Silver Feather (Bulu Perak) : Legacies Of Lycanthrope (Keturunan Para Serigala)
Bertahun-tahun setelah terjadinya pembunuhan masal leluhur para Lycan dan beberapa dari mereka selamat, lalu mengasingkan diri dari Polandia untuk bertahan hidup. Semua menyetujui bahwa diadakannya peran Tetua dimana mereka menyebutnya para Genus atau Tetua G untuk menengahi dan lalu mereka membagikan mereka dalam beberapa golongan yaitu Ducis, Feroces, dan Civitas.
Ducis, mereka berperan seolah sebagai pemimpin dari semua golongan. Mereka memegang erat keadilan dan kekuasan atas mereka, mereka dapat menghukum atas persetujuan Tetua dan mereka juga menangani keseimbangan hidup antara manusia serigala dan manusia normal agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti diwaktu-waktu sebelumnya. Para Ducis dikenal dengan bulu mereka yang terang cerah keputihan, dari sana kita bisa mengenalinya.
Feroces, tidak seperti namanya, mereka justru mengambil alih kelancaran hidup para Lycan. Mengelola makanan, tempat tinggal, dan pakaian yang ada adalah tanggung jawab untuk mereka. Meski beberapa dari anggota cukup buas untuk memakan manusia normal. Para Feroces biasanya memiliki bulu kecoklatan yang mencolok dan ada juga beberapa berwarna hitam, itu karena Tetua yang memilih mereka pantas berada diposisi tersebut.
Sementara itu Civitas, mereka adalah rakyat biasa. Melakukan aktivitas sehari-hari seperti manusia normal, bersekolah bersamaan dengan manusia norm bahkan berteman dengan mereka tetapi itu benar-benar dibatasi, mereka terkadang bekerja untuk membantu para Feroces dan sering menjadi budak. Karena di sana lah mereka, tidak punya keahlian sama sekali. Mereka cenderung memiliki warna bulu yang gelap, seperti hitam. Dan di sana lah seorang bernama Lyra berada, dengan semua perbedaan dalam dirinya. Namun, yang selalu dia pikirkan hanyalah dia harus lulus dengan nilai yang baik agar tidak menjadi budak para Feroces, sebab mereka juga cukup kasar sebagai dalang kelangsungan hidup mereka yang tinggal di pinggiran Kota.
Mereka mengenalnya dengan sebutan si bulu kelabu, sebab Lyra memang berbeda dari keluarganya yang lain atau mungkin dia memang tidak cocok berada di golongan Civitas dan mungkin tidak dimana pun. Lyra tak mau tahu soal itu tetapi dia yakin suatu saat nanti dia akan mempermasalahkannya.
Apapun yang terjadi, Lyra tidak dapat menghindarinya barang sedikitpun. Bahkan tentang takdir yang tidak bisa diubah oleh siapapun itu, dia hanya akan mengikuti alurnya walau setengah hati. Tidak ada yang benar-benar dia harapkan, selain menjadi dirinya sendiri. Lyra hanya takut akan kekecewaan yang datang.
Dan di sini, semuanya dimulai.
***
Lyra tidak tahu kapan terakhir kali dia tidur nyenyak, karena tugas menumpuk dan bahkan akan menghadapi ujian dia malah semakin memperburuk keadaan. Tetapi untungnya, orang tuanya tidak tahu apa yang sudah dia lakukan selama sepekan ini.
Di pagi hari yang semestinya dia terbangun dengan mata yang tidak mengantuk, sebab terlalu senang berjalan-jalan dengan rupa serigala-nya yang sama sekali tidak menakutkan. Lyra dimintai ibunya untuk membawa bekal hari ini, dia berpikir bahwa ibunya sudah mulai menaruh curiga padanya karena dia sudah bermain-main dengan rupa serigala-nya.
Asal tahu saja, sambil berjalan-jalan di tengah malam menuju hutan, Lyra sesungguhnya tidak sendirian, terkadang dia bertemu dengan beberapa golongan Feroces sedang berkemah dan dengan hebatnya mereka hanya membiarkannya lewat begitu saja, mereka tidak meneriakinya, tidak mengejarnya atau mungkin juga melaporkan kelakuannya yang kapan saja bisa membawa masalah ketika manusia normal melihatnya dalam bentuk serigala.
Sejak mendengar soal perbedaan bulu dan ketergantungan hidup dari para Tetua G, raut wajah ibunya sangat sedih dan dia menyadarinya. Itu karenanya, karena dia yang berbeda. Lagipula semuanya mereka lakukan bukan tanpa alasan tetapi tetap saja, Lyra tidak menyukai perbedaan golongan dan warna bulu. Benar-benar sudah tidak masuk akal.
Masih hanya ada Lyra dan mereka berdua. Bila dia dipisahkan dari mereka, aku tahu hidup mereka akan kosong tanpa Lyra di dalamnya, apalagi mengingat mereka telah kehilangan. Octo, si lelaki jangkung yang tidak sengaja tenggelam. Ceritanya cukup mengenaskan dan sekaligus membingungkan.
"Yah, bu, aku pergi dulu. Sampai bertemu nanti sore!" serunya sambil berlarian menuju parkiran mobil yang baru beberapa bulan dibelikan ayahnya untuknya
Di depan gerbang sekolah yang dipenuhi ribuan manusia normal dan beberapa Lycan lainnya, Lyra memarkir mobilnya yang bunyi mesinnya cukup berisik. Ya, itu mobil bekas tapi masih lumayan bagus.
"Hei." seseorang itu melambaikan tangannya kepada Lyra dan lalu menghampirinya yang baru saja turun dari mobil. "Aku punya berita, tetapi tidak cukup baik."
Lyra menghirup udara yang cukup dingin pagi itu dan tidak ada sinar Matahari yang muncul, langitnya kelabu dan di beberapa tempat lain di dekat sini mungkin akan turun hujan, padahal itu bulan Juli, harusnya udara panas.
"Apalagi sih yang sudah kau dengar?" Lyra mengikat rambutnya seraya berjalan menuju aula sekolah yang diikuti si tegap, Sean.
Sean adalah seorang Lycan, sama dengannya berada di golongan Civitas tetapi dia tinggal bersama manusia normal dan dia melakukannya secara diam-diam. Sean memang gila.
"Pasukan itu, yang mencoba menerobos masuk ke wilayah Tetua G, diketahui punya bulu hitam pekat dan karena itu golongan Civitas menjadi sorotan Ducis, mereka menaruh curiga terhadap kita."
Lyra mendengus, "Jadi karena itu kita harus dipisahkan?"
"Ya, kau tahu sendiri, beberapa Feroces memiliki bulu hitam juga dan Alpha Civitas menyangkal bahwa rakyatnya tidak melakukan apa-apa." lanjut Sean.
Lyra tidak bisa bertindak apa-apa soal itu, karena manusia serigala sudah hidup meluas dan bergabung bersama manusia normal dan beberapa berhasil beradaptasi dengan baik, seperti Sean. Namun, masalah itu cukup mengganggu meskipun dia tidak memiliki bulu yang sewarna dengan Civitas, dia tidak mungkin membiarkan orang tuanya terpisah darinya. Tidak akan.
"Sudahlah, aku sedang tidak ingin memikirkannya, lagipula, jika aku bisa, aku akan membawa orang tuaku pindah dari sana dan mengasingkan diri saja. Aku mengenal manusia cukup baik, meski beberapa memang menjengkelkan." Lyra mencoba meyakinkan diri setelahnya.
Sean menatap ke arah lain, "seperti dia misalnya?" dia menggerakkan dagunya ke arah orang itu.
Laki-laki berbadan besar dan tegap, dengan rambut pendek hitam kecoklatan. Dia berjalan bersama beberapa temannya di sampingnya, seketika mata para cewek tertuju padanya. Oh ya, akan selalu ada raja di antara ribuan cowok di sekolah dan juga sebaliknya. Tapi Lyra tidak begitu memperdulikannya.
"He's too perfect, but idiot." tukasnya dan mereka berdua mengernyit bersamaan lalu terbahak tanpa menyadari sekeliling kami lagi.
Mereka berpisah di koridor karena tidak semata-pelajaran hari itu. Jadi Lyra berjalan sendirian sambil memeluk beberapa buku yang baru saja dia ambil dari loker.
Pelajaran usai lebih cepat pagi itu dan dia langsung menemui Sean dan teman-temannya di kafeteria. Dia duduk di sana tanpa malu dan melepas ikat rambutnya. Hal itu sudah biasa dia lakukan dihadapan mereka dan hebatnya mereka juga tidak keberatan saat Lyra ikut berkumpul dengan mereka. Mereka sama-sama mengambil makanan yang sudah disediakan dan langsung akan membayarnya. Asal tahu saja, bekal yang diberikan ibunya sudah habis dia makan ketika perjalan menuju sekolah yang memakan waktu sepuluh menit. Dia kelaparan.
Tak lama mereka duduk kembali, indera penciumannya seketika menajam dan mendapati sosok baru yang muncul diambang pintu. Lyra menyikut lengan Sean, memberinya kode. Sean tidak melihatnya dan melempar tanya mengapa, tetapi Sean langsung melihat ke arah yang sama dimana dia mendapati tiga orang—dua laki-laki dan satu perempuan. Penampilan mereka berbeda dari manusia normal lainnya, mereka seperti orang baru, bahkan di Kota.
"Oh itu mereka." salah satu teman Sean membuat mereka tersadar dari melihat mereka bertiga itu.
Lyra buru-buru menyela, "mereka siapa?"
"Kalian belum dengar ya, mereka murid pindahan dari Amerika."
Lyr dan Sean saling melempar pandangan tanya. Mereka berdua mengirim sinyal yang tidak bisa dilihat mata manusia.
"Oh, sudahlah, mari makan lagi. Dan ya, semalam aku menonton siaran bola.." Sean mencoba mengalihkan pembicaraan.
Sementara Lyra masih sibuk memikirkan mereka bertiga sebab dia tidak sengaja bertemu mata dengan salah satu dari mereka. Apakah dia akan mencurigainya? Ah, semoga saja tidak. Lagipula dia tidak sengaja melakukannya.
Sorenya, sepulang sekolah, Lyra kembali mengendara sendirian dengan earphone yang terpasang di telinga, mendengar lagu July. Dia mengikuti irama gitarnya dan ikut menyanyi. Terkadang dia bertanya-tanya bagaimana rasanya hidup menjadi manusia biasa dan menghabiskan waktu dengan banyak manusia lainnya. Tidak terlalu diawasi tetapi malah takut dengan keberadaan makhluk buas di tengah malam.
Lyra langsung mandi ketika sampai di rumah dan lalu membantu ibunya menyiapkan makan malam.
"Apakah kalian akan libur musim panas ini?"
Lyra mengangguk sebentar sebelum angkat bicara, karena dia lupa tentang apa yang disampaikan kepala sekolah tadi, sebelum pulang.
"Ya, mereka hanya memesan untuk berhati-hati, karena kabarnya, hewan buas sudah-" menyadari mata ibunya berkilat sepintas lalu meski raut wajahnya biasa saja, Lyra menghentikan pembicaraan itu.
"Semoga liburan kali ini akan menyenangkan seperti tahun lalu ya." tukas ibunya dan pergi dengan punggung yang menghilang ke arah dapur.
Lyra duduk di meja makan, menyandarkan dirinya di sana sambil mencoba bernapas dengan tenang. Dalam lubuk hatinya, dia ingin membahas hal ini dengan ibu atau ayahnya, dia hanya ingin tahu soal berita itu. Hal wajar jika dia khawatir soal itu, bukan?
Lagipula Civitas tidak bisa sepenuhnya disalahkan bila Alpha-nya sudah berkata bahwa rakyat tidak pernah menginjakkan kaki di wilayah para Tetua G yang kebetulan sangat jauh dari kawasan mereka kebanyakan tinggal. Atau mungkin bisa jadi mereka yang berbulu hitam dengan keberadaan yang terisolir dan tidak terjangkau oleh Alpha Civitas.
Kenapa harus Civitas?
Sejujurnya Lyra tidak yakin dengan berita itu, apakah benar mereka pasukan manusia serigala atau memang serigala sungguhan. Atau bahkan benarkah mereka berbulu hitam pekat atau hanya salah satu dari mereka saja. Bisa saja, kan?
Tapi rasanya percuma, pemikirannya tidak bisa didengar siapapun ketika dia menjadi manusia. Dan akan lebih baik begitu, mereka tidak akan setuju dengan apa yang dia pikirkan. Orang tuanya hanya akan mengkhawatirkan soal dirinya, yang hidupnya akan terpisah dari mereka.
Pukul setengah tujuh, mereka sedang makan bersama. Bahkan ayahnya baru saja sampai sekitar sepuluh menit yang lalu. Berbincang sedikit soal pekerjaannya sebagai budak Feroces dan kegiatan sekolahnya yang begitu-begitu saja tanpa perubahan. Lyra bercerita kepada mereka bahwa di sekolah ada murid pindahan yang entah sejak kapan di sana padahal liburan sudah dekat, bahkan tinggal menghitung hari, dimulai dari hari ini, Rabu.
Ayah berdeham, "oh ya, Lyra, berhentilah berkeliaran setiap malam."
Jantungnya berdegup kencang, dia yakin mereka berdua bisa mendengar detak nya. Dia tidak berani mengangkat wajahnya dan menatap keduanya, Lyra bukannya takut kepada mereka, dia hanya merasa bersalah bila membuat mereka khawatir.
Dengan gugup Lyra angkat bicara, "maafkan aku, ayah. Aku hanya, lelah." bahunya merosot, seketika merasa lelah sungguhan.
"Kau bisa bercerita padaku, atau bahkan ibumu. Kau tidak perlu melakukan itu setiap malam, nak. Berbahaya untukmu." kata ayahnya seraya mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya.
"Tidak, aku tidak bermaksud apa-apa, aku hanya khawatir soal.. pemisahan itu." ujarnya, mengingat bahwa tidak ada yang mirip dengannya, tidak ada yang sepertinya, tidak ada golongan yang pantas untuknya.
Ibunya mencoba menenangkannya dengan mengelus punggung tangannya, "Semuanya akan baik-baik saja, jangan terlalu dipikirkan, sayang."
"Lalu kenapa harus Civitas?" tukasnya, yang mungkin membuat mereka agak terkejut.
"Kita belum tahu kepastiannya, kau tahu, Alpha Civitas sedang berusaha untuk itu. Kita hanya rakyat biasa, kita hanya bisa menunggu." ayahnya dengan segala ketenangan yang ada dalam dirinya mencoba menyalurkan hal itu kepada Lyra tapi dia rasa itu tidak berhasil sama sekali.
Lyra menggeleng, "tidak, tidak dengan hanya duduk saja dan membiarkan para Ducis terus menuding kita sebagai pelaku."
"Perlu kau ketahui, Lyra, pasukan itu sudah membunuh salah satu golongan Ducis dan beberapa penjaga di wilayah para Tetua G." ibunya langsung menaruh jemarinya di dahinya sambil memijatnya pelan. "Dan saksi melihat mereka berbulu hitam, seperti golongan Civitas. Wajar saja mereka benar-benar menaruh curiga dan menuding."
"Ayah, ibu, apakah kalian percaya begitu saja? Mereka banyak dan mungkin yang dilihat saksi hanya salah satu dari mereka yang kebetulan berbulu hitam seperti Civitas, atau mungkin mereka memang serigala sungguhan. Siapa yang tahu?" Lyra bersikeras ingin didengar oleh kedua orang tuanya pada akhirnya.
Ayah dan ibunya saling melihat satu sama lain dan menatap Lyra seolah sedih.
"Kau tahu, nak, hanya kaulah yang masih kami miliki. Kami bangga memilikimu, tapi kita memang tidak bisa melakukan apa-apa. Kita hanya bisa menunggu kepastian dan kebenaran." lagi-lagi suara tenang ayahnya tidak bisa membuat Lyra tenang seperti biasanya.
"Aku akan ke kamar." katanya pada akhirnya dan meninggalkan kedua orang tuanya begitu saja di meja makan.
Lyra takut kalau-kalau dia akan meledak dan menghancurkan semuanya. Orang tuanya memang benar, mereka hanyalah golongan Civitas yang tidak terpandang, yang tidak bisa melakukan apa-apa tetapi malah merusak keadaan yang damai.
Namun, Lyra akan tetap mencari tahu kebenaran itu sekaligus mencari tempat yang pantas untuknya.[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Helena Samuel
Unik ceritanya ...bagus
2020-12-16
1
Nalika Junaedi
Semangat thor...
keren novelnya
2020-12-08
1