Hari yang menegangkan membuat urat-urat menjadi tegang, kaki susah di langkahkan dengan tangan yang bergemeteran bagi beberapa siswa dan siswi pun tiba. Hari yang akan menjadi penentu apakah mereka akan keluar dari sekolah dengan nilai yang bagus atau keluar dengan nilai yang pas-pas saja yang penting lulus.
Beberapa siswa dan siswi beriringan masuk ke dalam kelas yang telah ditentukan menjadi tempat mereka mengadu adrenalin dengan selembar kertas dengan senjata alat tulis tajam yang bisa di runcing yang di letakkan di sela telapak jari. Muka-muka tegang beberapa murid berhasil membuat suasana makin mencekam tapi tidak semua murid kelas tiga. Toh masih ada beberapa di antara mereka yang santai-santai saja entah itu persiapan yang sudah matang memacu melawan arus atau terima apa yang ada di hasil yang tertulis nantinya di ijazah mereka, yang penting sudah ujian dan lulus. Pikir mereka.
Detik-detik menegangkan pun sudah terlewati. Tinggal saatnya para murid kelas tiga menunggu hasil jerih payah yang sudah mereka perjuangkan selama tiga tahun bersekolah. Nampak para murid menghela nafas lega. Akhirnya 1 beban berakhir dan berlanjut dengan pemikiran ke universitas mana pastinya mereka akan melanjutkan pendidikan dan jika tidak sesuai rencana maka unisversitas mana lagi yang harus mereka coba.
"Akhirnya selesai juga ya ujiannya. Tinggal nunggu hasil deh, semoga kita lulus semua yah dengan hasil yang memuaskan tentunya." ujar Riri.
"Aamiin. Semoga saja sesuai dengan keinginan kita semua." ujar Nadia cepat.
"Aamiin." jawab mereka kompak.
Mereka pun berbincang-bincang di bawah pohon taman sekolah sesekali teriring tawa di sela-sela pembicaraan yang membuat pertemanan mereka sangat nyaman di pandang. Dari kejauhan Audi nampak kesal melihat Vara yang tampak bahagia bersama para sahabatnya itu. Bagaikan terkena hantaman batu langsung saja Audi mempercepat langkahnya menuju ke arah Vara dan sahabatnya berada. Audi yang selalu saja merasa tidak suka dengan Vara karena merasa tersaingi dari segi kecantikan dan kepintaran yang dimiliki Vara. Sehingga banyak perhatian dari para lelaki di sekolah yang teralihkan pada Vara, terlebih Vara yang selalu saja terlihat bahagia di depan matanya.
"Eh ada geng cupu, lagi ngapain lo pada di sini? Bikin sekolah tambah sumpek tau gak, mending lo pada pulang deh dan terutama lo Vara emangnya lo gak bantuin ibu lo jualan? Biasanya kan lo jadi pelayan om-om di kedai nasi ibu lo itu!" ledek Audi sambil menatap sinis Vara.
"Apa maksud lo ha? Kalau ngomong tu di jaga, suka-suka kita dong mau di sini juga emang sekolah punya lo? Dan apa lo bilang? Vara jadi pelayan om-om? Tarik ya omongan lo itu sebelum gue cabik-cabik tuh mulut lo yang gak seberapa indahnya!" bentak Riri yang langsung bangkit dari tempat duduknya.
"Lah kan emang bener semua yang gue ucapin terus salahnya di mana? Emang kenyataannya begitu kan kawan lo itu suka layanin om-om di kedai nasinya." ledek Audi lagi.
"Lo ya?!!!!" Riri yang merasa kesal dan naik darah sudah mengambil ancang-ancang untuk menarik rambut Audi.
"Udah Ri, gak usah ditanggepin." ujar Vara yang berusaha menahan tangan Riri. Walaupun di hatinya terasa sakit atas penghinaan yang sering Audi ucapkan kepadanya.
"Cih, satu geng sama aja?! Sekali cupu ya tetap cupu?! Sekalinya murahan ya tetap murahan." Audi langsung saja mengeluarkan jurus menghina andalannya untuk Vara.
"Jaga ucapan lo ya!!" Nadia yang diam dari tadi pun ikut terpancing oleh ucapan Audi.
"Udah-udahh. Mel ayo bawa mereka pergi dari sini dan untuk kamu Audi aku merasa tidak pernah mencampuri urusan atau mengganggu kamu. Jadi aku harap kamu jangan lagi cari-cari masalah sama aku karena juga sebentar lagi kita bakalan lulus. Aku harap kamu bisa merubah sifat kamu kepada aku." ujar Vara.
"Cih, gak usah sok baik lo." ujar Audi cepat.
"Ayo Mel!" ajak Vara.
"Awas lo ya!" teriak Riri yang sudah ditarik tangannya oleh vara pergi dari taman sekolah tersebut.
"Kamu kenapa sabar banget sih ra udah di hina gitu sama Audi, harusnya kamu lawan ra." kesal Nadia.
"Sudahlah Nad, Ri. Aku tidak mau mencari masalah lagian juga kita sudah mau lulus, aku juga tidak mau menyimpan dendam pada orang." ujar Vara lirih.
"Ya sudah, ayo kita pulang saja." ujar Melani.
Beruntungnya aku memiliki sahabat seperti kalian, aku tidak tau bagaimana keadaanku di sekolah ini jika tidak ada kalian setelah kepergian ayah. Batin Vara.
Begitulah persahabatan mereka jika satu terkena masalah maka bagi mereka itu adalah masalah bersama. Setelah perdebatan yang panjang akhirnya mereka pun menuju ke parkiran untuk mengambil kendaraan masing-masing dan bergegas pulang.
.
.
.
Jangan lupa kritik, saran dan dukungannya, terimakasih ^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Pisces97
bagus banget punya sahabat yang selalu membela teman yang lagi kesusahan. ini baru sahabat sejati
bukan sahabat baik tapi hanya pura ² baik karena ada maunya
2023-05-04
0
Yuni
penyakit iri itu susah obatnya
2022-11-12
0
Selva Ardiani Irawan
Biasa nya gitu dalam persahabatan temen nya yang Di ledek eh temen lain nya yang lebih emosi sama ngegas bales🤣🤣🤣
2022-08-06
0