Aku menarik nafas dalam kemudian berjalan kearah meja makan dan duduk di kursi sebelah kanan Leo, sementara Aeri duduk disebelah kiri, aku berhadapan dengan Aeri, wanita itu tersenyum kearahku kemudian mulai mengambilkan makanan untukku, tapi saat menyendok makanan tiba-tiba tangan Leo mencekal pergelangan tangan Aeri
"Cukup sayang kau bukan pelayan disini, biarkan dia mengambil makanannya sendiri" ucapnya sinis, aku tau kata itu ditujukan untuk ku.
Tak lama kemudian pria itu menatap tajam kearahku, hingga tatapan kami beradu. Tapi sejurus kemudian aku segera memutuskan pandangan ku, karena tatapan yang tajam itu seolah menusuk menembus jantungku.
"Tidak apa-apa sayang ini hanya makanan aku tidak apa-apa" rayunya pada Leo dengan senyumnya bak dewi khayangan. Percayalah ingin rasanya aku mencakar wajah itu, wajah yang membuatku seolah akulah pemeran antagonis disini.
"Tidak perlu repot Aeri, aku bisa mengambilnya sendiri" jawabku datar, aku mencoba melirik kearah Leo yang ternyata semakin mendelik tajam kearahku. Ya Tuhan apa salahku.
Leo sangat sensitif jika itu menyangkut Aeri, sebenarnya aku tidak ingin berkata dingin padanya, tapi kebaikannya padaku seolah membuatku merasa seolah akulah yang jahat disini. Seolah akulah yang menyuruhnya untuk mengerjakan ini itu, sedangkan aku tidak pernah memintanya, tapi entah kenapa ia suka sekali merecokiku seolah ingin akrab denganku, entah apa tujuannya.
Tapi entah kenapa aku justru terasa risih saat sedang bersamanya, seperti ada sesuatu yang janggal pada dirinya tapi entah itu apa?, aku pun tak mengetahuinya.
Sarapan pagi saat ini terasa hening, sedikit-sedikit aku melirik ke arah Aeri yang sibuk mencapitkan beberapa lauk ke dalam nasi yang ada dimangkuk Leo, sementara Leo tersenyum seraya memasukkan makanan kedalam mulutnya. Akupun memutar bola mataku malas, lebih tepatnya cemburu, tentu saja kenapa ia hanya bersikap demikian
hanya pada Aeri. Sedangkan aku.
Dan lagi-lagi aku melihat senyum itu, senyum yang tak pernah ia tunjukkan padaku, kini aku melihatnya dengan mata kepala ku sendiri, rasanya hangat melihat senyuman itu, wajah tampannya semakin memancar bak dewa khayangan, ya mereka memang serasi dewa dan dewi khayangan versi ku.
Tapi sayang senyum itu bukan ditujukan untukku, sedangkan wajahnya berubah seperti seorang pembunuh bayaran saat melihat ku, entah apa yang salah dengan diriku. Apakah aku tak pantas hanya untuk mendapat sebuah senyuman saja. Apa aku harus mengemis untuk mendapatkannya. Kurasakan dadaku kembali sesak seolah ribuan batu menindihku.
Setelah menyelesaikan sarapanku dan menenggak segelas air, aku bangkit dari tempat dudukku dan pergi meninggalkan mereka berdua, hari ini Leo tidak ingin pergi kekantor karena ingin menghabiskan lovely day bersama wanita tercinta nya. Dan aku
tak ingin berlama-lama mengganggu acara mereka.
Belum sempat aku melangkahkan kaki ini, tiba-tiba suara seseorang menghentikan langkah ku
"Berhenti!!" itu suara Leo, ada apa? kenapa ia memanggilku, bukankah disisinya sudah Aeri. Dengan dada yang mulai bergemuruh akupun membalikkan tubuhku dan meminta jawaban atas panggilannya yang kuyakin ditujukan padaku.
"Aku sudah bilang bahwa istriku bukan pelayan, jadi kemasi piring bekas makananmu sendiri" ucapnya tajam, setajam belati yang ia hujamkan tepat dijantung ku.
Istri? ya dia adalah istrimu, lalu aku apa selama ini kau anggap apa aku? batinku menjerit.
Saat aku memasak untuk mereka diawal pernikahan mereka, aku bahkan belum pernah mendapat perhatian seperti ini, aku memasak dan membersihkan semua sisa piring mereka bahkan aku juga membantu nya menyiapkan kamar untuk mereka.
Tapi apa yang kudapatkan, hanya sekedar ucapan terimakasih kasih saja terasa mahal jika diucapkan dari mulut pria itu. Andai aku tak menghormati kedua Orang Tuannya, aku pasti lebih memilih pergi jika perlu keujung dunia sekalipun.
Tapi sekarang hanya masalah satu piring saja ia seolah ingin membunuhku, ini tidak adil bukan. Ingin rasanya aku menggali tanah dan mengubur diriku sendiri agar aku tak lagi merasakan sakit karena ketidakadilan.
Tidak ingin membuag Leo kembali murka, aku pun mencoba menuruti semua ucapannya yaitu mengambil piring bekas makananku kemudian mencuci nya.
"Tidak usah kak biar aku saja yang melakukan nya, ini sudah siang kau berangkatlah bekerja" sela Aeri lembut, yang disambut tatapan tajam oleh Leo.
Kulihat Aeri dengan lembut meraih tangan Leo lalu menggenggamnya dengan erat, tatapan matanya seolah mengisyaratkan pada Leo untuk meredam emosi nya, setelah itu
ia mengelus punggung tangan Leo. Seketika itu wajah Leo kembali melunak.
Wah Daebak...
Ckk, dalam hatiku aku berdecih melihatnya, dengan kejadian hari ini aku semakin mengerti bahwa aku tak berarti apa-apa bagi Leo. Tanpa terasa cairan hangat terjun dari pelupuk mataku.
Tanpa menunggu lama pun aku segera mengusapnya, kemudian bergegas melenggang kan kakiku menjauhi mereka tanpa sepatah katapun. Karena hatiku hanyalah seonggok daging yang tak bertulang, terlalu lama merasa sakit maka air matakulah yang menjadi wakil sebagai
pelampiasan dari sakitnya.
🍁🍁🍁
Aku sedang berdiri di halte terdekat dari rumahku, untuk menunggu sebuah bus untuk membawaku ketoko bunga milikku. Toko bunga milikku sudah tak sekecil dulu lagi aku sudah memindahkan nya ke tempat yang lebih besar, tentu saja yang kupakai adalah uang pribadiku, sedangkan uang dari Leo yang ia kirimkan setiap bulannya aku belum
pernah menggunakan nya sama sekali.
Bukan aku merasa sombong, semua aku lakukan karena sudah cukup selama ini Leo menudingku sebagai wanita matre yang gila harta dan kekayaan, uang, mobil atau kemewahan lainnya yang bahkan aku tak pernah aku menginginkannya sedikitpun.
Bohong jika semua wanita tak menginginkannya, begitupun denganku, tapi aku bukanlah tipe seorang wanita yang ingin memanfaatkan seseorang untuk mendapatkan kekayaan secara instan.
Yang ku inginkan adalah aku membangun karir ku dari bawah, bagaikan menapaki sebuah tangga, maka kita harus memulainya dari bawah, agar kita terjatuh nanti, tidak akan terlalu sakit. Tapi jika aku mendapatkan seorang pria yang kaya itu adalah bonus untukku. Tapi bukan berarti aku memanfaatkan nya.
Aku Juga ingin menunjukkan padanya jika aku adalah wanita yang mandiri, bahkan sebelum aku bertemu dengannya aku sudah bekerja keras dan memiliki penghasilanku sendiri.
Entahtah apa yang membuatku tiba-tiba menerima perjodohan ini, apa aku sungguh dibutakan oleh wajah tampannya, pikiranku kembali melayang pada awal pertemuanku dengan Leo kala itu. Tapi nyatanya cinta memang buta. Karena aku pun juga tak bisa jika melihatnya bersama wanita lain.
Lima belas menit berlalu sudah, tapi bus yang kutunggu tak kunjung datang. Tiba-tiba aku melihat sebuah mobil berhenti tepat didepan ku, dan terkejut saat aku melihat seseorang dari dalam menurunkan kaca mobilnya.🥀
💙💙💙💙❤️❤️❤️❤️💛💛💛💛💜💜💜💜
VERSI REVISI... MOHON KRISAN...
LIKE, KOMEN,VOTE....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Ananda Trizna
bagus ceritanya
2021-11-11
0
Uni 22
suka sih cerita nya cuman terlalu banyak apa ya kayak pemikiran sih perempuan gtu dibanding jalan ceritanua
2021-08-22
0
Dinda Natalisa
Hai author aku mampir nih kasih like jangan lupa mampir di novel ku "menyimpan perasaan" mari saling mendukung.
2021-03-10
0