"Sini tangan lo!" Ucap Stevan saat mobil yang ia kemudikan tadi baru saja terhenti di garasi.
Kening Anin tertaut. "Buat apa?" Tanya Anin sedikit-takut.
"Sini aja, nggak usah banyak tanya!" Jawab Stevan ketus.
Anin perlahan mengulurkan tangannya ragu pada Stevan. Sementara Stevan, mengambil sesuatu yang barusan ia beli di apotek dari dashboard mobil.
Stevan membuka tutup benda kecil yang tidak lain adalah salep yang barusan dia beli. Tangan Stevan mengoleskan salep tersebut ke pergelangan tangan Anin bekas cengkraman Meisya tadi siang.
Stevan mengoleskan dengan hati-hati. Membuat pandangan Anin sedikitpun tak beralih dari Stevan. Anin menatap Stevan yang masih fokus memolesi salep pada tangannya. Hal seperti ini benar-benar membuat hati Anin terasa tidak karuan.
Anin bahkan tidak tau harus merasakan apa. Senang? bahagia? atau bingung? ataupun sedih setiap kali perlakuan Stevan sesekali manis seperti ini?
"Udah" Stevan melepaskan tangan Anin, kemudian keluar dari mobil begitu saja tanpa mengucapakan sepatah kata. Anin yang masih terlihat bingung pun menurut, gadis itu ikut keluar dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah.
***
Di dalam kelas, Anin duduk sendiri di kursinya. Sementara Barra, sedari tadi pria itu belum juga menampakkan diri, tumben dan tidak seperti biasanya. Anin memperhatikan teman-teman kelasnya satu persatu dengan rasa takut.
Anin benar-benar takut akan di bully lagi seperti masa SMA. Apalagi jika mengingat perlakuan Meisya yang terangat sangat kejam pada dirinya.
Tapi hari ini Anin tidak melihat sesuatu yang berbeda, semua masih sama seperti hari hari sebelumnya. Teman-teman Anin terlihat sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing seperti biasa.
Tidak ada yang menghampiri Anin, tidak ada yang membully Anin, tidak ada yang membicarakan Anin, tidak ada yang mencaci Anin. Karena semua tidaklah seperti yang Anin fikirkan. Sebab, tidak semua mahasiswa akan bersikap sama seperti teman Anin pada masa SMA.
Mengingat, mereka semua bukan lagi remaja labil yang hanya akan membully satu sama lain hanya karena seorang pria yang bahkan bukan siapa siapa mereka.
Terlebih, fikiran mereka juga sudah dewasa. Mereka lebih mementingkan masa depan daripada membahas hal yang tidak penting seperti itu. Karena mereka juga sadar, kagum sama seseorang boleh, tapi gobl*k jangan. Apalagi sampai menyakiti orang yang tidak bersalah.
Seperti Meisya misalnya. Pasalnya, apa yang Meisya lakukan pada Anin bukanlah cinta, tapi hanya obsesi semata.
Hal itu benar-benar membuat Anin merasa lega.
"Eh Nin..."
Anin menoleh saat dirinya merasa ada seseorang yang memanggil namanya. Gadis itu menoleh ke arah pintu kelas mencari asal suara. Alhasil, Anin mendapati El tengah tersenyum sembringah dari tempat duduknya.
"El..? Ngapain lo disini?" Tanya Anin bingung.
"Mau minta pertanggung jawaban!"
Kening Anin tertaut bingung. "Pertanggung jawaban?" Lirih Anin tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh El.
"Udah, buruan sini Anin lemot."
"Ck! Apaan sih lo" Anin bangkit dari duduknya dan menghampiri El di ambang pintu.
"Ikut gue.!" El menarik tangan Anin saat gadis itu sudah berada di depannya.
"El apaan sih main tarik tarik gini?"
El melepaskan tangan Anin. "Traktir gue di kantin karena lo udah seenaknya ninggalin gue waktu itu, waktu ultah si..." El menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Gadis itu berfikir. "Siapa sih namanya, gue lupa." Tanya El.
"Meisya?"
"Oh iya. Annabel"
"Lah kok Annabel?"
"Iya Annabel, nama dia Annabel, titik nggak pake koma!" Setelahnya El menarik tangan Anin untuk segera pergi dari sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
kelamaan Stav.. .
2021-10-18
0
Ratih Houseki
wkwkwk..annabel..cocok lah...kuy, langsung bubur merah bubur putih, biar sah😆
2021-09-23
0
Andrean Brima
Asli kalau aku bingung 😇😕 buat menilai nya sikapnya...,
2021-09-10
0