Sesuai dengan pembicaraan dengan ibu dini hari. Pagi itu sehabis membereskan barang yang akan di bawa. Vara dan ibu pun berangkat menggunakan bis yang akan mengantarkan mereka ke kediaman nenek Vara yang berada di desa. Diperjalanan, Vara tampak diam saja. Sesekali air mata lolos begitu saja mengingat kejadian-kejadian yang harus di laluinya selama hidup di kota. Mungkin ini sudah jalan terbaik meninggalkan kota sejuta kenangan ini, pikirnya.
Vara ingat dengan sahabatnya yang pasti akan mencarinya dari tadi malam. Dengan cepat Vara menghidupkan kembali ponsel yang sudah dimatikan itu, benar saja. Banyak sekali notifikasi pesan masuk dan panggilan telfon tak terjawab dari para sahabatnya. Vara pun hanya membalas pesan di grup chat yang berisikan ia dengan para sahabatnya. Setelah itu ia langsung mematikan ponselnya kembali.
Maaf gais, aku kemarin pulang duluan. Kepala aku sakit banget kemarin dan sampai di rumah langsung tertidur, jadi lupa deh ngabarin kalian. Sekarang aku sudah baikan kok, kalian tenang saja.
Vara menghembuskan nafasnya yang terasa berat. Ia belum sempat berpamitan dengan sahabat-sahabatnya itu. Tapi biarlah, untuk saat ini Vara tidak ingin ada satu orang pun yang tau kemana dia akan pergi meninggalkan kota.
Aku tidak tau hal apa lagi yang akan datang menghampiriku nantinya. Tapi aku harap ini adalah jalan keluar yang benar. Semoga setelah ini hal buruk tidak lagi datang menimpaku, aku sungguh lelah dengan ini semua. Tapi aku tidak boleh putus asa dan mengeluh. Aku harus semangat menjalani kehidupan baru di desa bersama ibu. Setidaknya dengan tidak jadi melanjutkan pendidikan. Aku bisa membantu ibu bekerja dan menghabiskan banyak waktu dengan ibu dan nenek. Jauh dari kenangan pahit yang ku dapatkan di kota.
Ibu yang melihat kemurungan Vara pun hanya bisa mengelus punggung tangan Vara untuk memberi ketenangan pada anaknya.
"Kamu tidur saja dulu Ra. Perjalanan masih jauh, nanti kalau sudah hampir sampai ibu bangunkan." Vara hanya tersenyum tipis dan menganggukkan kepala sebagai jawaban.
***
Detik pun berganti menit, menit berganti jam, haripun terasa cepat berlalu, dan tidak terasa sudah hampir sebulan Vara dan ibu tinggal bersama nenek di desa. Setelah kejadian pelik itu, Vara dan ibu pun membuat usaha warung nasi seperti saat mereka tinggal di kota. Dan kebetulan rumah nenek Vara berada di pinggir jalan di desa itu sehingga memudahkan mereka membuat usaha baru di sana.
Masakan ibu yang sudah tidak diragukan lagi menambah ramainya pengunjung dari waktu ke waktu. Vara pun sejak saat itu sudah mulai melupakan kesedihan yang ia dapatkan di kota dan memulai hidup baru yang ia yakinkan haruslah menyenangkan.
Tinggal di desa membuat ketenangan tersendiri bagi Vara. Dengan melihat hijaunya sawah setiap harinya yang menyejukkan, kerumunan bebek yang suka berlalu lalang di jalanan, seperti mau demo saja pikirnya.
Terkadang terbesit rasa kerinduan yang mendalam dengan sahabat baiknya. Tapi Vara tidak terlalu larut memikirkannya. Karena sejak saat ia mengirim pesan terakhir di grup chat, sampai sekarang Vara sudah tidak ada lagi berkomunikasi dengan sahabatnya. Rasa bersalah itu selalu ada. Apalagi memikirkan sahabat-sahabatnya pasti kini sedang mencari keberadaannya. Vara hanya berharap suatu saat ia bisa berkumpul kembali dengan sahabatnya dengan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Untuk sekarang biarlah ia memendam rasa rindu yang semakin bertambah setiap harinya. Tidak masalah, toh untuk kebaikannya juga. Fikir Vara.
***
Sudah beberapa hari Vara merasakan ada yang aneh di dalam tubuhnya. Setiap pagi ia merasakan gejolak yang ingin di keluarkan di dalam perutnya. Terlebih lagi keinginan yang besar memakan makanan yang sama sekali tidak pernah ia sukai. Vara pun tersentak ketika mengingat terkhir kali ia datang bulan. Ya, seminggu sebelum malam terkutuk itu datang Vara baru saja selesai datang bulan. Keringat dingin bercucuran membasahi pelipisnya. Tubuh Vara bergetar akan kemungkinan-kemungkinan yang akan menjadi pertanda akan hadirnya sebuah nyawa yang sedang berada di dalam tubuhnya saat ini.
Tidak ingin memikirkan terlalu lama, Vara pun beranjak dari tempat tidurnya berniat pergi ke apotik yang berada di dekat pasar untuk membeli alat tes kehamilan. Langsung saja Vara menyambar kunci motor beserta helmnya. Saat keluar kamar, Vara berpapasan dengan ibunya yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Mau kemana nak?" tanya ibu heran. Karena tidak biasanya Vara akan pergi keluar rumah di waktu pagi hari menggunakan motor.
"Ke apotik bu, ada yang mau Vara beli." jawab Vara.
Ibu pun tidak mencurigai ucapan putrinya hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban dan tak lupa menyuruh Vara agak berkendara dengan hati-hati.
***
Kini Vara sedang menunggu hasil dari ketiga tespack yang baru saja di belinya. Dengan keringat yang bercucuran dan tubuh gemetar Vara memandang hasil dari setiap tespack tersebut yang menandakan adanya dua garis di sana. Tubuh Vara pun lemas seketika, ia pun terduduk di lantai kamar mandi dengan air mata membanjiri kedua pipi mulusnya.
Bagaimana ini, apa yang harus aku katakan kepada ibu. Aku tidak mungkin menghilangkan nyawa yang akan tumbuh akibat kesalahanku sendiri. Aku harus bisa melewati rintangan yang mungkin saja akan datang kedepannya. Aku harus menerima anak ini dan akan selalu menyayanginya. Ibu tunggu kehadiranmu di dunia nak. Batin Vara sambil mengelus perutnya yang masih rata.
.
.
.
Jangan lupa kritik, saran dan dukungannya, terimakasih ^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Pisces97
kasian banget vara masih muda sudah menanggung beban yang amat berat 🤧
2023-05-04
2
Yuni
kasihan banget Y sm vara Knp ya nasibnya menyedihkan
2022-11-12
0
Elfin Carolina Arikalang
kenapa juga hrus hmil thor ... tlog yg thor agar Vara boleh kuliah dn hidupnya menjadi baik
2022-06-29
0