Meisya baru saja datang dari pintu kelas. Gadis yang tampak elegan dengan pakaian branded serba mahalnya itu segera mendudukkan tubuhnya di kursi biasa, kursi nomor tiga yang mepet ke dinding. Ya, tidak telalu di depan. Dan tidak terlalu di belakang.
Kening Meisya tertaut dalam. Gadis itu bingung saat mendapati secarik kertas kecil di atas mejanya. Meisya memperhatikan setiap inci sudut kelas. Tidak ada yang aneh, teman-teman Meisya sibuk beraktivitas seperti biasa. Mereka sibuk membaca buku masing-masing karena hari ini ada mata kuliah Infeksi Bedah dengan Dosen yang lumayan killer.
"Jangan pernah lo ganggu, dan jangan pernah lo sentuh Anin lagi. Kalo nggak, lo bakal berurusan sama gue!"
Bibir Meisya bergerak pelan membaca tulisan yang ada di kertas kecil tersebut. Bukan takut, Meisya justru tersenyum menyeringai.
"Heleh, mantep juga pahlawan kesiangan lo sampe dateng ke Fakutas Kedokteran buat neror gue doang. Oke, siapa takut!" Lirih Meisya menatap lurus ke depan menggeram kesal.
***
Perkuliahan hari ini baru saja selesai. Anin mengemasi buku bukunya ke dalam tas dengan raut wajah memelas dan benar benar tidak bersemangat.
"Nin..." Panggil Barra yang duduk di meja belakang Anin.
Anin tidak menoleh. "Hm" Sahut Anin masih sibuk mengemasi buku bukunya ke dalam tas.
"Lo pulang sama siapa? sama El?" Tanya Barra.
"Enggak Bar. Hari ini El nggak masuk, lagi kosong jadwalnya" Sahut Anin.
"Kalo gitu lo pulang sama gue aja. Nggak usah naik Taxi" Tawar Barra yang sudah sangat tahu betul bagaimana Anin. Gadis itu akan selalu menggunakan Taxi, atau angkutan umum jika El tidak datang ke kampus atau sedang tidak bisa mengantarkan Anin pulang.
"Nggak usah Bar. Aku naik Busway aja" Tolak Anin.
"Nin... Kenapa sih?" Barra yang sudah duduk di kursi yang ada di depan Anin menatap mata Anin dalam. Begitu juga sebaliknya.
Barra memang susah mengetahui tentang hubungan Anin dan juga Stevan keesokan hari setelah pesta ulang tahun Meisya. Barra memang baru mengetahinya keesokan hari karena malam itu Barra memang harus buru buru dan pergi dari sana setelah mendapatkan panggilan telfon dari Mamanya.
Sungguh, Barra merasa kasihan setelah mendengar semuanya dengan jelas dari El. Barra benar benar kasihan pada Anin. Bagaimana mungkin gadis baik itu bisa mendapatkan ujian seperti ini dan justru berurusan dengan Stevan anak orang terpandang itu?
"Bar, aku nggak papa kok, serius." Anin memaksakan senyumnya. Kemudian gadis itu berjalan keluar kelas. Sementara Barra hanya bisa pasrah menatap kepergian Anin dengan raut wajah datar.
***
Anin kini berjalan kaki dari kampus menuju halte yang ada di dekat kampus. Gadis itu berjalan sendirian di trotoar di tengah tengah teriknya matahari yang begitu panas.
Tin
Tin
Tin
Tin
Anin tidak mengumbris bunyi klakson motor yang sebenarnya sedikit mengganggu pendengarannya. Karena Anin rasa, dia tidak mengganggu jalanan dan justru sedang berjalan di trotoar. Tapi bunyi klakson tersebut tidak berhenti sedari tadi.
Sebuah motor sport berwarna hitam berhenti tepat di samping Anin berjalan.
"Mau pulang bareng gue nggak?" Tanya pria yang ada di atas motor tersebut. Dia adalah Alfi, pria yang menemui Anin waktu itu, pria yang membawa Anin ke UKS beberapa hari yang lalu, dan pria yang sengaja mendorong Anin ke dalam kolam saat pesta Meisya. Alfi terkadang sudah seperti malaikan raqib atit yang ada di manapun Anin berada.
Anin hanya melirik sekilas, kemudian memalingkan pandangannya kembali ke depan setelah tau siapa orang tersebut.
Fyi, ternyata Alfi juga mahasiswa keperawatan, tepatnya, senior Anin.
Anin masih fokus melanjutkan jalannya tanpa memperdulikan Alfi yang masih mengikutinya sedari tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
nrllxx
awas loh nin. ada udang di balik alfi
2022-06-07
0
Cicih Sophiana
punya sahabat seperti El bener"sangat beruntung
2021-10-18
0
Eni Trisnawati Mmhe Winvan
kayanya Alfi mo modus ni ma anin
2021-10-06
0