Bab 3 – Suara dari Sumur Buta

Pagi menjelang dengan langit pucat. Embun menempel di daun jambu dan pagar bambu yang sudah mulai lapuk. Setelah malam penuh teror itu, Reno dan Ajo tidak benar-benar tidur. Mereka duduk berdua di ruang tengah hingga fajar menyingsing, hanya ditemani kopi yang sudah dingin dan senter yang baterainya hampir habis.

Ajo memeluk bantal sambil menggumam, “Ren, serius ya… kalau ini film, kita udah masuk setengah jam pertama yang serem banget.”

Reno hanya mengangguk. Ia masih kepikiran dengan suara dari dinding. Apalagi bayangan di langit-langit yang seperti melayang tanpa tubuh. Apakah itu benar Palasik? Atau sesuatu yang lain?

“Jo, kau yakin masih mau nginep di sini malam nanti?”

Ajo melirik ke arah Reno. “Kalau bisa sih nggak. Tapi ya… masa’ ninggalin kau sendirian? Lagian aku penasaran. Ini kayak petualangan mistis level dewa.”

Mereka keluar dari rumah, menyusuri jalan setapak menuju sumur tua yang terletak di belakang rumah, tersembunyi oleh semak dan pohon pisang. Reno ingat, dulu waktu kecil ibunya selalu bilang untuk tidak bermain dekat sumur itu. Dulu, ia mengira alasannya karena takut jatuh. Tapi sekarang, ia bertanya-tanya apakah ada alasan lain.

Sumur itu disebut warga sebagai Sumur Buta. Bukan karena tak punya dasar, tapi karena ia selalu gelap, bahkan saat siang bolong. Orang bilang, sumur itu pernah menjadi tempat bersemedi seseorang yang mendalami ilmu hitam.

Reno berdiri di tepi sumur, memegang senter yang kini sudah diganti baterainya.

“Jo, kau lihat nggak? Dalam banget ya.”

Ajo menyipitkan mata, lalu mengambil batu kecil dan melemparkannya ke dalam.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga.

Tak ada suara jatuh.

“…kok nggak ada bunyi?” gumam Ajo.

“Makanya disebut sumur buta, Jo.”

Reno menyorotkan senter ke dalam. Cahaya hanya menyorot beberapa meter ke bawah, lalu menghilang ditelan gelap.

Tiba-tiba, dari dalam sumur terdengar… suara lirih.

“…anak… pulang….”

Reno dan Ajo saling berpandangan.

“Ren, kau denger nggak barusan?!”

“Aku kira cuma aku yang dengar.”

Mereka mundur beberapa langkah. Hawa dingin tiba-tiba menyeruak dari dalam sumur, seperti nafas panjang yang dingin dan lembap. Ajo bergidik.

“Wah, ini sumur bukan tempat wudhu, ini tempat portal setan. Mending kita panggil orang pintar deh, Ren.”

Reno mengangguk setuju. Tapi siapa? Di dusun ini, dukun yang dikenal ahli sudah lama meninggal. Namun Ajo punya ide.

“Masih ingat Pak Yahya? Yang dulunya guru ngaji kita waktu kecil?”

Reno teringat. Pak Yahya adalah sosok tua yang tenang, tinggal di pinggir dusun dekat area sawah. Ia dikenal suka menyepi, bahkan kadang dianggap aneh karena sering berbicara sendiri.

“Tapi dia bukan dukun, Jo.”

“Justru itu. Dia tahu banyak, tapi nggak pernah makai. Dia bisa bantu kita dari sisi agama. Bukannya kita butuh itu juga?”

Mereka pun memutuskan untuk mengunjungi Pak Yahya.

Rumah Pak Yahya seperti rumah dari masa lalu. Dinding papan, jendela kecil dengan kawat nyamuk yang bolong, dan suara angin berdesir di sela-sela atap.

Pak Yahya sedang menyapu halaman saat mereka tiba.

“Assalamualaikum, Pak!” seru Ajo.

Pak Yahya menoleh. Wajahnya keriput, tapi matanya masih tajam.

“Waalaikumsalam. Lah, Reno? Pulang kampung rupanya.”

“Iya, Pak. Ada hal yang ingin kami tanyakan. Boleh bicara sebentar?”

Pak Yahya mengangguk dan mempersilakan mereka masuk.

Setelah duduk dan disuguhi air teh manis, Reno pun menceritakan semuanya. Dari kepala melayang, suara di dinding, hingga suara dari sumur buta.

Pak Yahya tak langsung bicara. Ia mengelus jenggotnya, termenung cukup lama.

“Apa kalian tahu, Reno, Ajo… bahwa rumahmu dulu bukan cuma rumah biasa?”

Reno dan Ajo saling pandang.

“Dulu… ayahmu pernah mengobati orang. Tapi ia juga pernah ikut dalam kelompok orang-orang yang mempelajari ilmu pelindung dusun. Salah satunya… adalah dengan ‘menyimpan’ sesuatu.”

“’Menyimpan’?” tanya Reno.

“Iya. Dalam dunia ini, ada entitas yang bisa dijadikan ‘penjaga’. Tapi mereka harus diberi tempat. Dan terkadang… tempat itu adalah rumah. Atau sumur.”

Reno merasa lemas.

“Jadi maksud Bapak, rumah kami menyimpan… Palasik?”

“Belum tentu. Tapi bisa jadi sesuatu yang berhubungan. Dan suara yang kalian dengar dari sumur… bisa jadi arwah yang terperangkap. Atau… bagian dari entitas itu sendiri.”

Ajo merinding. “Pak… jadi apa yang harus kami lakukan?”

Pak Yahya bangkit, lalu masuk ke bilik kecil di dalam rumahnya. Ia kembali membawa sebuah kitab tua dan seikat daun-daunan kering.

“Malam ini… kita akan mencoba menyapa makhluk itu. Tapi kalian harus siap. Jangan takut… karena kalau kau goyah, dia bisa masuk.”

Reno menelan ludah.

Ajo menyenggol lengan Reno dan berbisik, “Bro, serius… kita mainnya udah bukan di level dusun lagi. Ini udah kayak film horor yang mau tamat babak pertama.”

Reno menjawab lirih, “Sayangnya, film kita masih panjang, Jo.”

Dan mereka pun bersiap menghadapi malam yang akan datang. Malam yang tak akan pernah mereka lupakan.

Langit malam itu kelabu. Awan hitam menggantung berat seperti pertanda bahwa sesuatu akan datang. Angin malam berembus pelan namun dinginnya menusuk hingga ke tulang. Desa kembali sunyi, hanya sesekali terdengar suara burung hantu dari arah pepohonan bambu.

Di ruang tengah rumah Reno, tiga sosok duduk bersila di atas tikar pandan. Pak Yahya membuka kitab tua yang dibawanya siang tadi. Di hadapannya telah disiapkan mangkuk tanah liat berisi air, seikat daun kelor, sebatang kemenyan, dan sepotong kain kafan yang tampak usang.

Ajo sudah mulai gelisah dari tadi. Ia terus-menerus menyeka keringat meski udara sangat dingin.

“Ren... kau yakin ini aman? Jangan sampai besok aku muncul di berita dusun sebagai ‘Pemuda Hilang Tertelan Sumur Gaib’. Aku belum sempat nikah!”

Reno menatap Ajo dengan senyum lelah. “Jo, kalau kau takut, kau boleh keluar. Tapi aku harus lanjut. Aku nggak mau rumah ini terus dihantui.”

Ajo menggeleng cepat. “Nggak bisa. Kalau kau mati, aku juga ikut. Biar kisah kita jadi legenda.”

Pak Yahya mengangkat tangan, memberi isyarat agar mereka diam.

“Mulai saat ini, jangan bicara sembarangan. Jangan berpikir kotor. Jangan takut. Aku hanya bisa bantu membuka jalur komunikasi. Tapi kalian harus siap menahan apapun yang muncul.”

Reno dan Ajo meneguk ludah bersamaan.

Pak Yahya mulai membakar kemenyan. Aroma tajam menusuk hidung. Asap putih menari perlahan di udara, seperti membentuk bentuk-bentuk aneh. Pak Yahya mulai melafalkan doa dalam bahasa Arab yang terdengar berat dan dalam.

Setelah beberapa menit, suasana di dalam ruangan berubah drastis.

Udara menjadi lebih padat. Lampu petromak yang mereka nyalakan mulai berkedip pelan. Suara jangkrik dari luar tiba-tiba lenyap.

Pak Yahya menutup kitabnya.

“Dia... sudah datang.”

Tiba-tiba, suara seperti desiran angin muncul dari belakang mereka. Reno menoleh cepat, dan dari arah dapur, bayangan hitam melintas sekilas. Ajo mencengkeram tangan Reno.

“Sumpah... tadi aku lihat kepala. Kepala doang. Melayang!”

Pak Yahya menatap ke arah pintu dapur.

“Siapa kau?” tanyanya tenang.

Tidak ada jawaban. Tapi dari atap terdengar suara...

Dug... dug... dug...

Seperti sesuatu yang merayap berat.

Pak Yahya mengangkat mangkuk air dan menaburkan daun kelor ke dalamnya. Air bergolak seketika, meski tidak disentuh apapun.

“Jika kau datang membawa niat jahat, aku perintahkan pergi dengan nama-Nya. Jika kau membawa pesan... katakan.”

Asap kemenyan menggumpal membentuk sesuatu. Bayangan samar kepala melayang... dengan rambut panjang acak-acakan dan mata merah menyala.

Ajo hampir pingsan.

“Bro... bro... itu bukan filter TikTok, kan?”

Reno menatap entitas itu dengan tubuh gemetar.

“Siapa kamu... kenapa kau di rumah ini?”

Suara berat dan serak terdengar dari entitas itu, seolah keluar dari kedalaman tanah:

“Darah yang lama... belum lunas. Pengkhianatan... belum terbayar. Anak itu... harus tahu.”

Pak Yahya menyipitkan mata.

“Anak siapa yang kau maksud?”

Bayangan kepala itu mengarah tepat ke Reno.

“Anak dari penjaga... pewaris janji.”

Tiba-tiba tubuh Reno kejang. Ia jatuh ke belakang, matanya terbuka lebar namun kosong. Ajo berteriak panik, “RENO! RENOOOO!”

Pak Yahya segera mengambil air dari mangkuk dan memercikannya ke wajah Reno sambil membaca ayat.

Tubuh Reno menggeliat hebat, lalu... diam.

Beberapa menit kemudian, Reno membuka mata. Tapi bukan Reno yang biasanya. Wajahnya dingin, suaranya berubah rendah dan berat.

“Aku... yang dulu ditanam di sumur. Aku... yang dibuang saat janji dilanggar. Aku menunggu... darah yang sama... kembali.”

Ajo mundur ke dinding. “Pak... ini kerasukan beneran ya?! Jangan-jangan ini Palasik?”

Pak Yahya tetap tenang.

“Kalau benar dia yang ditanam, maka kita harus gali cerita masa lalu keluarga Reno. Ini bukan lagi tentang rumah angker. Ini tentang perjanjian tua.”

Reno tiba-tiba menjerit keras, lalu terhuyung dan roboh. Saat ia siuman, ia hanya ingat suara dalam kepalanya:

“Sumur... dan kamar ayah... adalah kunci.”

Pak Yahya menutup kitabnya dan berkata pelan, “Kita baru mulai, Reno. Tapi malam ini kita sudah tahu... bahwa ada rahasia besar yang tersembunyi di rumahmu.”

Ajo memandang Reno, lalu menghela napas panjang.

“Bro, gue nyesel nggak ambil jurusan IT aja. Kayaknya lebih aman ngoding daripada ngelawan setan.”

Terpopuler

Comments

Yuli a

Yuli a

mereka ini bercandaan mulu ih...

biar nggak tegang kali ya... kan bahaya...😂😂

2025-06-21

1

Siti Yatmi

Siti Yatmi

wk2 ajo ada2 aja...org lg tegang juga

2025-06-20

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 – Suara dari Dinding Bambu
2 Bab 2 – Si Gokil Datang, Tapi Jangan Malam-Malam
3 Bab 3 – Suara dari Sumur Buta
4 Bab 4 Kamar yang Selalu Terkunci
5 Bab 5 Jejak ke Ujung Desa
6 Bab 6 Tanda dari Langit
7 Bab 7Bayi di Bawah Akar Beringin
8 Bab 8 Bau Menyan dari Bukit Merundung
9 Bab 9 Tuan Guling, Penjaga Tanah Terlupakan
10 Bab 10 Lumbung yang Berdarah Dingin
11 Bab 11 Langkah Pertama ke Tanah Mati
12 Bab 12 Kedatangan Si Dukun Nyentrik
13 Bab 13 Kabut yang Menyembunyikan Mata
14 Bab 14 Tanda di Balik Bambu Kuning
15 Bab 15 Kuburan di Lereng Tandikek
16 Bab 16 Malam di Koto Baru
17 Bab 17 Kabut di Ladang Siriah
18 Bab 18 Cahaya di ujung awan
19 Bab 19 Bayangan dari Masa Lalu
20 Bab 20 Lembah Waktu yang Terlupakan
21 Bab 21 Dusun Tersesat di Masa Silam
22 Bab 22 Surau Tua di Balik Bukit
23 Bab 23 Kenangan yang Dikorbankan
24 Bab 24 – Riak di Sungai Mayat, Tali Pocong yang Terputus
25 Bab 25 – Kendi Berdarah di Balik Lumbung
26 Bab 26 – Cerita di Balik Tunggul Mati
27 Bab 27 – Basiak Hitam di Ujung Batang
28 Bab 28 – Jeritan di Sawah Tabing
29 Bab 29 – Tangisan dari Lubang Tua, Riak di Danau Lamo
30 Bab 30 – Jirat di Ladang Sunyi
31 Bab 31 – Bayang di Ladang Singkong
32 Bab 32 – Aral di Simpang Tiga
33 Bab 33 – Bayang-bayang di Rimba Sialang
34 Bab 34 – Jejak di Bawah Jembatan Tua
35 Bab 35 – Suara dari Sumur Tua
36 Bab 36 – Pasir Hitam Pasisia
37 Bab 37 – Langkah Pulang
38 Bab 38 – Malam Terpanjang
39 Bab 39 – Tanda dari Langit
40 Bab 40 – Nyala Api dari Timur
41 Bab 41 – Pasar yang Hilang
Episodes

Updated 41 Episodes

1
Bab 1 – Suara dari Dinding Bambu
2
Bab 2 – Si Gokil Datang, Tapi Jangan Malam-Malam
3
Bab 3 – Suara dari Sumur Buta
4
Bab 4 Kamar yang Selalu Terkunci
5
Bab 5 Jejak ke Ujung Desa
6
Bab 6 Tanda dari Langit
7
Bab 7Bayi di Bawah Akar Beringin
8
Bab 8 Bau Menyan dari Bukit Merundung
9
Bab 9 Tuan Guling, Penjaga Tanah Terlupakan
10
Bab 10 Lumbung yang Berdarah Dingin
11
Bab 11 Langkah Pertama ke Tanah Mati
12
Bab 12 Kedatangan Si Dukun Nyentrik
13
Bab 13 Kabut yang Menyembunyikan Mata
14
Bab 14 Tanda di Balik Bambu Kuning
15
Bab 15 Kuburan di Lereng Tandikek
16
Bab 16 Malam di Koto Baru
17
Bab 17 Kabut di Ladang Siriah
18
Bab 18 Cahaya di ujung awan
19
Bab 19 Bayangan dari Masa Lalu
20
Bab 20 Lembah Waktu yang Terlupakan
21
Bab 21 Dusun Tersesat di Masa Silam
22
Bab 22 Surau Tua di Balik Bukit
23
Bab 23 Kenangan yang Dikorbankan
24
Bab 24 – Riak di Sungai Mayat, Tali Pocong yang Terputus
25
Bab 25 – Kendi Berdarah di Balik Lumbung
26
Bab 26 – Cerita di Balik Tunggul Mati
27
Bab 27 – Basiak Hitam di Ujung Batang
28
Bab 28 – Jeritan di Sawah Tabing
29
Bab 29 – Tangisan dari Lubang Tua, Riak di Danau Lamo
30
Bab 30 – Jirat di Ladang Sunyi
31
Bab 31 – Bayang di Ladang Singkong
32
Bab 32 – Aral di Simpang Tiga
33
Bab 33 – Bayang-bayang di Rimba Sialang
34
Bab 34 – Jejak di Bawah Jembatan Tua
35
Bab 35 – Suara dari Sumur Tua
36
Bab 36 – Pasir Hitam Pasisia
37
Bab 37 – Langkah Pulang
38
Bab 38 – Malam Terpanjang
39
Bab 39 – Tanda dari Langit
40
Bab 40 – Nyala Api dari Timur
41
Bab 41 – Pasar yang Hilang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!