Bianca melihat ruangannya yang kosong namun berdebu, tak terlalu besar namun cukup nyaman karena akhirnya dia bisa keluar dari genangan air, dia lalu menarik napasnya panjang yang masih sedikit cepat tak tahu karena memang kesusahan dalam bernapas atau karena adrenalinnya yang kembali terpacu.
Bianca sedikit mengintip, dia melirik ke arah Rain yang perlahan sambil memegang pistolnya yang sekarang dia arahkan ke bawa, langkahnya benar-benar perlahan hingga tak lagi meninggalkan suara, hanya riak air yang tak dapat dia hindari.
Rain bersikap waspada, apalagi suara langkah kaki itu semakin dekat, Rain berasumsi mendengar suara riakan air yang tercipta, yang mendekat ke arahnya bukan hanya satu orang, Rain semakin waspada.
Dia berhenti tepat di percabangan itu, dia langsung siaga mengacungkan senjatanya, Bianca melihat itu menahan napasnya, Rain pun begitu, mengumpulkan semua fokusnya karena bagaimana pun sejujurnya dia juga sudah merasakan lelah karena semua ini.
Perlahan suara itu semakin dekat, membuat jantung Rain semakin terpacu, suntikan adrenalin membuat napasnya tak menentu, namun dia mencoba tetap tenang dan fokus.
Rain menahan napasnya kala sesosok nampak di ujung matanya, mereka menggunakan baju lengkap, ketika yakin itu bukan para penjaga polisi, Rain segera menembak kepala salah satu orang yang paling dekat dengannya, darah segar segera menyembur, memercik ke udara membuat Bianca memekik yang langsung dia tahan dengan tangannya sendiri, dia langsung tak ingin melihat kejadian itu, pria yang selama ini bersamanya begitu mudah melubangi kepala orang dengan peluru, Bianca harus hati-hati dengannya, dia menarik napasnya dan dia keluarkan dari mulut, berusaha menenangkan dirinya sendiri.
Orang yang satunya lagi kaget melihat temannya terkapar sudah tak bernyawa, Rain dengan cepat mendekatinya bahkan sebelum dia bisa menggapai senjatanya yang terkalung di tubuhnya, dia lalu melihat Rain yang sudah membidiknya, pria itu menelan ludahnya dengan susah payah, bahkan dari sorot mata pria yang ada di depannya ini, dia tahu pria itu tak main-main.
"Kalian siapa? siapa yang mengutus kalian? apa tujuan kalian?" tanya Rain langsung tanpa basa-basi.
"Aku tak bisa mengatakannya, aku tak akan mengatakannya," kata Pria itu seperti memberanikan dirinya.
"Katakan atau nasibmu juga sama dengannya," kata Rain lagi
"Lakukan saja, aku lebih baik mati daripada jadi Pengkhi ...."
Belum selesai pria itu mengatakan kata-kata terakhirnya, Rain yang tak suka terlalu banyak bicara langsung menembakkan peluru itu ke kepala pria itu, lubang berdarah terlihat menembus dahinya, langsung memecahkan tulang tengkorak menembus keluar dari belakang, menghamburkan darah dan sedikit otak yang ikut keluar.
Rain menahan tubuh pria itu yang mati seketika, dia lalu menyeretnya dan meletakkannya di tempat yang kering, sekali lagi dia melucuti apapun yang menurutnya bisa membantunya, peluru, pisau, kembali korek api, namun kali ini dia juga mengambil baju dan juga sepatu pria itu.
Setelah melakukan semua hal itu, Rain dengan santainya kembali ke arah persembunyian Bianca, Bianca yang mendengarkan suara langkah kaki segera melihat kembali ke lorong itu.
Jantungnya hampir copot karena begitu kaget sebab saat dia baru saja menoleh, sosok Rain sudah muncul di depan wajahnya, pria yang tak pernah menunjukkan ekspresi itu hanya menatap Bianca yang memegangi dadanya, jantungnya sudah seperti lari estafet 100x.
Rain tak memperdulikan keadaan Bianca yang pucat karena terlalu kaget, dia lalu naik ke dalam lorong sempit namun cukup untuk mereka berdua.
"Masuk lebih dalam," perintahnya pada Bianca, Bianca mengangguk takut melihat pria ini, dia baru sadar kembali, pria ini adalah seorang tahanan di penjara, dan pastinya dia sudah melakukan hal yang sangat berat makanya dia masuk ke dalam penjara yang sangat ketat itu, karenanya lagi-lagi Bianca berjanji pada dirinya untuk tak menyepelekan pria ini
"Pilih salah satu," tawar Rain yang menyodorkan sepucuk pistol dan belati.
"Aku?" kata Bianca yang menunjuk dirinya sendiri.
"Siapa lagi?" kata Rain menaikkan satu alisnya.
"Oh bukannya ini senjata orang yang sudah mati, aduh, haruskah aku memilih salah satu, eh, aku pilih pisau saja," kata Bianca yang ragu namun melihat wajah Rain yang sangat serius, penuh tekanan hingga Bianca merasa tertindas, mau tak mau dia harus memilih salah satunya. Rain menyimpan pistolnya kembali, dia juga mengambil senapan Laras panjang milik penjahat itu.
Rain melemparkan baju yang dia jarah dari tubuh tak bernyawa yang baru dia bunuh ke depan Bianca, Bianca kaget, Rain tadi tak punya baju sama sekali, kenapa tiba-tiba ada, apa jangan-jangan?
"Ini juga baju orang mati kan?" tanya Bianca yang sedikit merasa takut, takut arwah pemilik baju ini akan mengikutinya.
"Pakai atau kau tak akan bertahan malam ini di sini," ujar Rain yang juga mengambil jam dari tangan salah satu yang mengejar mereka tadi, dari jam itu dia akhirnya tahu ini sudah pukul 5 sore.
"Ha? kita akan menginap di sini? kau yakin? banyak tikus loh," kata Bianca tak percaya.
"Kalau kau bisa dapatkan tempat yang lebih baik, silakan, aku akan beristirahat di sini saja, hari akan segera gelap," kata Rain lagi mengamati lorong itu, walau sudah tak mendengar apapun yang mencurigakan mereka harus tetap waspada.
"Oh, kalau dipikir-pikir, aku di sini saja, ya, tapi aku tak mau pakai baju orang mati ini," kata Bianca lagi melemparkan kembali baju yang cukup tebal itu.
Rain menangkap baju itu, dia hanya memasang wajah datarnya, terserah jika tak mau.
"Aku akan istirahat sejenak, tolong jangan meninggalkanku, aku hanya istirahat sejenak," kata Bianca yang mencoba merilekskan dirinya, ternyata jika kita terlalu lelah, bahkan beton yang sangat keras pun terasa begitu nyaman.
Suasana kembali hening, tetes air yang jatuh perlahan, memberikan efek yang menghipnotis, semakin Bianca mendengarnya, semakin berat kelopak matanya untuk terbuka.
Rain memandang wajah wanita yang terlihat polos sedang tertidur di depannya, raut lelah itu tampak begitu nyata, dia pasti sangat trauma, pikir Rain yang tak bisa memungkiri, bahkan dengan penampilan begitu kacau, Bianca tampak sangat sempurna.
Bianca mungkin benar-benar sudah tak sadar, hingga tubuhnya merosot hampir jatuh ke lantai, untung saja Rain cepat bertindak, menangkap tubuh Bianca dan dia berganti posisi duduk di sampingnya, nyatanya tubuh Bianca sudah hampir berbaring, Rain menarik napasnya dan membiarkan Bianca yang seperti nyawanya sudah keluar dari tubuhnya dan terbang menyambangi dunia mimpi itu berbaring dengan kepala yang berada di pangkuan Rain, seketika raut Bianca tampak lebih nyaman menikmati posisinya.
Rain hanya melihat wanita itu menggeliat manja, rambutnya yang coklat menutupi wajahnya, Rain tahu pasti tak nyaman jika tidur dengan rambut ada di wajah, Rain perlahan menyibakkan rambut itu, menyusunnya di belakang telinga Bianca, menunjukkan pipi mulus nan putih itu, benar-benar begitu sempurna Tuhan membuat wajahnya.
Rain berjaga cukup lama, Bianca kembali meringkuk kedinginan, Rain lalu menutupi tubuh Bianca dengan baju yang ditolak Bianca tadi, seketika dia kembali nyaman, melihat tingkah Bianca saat tidur, Rain jadi menaikkan satu sudut bibirnya, dasar gadis manja, pikirnya, tak lama Rain yang juga merasa remuk sekujur tubuhnya malah tertidur, namun begitu tidurnya pun tampak siaga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 215 Episodes
Comments
Mimilngemil
😂😅
sempet"nya kepikiran
2023-12-06
0
Maya Kitajima
okey..saatnya move on dari ceyasa,akang rain
2021-09-27
0
Septi Aldian
pas rain nembak kepala musuh ny,aq yg meringis sendiri thor,
lanjut...
2021-09-16
0