Bab 5 : Daging di Hutan

...•••Selamat Membaca•••...

Sofia terbangun saat mendengar suara langkah kaki dari arah luar pondok. Dia langsung waspada dan mengambil sebuah tongkat kayu yang ada di sudut ruangan untuk berjaga-jaga.

Entah pukul berapa sekarang, Sofia sendiri tidak tahu. Tak ada apapun yang menandakan kalau ini jam berapa, perut mereka juga saat ini sudah sangat lapar karena dari pagi tidak makan sama sekali.

Sofia tidak membangunkan Maula dulu, dia mengintip di balik celah dinding kayu dan melihat ada empat orang menuju ke sana. Dengan panik, dia membangunkan Maula agar berjaga-jaga.

Sofia dan Maula yang panik mendengar suara teman-teman mereka. Suara Anna, Ivory, Nicholle, dan Reba.

“Ada pondok, kita istirahat dulu, lelah juga berjalan seharian. Kakiku sangat pegal,” keluh Reba pada yang lain.

“Periksa dulu, nanti kalau isinya kanibal itu lagi bagaimana?” ujar Ivory memastikan.

Reba melangkah maju untuk memeriksa dan pintu langsung dibuka oleh Sofia. Melihat di dalam sana adalah Sofia dan Maula, mereka langsung lega lalu bergegas masuk.

“Akhirnya kalian sampai juga. Apa kalian tidak bertemu rombongan pertama?” tanya Sofia.

“Tidak ada Sof, kami takut teriak, nanti malah mengundang kanibal-kanibal itu,” jawab Ivory.

“Kita istirahat di sini dulu, kalian ganti pakaian saja dan mandi di belakang. Pakaiannya cocok untuk kita dan masih bersih kok. Ini kami aja ganti semua,” tutur Maula dan mereka berempat bergantian untuk mandi dan membersihkan diri.

Nicholle diobati dengan peralatan seadanya di pondok tersebut. Pondok itu memang kecil, tak ada kamar atau sekat ruangan, tapi alat-alat di dalam cukup lengkap, mulai alat memasak hingga pakaian dan tempat tidur.

Entah siapa pemiliknya, mereka juga tidak tahu karena belum memeriksa lebih jauh lagi.

Nicholle mulai pucat karena kehabisan darah, dia istirahat di samping Maula.

“Besok kita cari makanan, sekarang kita istirahat dulu, kalau kita tidak tidur, bisa-bisa kondisi tubuh kita makin memburuk.” Sofia memberikan saran dan dipatuhi oleh mereka semua dan lagi-lagi, Anna menatap Maula dengan pandangan yang masih sulit di artikan, hal itu ternyata diketahui oleh Sofia dari awal mereka sampai ke desa itu.

Mereka semua memilih untuk tidur hingga pagi menjelang.

...***...

Kelompok pertama justru tidak menemukan ketenangan sama sekali malam ini. Posisi mereka lebih tercium oleh para kanibal itu hingga semua berlari kocar-kacir masuk ke dalam hutan yang makin lebat.

Dalam rombongan tersebut ada enam orang pria dan empat wanita. Mereka tidak tahu harus lari ke mana lagi, soalnya tenaga mereka sudah terkuras karena tidak ada asupan makanan hari ini dan juga kurang istirahat.

Pexir dan yang lain menggunakan keahlian mereka dalam berburu di malam hari, dalam gelap, sunyi, dan hening.

Saat merasa mereka tidak dikejar lagi, rombongan itu beristirahat di balik pepohonan sambil bersandar di dahan kayu. Napas mereka semua terengah-engah, wajah mulai pucat, dan tenaga mulai habis.

Baru mereka menghela napas ringan. Satu anak panah langsung tertancap di mata kanan seorang wanita bernama Cloe. Sembilan orang lainnya langsung kaget dan menghindar, teriakan Cloe langsung bergema yang membuat Pexir dan enam orang kanibal lainnya berlari ke arah mereka.

“Lari,” perintah salah seorang dari mereka.

“Kita tidak bisa meninggalkan Cloe,” sanggah yang lain.

“Mereka mendekat, kalian mau mati juga?” Tak ada lagi pilihan, semua berlari meninggalkan Cloe yang sedang menjerit karena satu matanya ditembus anak panah hingga dia tak sadarkan diri.

Pexir berhasil menangkap tubuh Cloe, dia menggotong tubuh itu kembali ke desa dengan anak panah yang masih menancap.

Sembilan orang yang bersembunyi melihat bagaimana tubuh Cloe di bawa. Mereka merasa aman saat Pexir menjauh tetapi Pexir dan enam lainnya berhenti di tempat yang lebih datar lalu membaringkan tubuh Cloe.

Pexir memegang sebuah pisau besar yang sangat tajam, pakaian Cloe sudah terbuka dengan sempurna dan Pexir mulai menggoreskan pisau itu dengan kuat ke dada Cloe.

Ia mulai dari dada, menarik satu garis lurus yang menyobek daging dan kulit sekaligus. Darah pekat merembes, menetes ke tanah yang hitam. Tidak ada percikan, yang ada hanya aliran darah yang lambat, tenang, dan dingin.

Yang bertubuh kerempeng maju, membuka karung goni berisi daun-daun pahit. Ia menaburkannya di sepanjang luka agar darah tidak membeku cepat. Aroma getir bercampur amis melayang, menusuk rongga hidung.

Seorang lagi mengangkat lengan Cloe, memutar sendi hingga terdengar bunyi retakan kering. Mereka hendak memisahkan bagian yang dianggap paling empuk. Pexir mengangguk, lalu melanjutkan dengan mengupas, memotong, dan membagi tubuh itu dengan gerakan pelan namun mantap, seperti tukang kayu meraut bilah.

Mata para kanibal berbinar dalam keremangan obor. Tak ada teriakan kemenangan, tak ada nyanyian. Hanya napas berat yang naik-turun dan denting besi mengenai tulang sesekali.

Ketika potongan pertama dipisahkan, Pexir mengangkatnya ke udara. Kabut mengalir di sela jarinya. Ia berbisik, “Untuk menjaga api tubuh kita agar tetap menyala.”

Lalu, satu per satu bergiliran, menggigit kecil, mengunyah pelan daging dari tubuh Cloe seperti memakan daging dendeng. Suara kunyahan bercampur desir malam membuat sembilan orang yang bersembunyi jadi mual. Hutan tetap diam, seolah menyerap gema dosa itu.

Beberapa menit kemudian, pekerjaan selesai. Mereka menutupi sisa jasad dengan daun-daun lebar, menyiramkan cairan lengket yang berbau getir. Bila ada yang tersisa hingga fajar, itu urusan serangga dan tanah.

Pexir berdiri, linglung sejenak, lalu mengibaskan pisau ke tanah untuk membersihkan darah. Tanah meneguknya, meninggalkan noda hitam yang cepat hilang di antara lumpur.

Tanpa saling bicara, ketujuhnya menghilang ke dalam kabut, langkah perlahan menyatu dengan desir angin. Tubuh Cloe, yang kini hanya kerangka remang, terbaring sunyi menjadi rahasia hutan yang tak lagi perawan.

Tubuh Cloe sudah tinggal tulang belulang saja, dagingnya telah dibawa oleh Pexir dan kawanannya.

“Aku ingin pulang, kita harus pulang,” tangis Lika dalam gelapnya malam yang hanya diterangi cahaya bulan.

Dorry, selaku kekasih Lika langsung memeluknya dan menenangkan gadis itu.

“Kita harus mencari rombongan kedua, pasti mereka masih ada. Aku sangat khawatir dengan kondisi Maula saat ini, dia sedang hamil muda dan butuh ketenangan,” ucap Mavros, pria yang telah lama mengagumi dan mencintai Maula, hanya saja hal itu tidak dia ungkapkan, mengingat Maula tidak pernah lepas dari Rayden dan sampai pada akhir di mana Maula dinikahi oleh pria mafia itu.

“Ayo, kita cari mereka dan bersama keluar dari hutan ini dalam kondisi selamat,” ajak Cintya.

Semua bergegas mencari kelompok kedua, membelah gelapnya hutan dengan harapan bisa kembali ke rumah masing-masing dalam keadaan selamat.

Mereka kali ini tinggal lima belas orang, enam dari kelompok Maula dan sembilan dari kelompok Mavros.

...•••Bersambung•••...

Terpopuler

Comments

Putri vanesa

Putri vanesa

Maula taktiknya pinter semiga msih ada keberanian lebih yang bisa maula keluarkan walaupun dalam kondisi berbadan 2, Rayd cepet2 dteng minta bantuan papa Leo dna om Axele 🥹🥹🥹

2025-06-16

18

Weni Safir

Weni Safir

Kasian bnget maula ini, penderitaannya kayak gak putus2. Baru bahagia udh menderita lagi dan ini yg paling menyakitkan sih. Belum sempat ngomong sama suami, eh dia udah kesesat di desa antah berantah/Sob/

2025-06-16

0

Agung Taimur

Agung Taimur

Maula ini solid juga, pdhal dia bisa lari sendiri itu, malah milih ngalihin org2 desa biar bisa kabur sama2 mana kondisi dia lagi hamil. muda, rentan keguguran

2025-06-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!