bunda Ratu JUWITA,, RINJANI jadi Mantu Kesayangan nantinya🤭🙈
2023-07-23
1
pipi gemoy
baru baca langsung ta vote
2023-05-20
0