Happy Reading...
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Suara ngaji sorokan sahut menyahut di teras Musholla Asrama Santri Putri. Di sudut ruangan yang sedang riuh itu terlihat dua Mbak Santri yang sedang terlibat obrolan. Dapat terlihat jika itu sedikit serius, karena keduanya sedikit berbisik bisik seperti apa yang sedang di bicarakan adalah rahasia untuk mereka berdua saja.
Dan suara riuh ini langsung seketika berhenti, saat dua orang pemuda melintas di depan Musholla dan mengalihkan fokus mereka semua, termasuk dengan kedua Mbak Santri yang tengah berbisik bisik tadi.
"Masya'Allah Gusse kok makin manis ya, Za." Ujar salah satu dari Mbak Santri tersebut.
"Rendahkan pandanganmu, Mur." Jawabnya sembari menundukkan pandangannya semakin dalam.
"Za, Za. Ya, ini namanya rezeki. Gusse baru rawuh tadi pagi, sudah bisa lihat. Biasanya kan Gusse suka ilang-ilangan gitu kalau pas lagi di rumah." Jawab Mbak Santri yang di panggil Mur tadi. "Pasti, tadi kamu sudah bertemu dengan Gusse kan, ayo ngaku." Lanjutnya, hingga membuat Mbak Santri yang di panggil Za, semakin menunduk.
"Aku ke Dhalem kan karena di panggil Bunda, bukan untuk ketemu Gusse. Lagian kita ini siapa sih Mur." Jawabnya dengan satu tangannya yang memegang erat ujung mukena yang tengah di gunakannya.
"Ya, kita ini Santri lah, Za. Kan enggak ada salahnya kalau kita menggumi Gusse. Siapa tahu saja Gusse juga kagum sama kita, kalau enggak Gusse, Mas Naufal juga boleh, Mas Naufal juga manis kayak Gusse." Jawab Mbak Mur.
"Mbak Hafiza, di timbali Bunda." Kata salah satu Mbak Santri dari balik tembok pembatas, dan langsung menyudahkan obrolan kedua sahabat yang tengah berlangsung itu.
"Enggeh Mbak." Jawab Hafiza.
"Cie cie, yang bisa curi-curi pandang sama Gusse." Kata Mbak Mur, saat melihat Hafiza melepas mukenanya.
"Jaga lisanmu, Mur. Jangan sampai itu menjadi fitnah." Jawab Hafiza, dan bergegas berjalan menuju ke Dhalem, tanpa memerdulikan candaan dari Murtafi'ah.
Hafiza Kanaya Humairo'. Seorang abdi Dhalem, dan sudah berada di Pesantren Al-Ma'aly ini selama sepuluh tahun lamanya. Hafiza di bawa oleh Abi Farid dan Bunda Ikah saat usainya baru menginjak 10 tahun. Dan tumbuh besar di Pesantren ini oleh bimbingan Bunda Ikah. Bahkan sekolah juga di biayai oleh keluarga Dhalem hingga dia kuliah saat ini.
Hafiza, seorang gadis cantik dengan wajah bulat di tambah dengan bentuk mata yang besar dan bulu mata yang lentik serta tebal, dan jika di pandang sekilas akan terlihat seperti Artis India Kajol, hanya saja kulit Hafiza lebih bersih dan putih.
Banyak dari Kang Santri yang sudah terpaut hatinya oleh Hafiza, bahkan ada yang secara terang terangan sudah mengiriminya surat untuk menyatakan perasaannya. Namun, nyatanya Hafiza lebih suka menenggelamkan dirinya pada belajarnya dan menganggap semuanya seperti tidak ada.
Sepuluh tahun tinggal di Pesantren dan hanya pulang setahun sekali, itupun hanya dua tiga hari saja, membuat Hafiza hafal betul seluruh seluk beluk keluarga Ndalem, tak terkucuali dengan Gus Ali dan mereka berdua tergolong dekat, meski tidak bisa di katakan dekat sekali.
"Mbak Fiza, Kia mau bareng." Triak putri sulung dari Ning Afiqah, sembari tubuh kecilnya berlari dan dengan cepat menubruk tubuh Hafiza.
"Hati-hati Ning Kia." Jawab Hafiza.
"Mbak Fiza, Mbak Fiza besok ke Kampus apa enggak.?" Tanya Kia yang sudah berjalan pelan menggandeng tangan Hafiza.
"Insya' Allah, iya Ning Kia." Jawabnya dengan menyunggingkan senyum manis ke arah gadis kecil itu.
"Kia mau Ice cream yang sama seperti kemarin ya." Ucapnya.
"Insya'Allah, kalau ada Mbak Fiza akan belikan." Jawab Hafiza sambil mendorong pintu dapur bagian luar. Saat pintu sudah terbuka dengan serta merta Hafiza langsung menundukan kepalanya dan di ikuti dengan degub jantung yang membahana, ketika dirinya menangkap dua sosok tubuh tegap yang selalu menjadi Idola bagi Mbak Mbak Santri itu. Tetutama dengan senyum tipis yang di ulas oleh Gus Ali, membuat jantung Hafiza benar benar tidak ingin diam seperti semula.
Sama seperti Hafiza salah satu dari pemuda tampan itu juga merasakan hal yang serupa, setiap kali melihat wajah merona milik Hafiza. Muhammad Naufal Fikri Karim, mas Naufal biasanya dia di panggil oleh para Santri, sementara di keluarga Ndalem dia biasa di panggil Fikri. Dia merupakan anak ke dua dari Kakak Laki-Laki Bunda Ikah, dan bisa di bilang juga bahwa Mas Naufal merupakan sepupu dari Gus Ali.
"Poh Fikri." Teriak Ning Kia dan segera menghambur di pelukan Mas Naufal yang tengah tertekun melihat wanita pujaannya yang berdiri tidak jauh darinya.
"Ndhok Kia, darimana kok dari luar." Tanya suara lembut Gus Ali.
"Habis ikut deresan Mbak Santri Uncle." Jawabnya masih senantiasa bermanja di pelukan Mas Naufal. "Poh Fikri, kapan kesini tadi Kia enggak lihat." Lanjutnya.
"Baru saja sampai, ini masih mau bikin minum. Kia mau bikinin buat Apoh.?" Tanya Mas Naufal dengan sembari berusaha setenang mungkin.
"Mbak Fiza, apa kabar.?" Tanya Gus Ali tiba-tiba kepada Hafiza yang tengah berdiri mematung di samping pintu dengan kepala yang tertunduk dalam.
"Alhamdulillah, baik Gus." Jawab Hafiza dengan sedikit terbata.
"Alhamdulillah. Bunda ada di dalam, silahkan masuk saja Mbak." Lanjut Gus Ali dan dengan bergumam pelan mohon diri, Hafizapun berjalan masuk ke dalam dengan di iringi pandangan yang penuh arti dari Mas Naufal hingga tubuh kurus Hafiza hilang di balik pintu.
Kedua pemuda itu jika sudah bersama maka akan senang sekali menghabiskan waktu mereka di dapur dan dulu yang akan menjadi korban adalah Hafiza, yang akan senantiasa membersihkan kekacauan mereka. Sesungguhnya usia Mas Naufal dua tahun lebih tua dari Gus Ali, namun wajah imut dari Mas Naufal membuat dirinya nampak terlihat seperti lebih muda dari Gus Ali, di tambah pekerjaan Mas Naufal yang seorang guru membuatnya tambah awet muda.
Ning Afiqah, sering menyebut kedekatan mereka seperti dirinya, Zilla, Dahlia dan Hafidz, meski mereka tidak tumbuh secara bersama-sama seperti mereka dan usia mereka terpaut cukup jauh juga. Hafiza kini berusia 20 tahun, sementara Gus Ali berusia 25 tahun, dan Mas Naufal berusia 27 tahun.
Pandangan Mas Naufal yang masih tertambat oleh Hafiza, nyatanya di sadari juga oleh Gus Ali, hingga membuat Gus Ali berdehem pelan agar Mas Naufal kembali fokus pada Kopi yang hendak mereka seduh.
Hembusan nafas berat dari Mas Naufal sungguh sulit sekali untuk di tafsirkan, seiring menghilangnya tubuh kurus milik Mbak Hafiza. Sementara Gus Ali yang menyadari tatapan itu, cukup tau makna dari tatapan yang mengandung arti dalam juga sudah cukup lama di pendam dalam oleh Mas Naufal.
Empat tahun tidak berjumpa dengan saudara sepupunya itu, Gus Ali masih bisa melihat tatapan yang sama dari Mas Naufal untuk Mbak Hafiza, dan itu masih sama persis ketika Mas Ali diam diam memergoki Mas Naufal yang sering curi curi pandang ke Mbak Hafiza beberapa tahun silam. Bahkan, kalau boleh di katakan itu jauh lebih dalam lagi.
Ada banyak soal, yang sebenarnya tidak perlu untuk di jawab pula. Mengingat dari mana Mas Naufal ataupun Gus Ali berasal, juga Mbak Hafiza, dan nyatanya itu akan tetap indah saat beralun lewat do'a saja, agar rasa itu benar benar sampai pada tuannya dengan cara yang indah tanpa harus ada ungkapan sebuah kata. Karena cara kerja Allah itu, sungguh tidak bisa di duga dan di nyana.
Di lain pihak, dada yang berdetak lebih untuk seorang Gusse dari seorang abdi Ndalem seperti Mbak Hafiza, juga akan lebih baik tidak perlu ada yang mengetahuinya. Dan sebisa mungkin Mbak Hafiza selalu mengatakan pada dirinya sendiri bahwa itu hanya rasa kagum semata, lantas berusaha sekuat yang ia bisa untuk tidak memupuk, meski nyatanya hatinya tetap menghianati perintah otaknya, dengan masih selalu kurang ajar berdetak lebih kencang saat mendengar nama Gus Ali di sebut.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Hafiza sampai juga di ruang tengah, dan disana dia tengah melihat Bunda Ikah yang sedang memijit kaki dari Abi Farid, dan sekilas kemesraan mereka berdua di masa tua itu membuat pikiran Hafiza berkelana jauh entah kemana. Dan membuat dirinya terpaku di tempatnya hingga suara bariton dari Mas Naufallah yang menyadarkan dirinya.
"Mbak Fiza." Ucap Mas Naufal singkat saja dengan membawa cangkir kopi, dan dengan segera Mbak Hafiza segera memutar tubuhnya dan menundukan kepalanya saat tanpa sengaja matanya bersitatap dengan netra teduh milik Gus Ali yang tengah berdiri di belakang Mas Naufal, hingga kembali membuat dada Mbak Hafiza berpacu lebih kencang lagi.
"Nda, Mbak Fiza sudah disini." Ucap Gus Ali kepada Bunda Ikah, saat melihat Mbak Hafiza yang tengah gelageban.
"Ow enggeh. Mbak Fiza mendekatlah kemari." Ucap Bunda Ikah. "Sudah selesai Bi, tukang urutnya capek." Lanjut Bunda Ikah dengan memukul pelan bahu Abi Farid.
"Tukang urutnya belum di lantik sama yang profesional, Paman." Jawab Mas Naufal.
"Iya bener katamu Fik. Besok kalau Kak Dahlia pas berkunjung ke Banyuwangi suruh ngajarin Bundamu, Fik." Ujar Abi Farid sambil berdiri. "Kopi buat Abi juga sudah ada Al." Lanjut Abi Farid menanyai Gus Ali.
"Sudah siap Bi." Jawab Gus Ali dengan menagcungkan dua cangkir kopi yang di bawanya.
"Abi, tidak boleh minum kopi dulu. Nanti asam lambungnya naik lagi, Bunda yang musti bergadang." Timpal Bunda Ikah.
"Sedikit, itu juga untuk teman ngaji bareng mereka. Ayo anak anak." Jawab Abi Farid lantas mengajak kedua pemuda tampan itu masuk ke ruang perpustakaan.
Gus Ali dan Mas Naufal berjalan menjauh mengikuti langkah Abi Farid, dan melewati tubuh kecil Mbak Hafiza yang tengah tertunduk. Dan entah itu kebetulan atau memang kesengajaan yang di buat oleh Mas Naufal. Lengannya bersenggolan dengan lengan Mbak Hafiza hingga membuat mata keduanya bertemu dan tatapan teduh milik Mas Naufal sama sekali tidak bisa membuat hati Mbak Hafiza berpaling dari tatapan mata yang labih teduh milik Gus Ali.
Rasa itu memang sangat aneh, dan kadang cendrung kurang ajar sekali. Juga seperti itu pula yang di rasakan oleh Mbak Hafiza. Sudah sangat mati matian dia berusaha untuk tidak menumbuhkan tunas yang berada di hatinya, namun tanpa kemauannya dan keinginannya terlebih undangan darinya, rasa itu semakin bermekaran dan berbunga kemana mana, hingga itu menjadi sesak tersendiri baginya di setiap kali sujud malamnya.
Miris memang yang di alami oleh Mbak Hafiza, karena telah jatuh cinta pada Gusse sendiri. Dan ketika Mbak Hafiza mengingat dari keluarga seperti apa dia berasal, maka dengan serta merta semua keindahan akan cerita cinta pertama akan lenyap begitu saja.
"Cinta pertama itu, seumpama engkau berjalan di atas tanah berlumpur. Karena engkau akan sulit hanya sekedar menghapus jejaknya. Meski, tidak alasan bagimu untuk tetap mengingatnya." Kata mutiara sebuah buku yang pernah Mbak Hafiza baca, dan itu persis yang di rasakan oleh Mbak Hafiza saat ini. Cinta pertamanya yang mungkin tidak akan pernah sampai pada tujuannya.
Setiap cerita cinta itu akan indah. Seperti, diam diam mencintai seseorang yang memang pantas untuk di kagumi, itu merupakan cerita yang indah. Diam diam ada yang mencintai kita lewat do'a yang mengalun syahdu di sepertiga malam, itu juga akan menjadi cerita yang indah. Namun, ada yang lebih indah lagi, ketika Diam Diam kita di cintai orang yang kita cintai, dan mengabadikan nama kita di dalam do'anya.
"Mbak Fiza." Sapa Bunda Ikah lembut, dan membuyarkan seluruh lamunan Mbak Fiza.
"Enggeh Bunda." Jawab Mbak Fiza dengan takdzim, padahal sebelumnya Mbak Fiza sama sekali tidak mendengar apa yang di ucapkan oleh Bunda Ikah.
"Jadi apa Mbak Fiza besok bisa." Kata Bunda Ikah.
"Besok ada apa Bunda.?" Tanya Mbak Hafiza dengan mengangkat kepalanya sedikit untuk mencari jawaban dari Bunda Ikah, dan justru senyum manislah yang sedang di ulas oleh Bunda Ikah dan itu membuat Mbak Hafiza menundukan kepalanya dengan rasa malu yang teramat sangat.
"Mbak Fiza lagi melamunkan apa.?" Tanya Bunda Ikah, yang menyadari bahwa Mbak Hafiza sedang tidak fokus.
"Anu, itu, Mboten enten Bunda." Jawab Mbak Hafiza dengan tergagap.
"Kelihatannya Mbak Fiza capek kayaknya." Tutur Bunda Ikah lalu berdiri mengambil sebuah amplop kecil dari lemari kaca di sudut ruangan itu. "Ini untuk membayar Kuliah semester ini." Lanjut Bunda Ikah begitu memberikan amplop itu kepada Mbak Hafiza.
"Tap Nda, Fiza sudah tidak perlu membayar untuk Kuliah semester ini." Jawab Mbak Hafiza dengan berusaha untuk mengembalikan amplop dari tanagannya.
"Ya sudah di simpan saja, buat jaga-jaga jika nanti butuh membayar apa-apa." Kata Bunda Ikah lantas kembali duduk di tempanya.
"Nda, Fiza sudah punya sedikit penghasilan lewat jualan Online." Kata Mbak Hafiza dengan nada takut takut.
"Ya berari itu buat tambahan modal saja." Kata Bunda Ikah santai saja. " Mbak Fiza, selain dari ingin menyampaikan amanat dari Abi, berupa Amplop itu. Bunda juga ingin meminta kesediaan sampean." Tutur Bunda Ikah lembut dengan senyum tipis yang senantiasa menghiasai bibirnya.
"Enggeh Bunda. Apa saja asal Fiza bisa akan Fiza lakukan." Jawab Mbak Fiza dengan cepat.
"Sampean pasti bisa, wong ini mudah untuk sampean." Jawab Bunda Ikah dengan senyum yang semakin melebar. "Besok, Mbak Fika dan Gus Nayif akan pergi ke Sidoarjo, mungkin akan sedikit lama, karena Ayah mertua Mbak Fika sedang sakit keras. Jadi, saya minta Mbak Fiza untuk mengantikan posisi Mbak Fika di kelas Wustho dulu." Tutur Bunda Ikah setelah menjeda sebentar ucapannya yang lebih dulu..
"Tap, tap, tapi Nda. Fiza rasa belum mampu untuk itu dan."
"Bagaimana sampean bisa bilang belum mampu, wong belum di coba. Besok di coba dulu, dan tak lihat e, mampu apa enggak e." Kata Bunda Ikah lantas berdiri karena tengah di panggil oleh Mas Naufal.
Degan santai Bunda Ikah meninggalkan Mbak Fiza yang tengah di landa gundah gulana, di tambah dengan dada yang berdetag cukup kencang hanya karena matanya menangkap punggung tegap milik Gus Ali yang tengah duduk membelakangi pintu yang di buka sedikit lebar oleh Mas Naufal, dan ekor mata Mas Naufal masih selalu tertambat oleh wajah yang tengah tertunduk milik Mbak Hafiza.
Bersambung...
####
Pengumumamn enggeh,
Ini Novel sekuel enggeh, jadi agar tidak bingung mohon di baca dulu Penantian Panjang Afiqah, dan Perjuangan Zazilla. Agar tahu asal muasal mereka..
Mamasih..
Love Love Love..
💖💖💖💖💖💖
By: Ariz kopi
@maydina862
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
Terkesan tidak tau diri,, rasa itu ada kan bukan kemau yg punya hati,tapi Kehendak sang pemilik hati
2021-04-26
1
Bayangan Ilusi
Sebuah perasaan yang rumit, Mak.
Tapi aku suukaaak😍
PENGAGUM RAHASIA SENJA
2021-04-25
1
Author.N.
Setahun sekali baru pulang itu juga cuma beberapa hari 😭😭 betapa rindunya 😭
2021-03-22
1