"Gue butuh kerjasama tim. Naura cari ranting sepanjang ukuran lengan. Gibran kumpulin sejumlah batu atau krikil, yang lainnya jongkok melingkar, kita mulai praktek bikin bencana kecil," kata Rahsya memberi arahan.
Sembilan murid melingkari kubangan air, diposisi berdirinya, Rahsya menyembunyikan sepasang tangannya ke saku almamater, mengawasi pergerakan Naura mengukur ranting kayu sepanjang lengan.
"Seragam Lo bernoda," beritahu Gibran disela kegiatannya menyingkap tumpukan daun kering, mencari benda keras untuk dipungut.
Naura menatap kemeja putih bagian dimaksud, kulit ranting menggoreskan noda tanahnya. Mengotori seragam.
"Cuma dikit nanti juga dicuci bersih. Eh, boleh bantu patahkan ranting? Ini susah."
Gibran mengambil ranting.
"Ukur dulu di lengan gue," kata Naura.
Gibran mensejajarkan kayu di lengan Naura dan melayangkan sebuah pertanyaan. "Udah punya pacar?"
"Emang kenapa?" balik tanya Naura.
"Nanya aja, lain waktu kita ke ruang musik?"
"Jauh enggak ruangannya?"
"Deket. Oh, atau gini aja sepulang dari kelas, Lo balik ke asrama putri buat ganti baju, udah itu tungguin gue di pintu gerbang, gue jemput."
Naura mengangguk tertarik.
Kayu dipatahkan Gibran dengan mudah menggunakan lutut kakinya lalu menyerahkannya kepada Naura.
"Batunya udah dapat?" tanya Naura.
"Udah, tinggal mungut."
Tak lama, keduanya telah menyelesaikan tugas dan memutuskan ikut berkumpul di titik praktik.
Memastikan semua sudah bergabung, Rahsya meminta ranting kayu ditangan Naura.
"Perhatikan baik-baik!" seru Rahsya.
Ranting mulai dicelupkan ke dalam genangan air.
"Aduk-aduk doang, gue juga bisa kali! Mana bencana buatannya?" ledek Kevin tidak sabar.
Rahsya mengacuhkan ocehan tidak berguna Kevin, mengangkat tongkat ke daratan, melihat garis basahnya dan menerka angka kedalaman kubangan tersebut.
"Tugas untuk ketua cerewet, gue butuh tenaga Lo. Tolong gali tanah di ujung dinding genangan sebelah situ, bentuk jadi aliran kecil, abis itu Dimas bendung mulut sungai pake apalah terserah yang penting airnya menggenang, oke?" perintah Rahsya.
"Oke."
Kevin melerai almamater, mendekati Naura dan mengulurkan jas seragam. "Gue titip."
"Pegangin aja enggak akan lama kok," dukung Adara.
Naura mengambil almamater dan melipatnya.
"Buru Vin!" panggil Dimas.
Segera Kevin berbalik, menjauhi Naura. Semangatnya makin meningkat karena ditonton banyak orang.
Kevin mulai mencakar tanah membuat garis lurus memanjang hingga air dari kubangan mengalir mengikuti jalur.
"Tutup Dim!" suruh Kevin.
Dimas meloncat ke ujung, menambal mulut aliran menggunakan tanah.
"Kocak, banjir duluan!" ketawa Gibran melihat genangan buatan, airnya meluap naik kepermukaan.
"Salah step," gumam Rahsya menonton kekacauan dari daratan.
"Harusnya sebelum air menggenang bikin tanggulnya dulu, kasih lubang di bendungannya abis itu baru luncurkan air," komentar Naura.
"Intinya tetap sama," balas Rahsya mau tak mau turun tangan ikut membungkuk di sisi Dimas.
"Gib, perkuat bendungannya pakai batu," titah Rahsya.
Gibran menghampiri, menyusun batu di luar tanggul, sedangkan Kevin tiada henti menembok sisi-sisi anak sungainya yang luntur terkena luruhan air.
Rahsya mematahkan ranting kecil, melubangi tengah-tengah bendungan yang tidak ditambal batu oleh Gibran.
"Iyuh, airnya keruh banget!" jijik Adara menjepit hidung.
"Sini turun," ajak Rahsya.
"Enggak mau!" rengek Adara.
"Lebay," gumam Naura.
"Kayaknya seru main lemparan lumpur ke kalian semua," celetuk Kevin berusaha mendapat perhatian siswi baru.
"Ogah, seragam gue bisa kotor!" tolak Cakra.
"Malas diceramahi bu Salma, emang Lo mau dijemur di bawah trik matahari?" tambah Dimas.
"Jangan ngadi-ngadi Vin, kemarin aja gara-gara Lo berulah kita semua nyuci almamater berjamaah!" ketus Naomi.
"Ketua, hapus niat Lo main kotor-kotoran, kasihan teman-teman yang lain termasuk gue," mohon Adara mewakili beberapa orang seperti Kinan yang hanya diam.
"Tenang gue cuma bercanda," kekeh Kevin, ada secuil rasa kecewa di dalam hati sebab siswi baru itu tampak tidak tertarik menanggapi perkataannya.
"Naura," panggil Rahsya.
Dengan dagu terangkat Naura menyahut. "Apa, Lo butuh bantuan gue?"
Rahsya mengangguk. "Tolong bawakan tumpukan buku milik kita semua."
Naura melotot horor, besar sekali nyali Rahsya mengerjainya.
*
Rahsya berkicau panjang lebar menjelaskan hasil praktikum tadi bersama timnya, tanpa jeda, membuat kesebelas temannya yang berdiri sembari mencatat jadi uring-uringan.
"Kereta api masih untung ada pemberhentian di stasiun. Lo suka banget bikin orang frustasi!" ketus Kinan menyerah mencatat.
"Santai dikit dong ngejelasinnya kayak dikejar maung aja Lo! Pegal tangan gue!" keluh Kevin.
"Untaian kalimat kamu enggak sanggup aku kejar, tangan aku sampai lecet," cicit Adara.
"Sumpah berasa cosplay jadi wartawan, pening kepala gue nyimak Lo, nye-nye-nye-nye-nye!" cibir Gibran merosot lutut.
"Nyerah aja lah, Rahsya emang nyebelin."
"Duduk, gih, capek!"
"Biarin dia ngomong sendiri sampai berbusa, siapa tau mabuk."
"Umumnya orang mabuk minum wine, ini mabuk gara-gara kasih materi."
Dimas tertawa bahagia menyimak kekesalan teman-temannya yang bernasib sama malang sepertinya merasakan kejengkelan terhadap Rahsya.
"Kaki Lo enggak kesemutan? Sini duduk, yang lain udah pada menyerah sebelum Rahsya beres celoteh." Gibran mencolek tulang kering kaki siswi sedang anteng menorehkan ujung pena di buku.
"Gue istirahat abis selesai," balas Naura kecepatan tangannya mengejar penjelasan keluar dari mulut cowok menyebalkan di depannya.
Rahsya tidak menghiraukan kondisi teman-temannya sekalipun lelah mereka mencapai batas, tugasnya cukup menerangkan materi hingga selesai pada kesimpulan.
"Bentar—"
Naura kesulitan protes dikarenakan tangannya sibuk mengejar perkataan Rahsya, banyak coretan di bukunya ketika salah menulis namun situasi memaksanya mengabaikan hal itu.
"Demikian bencana dapat terjadi."
Bersamaan dengan Rahsya selesai bicara, Naura menjatuhkan pena dan bukunya.
Kemudian,
"Nau!"
Sepuluh murid berseru nyaring, kaget melihat Naura jatuh ke pelukan satu cowok.
"Pelukan dambaan gue!" pekik Adara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments