2

"Kita mampir ke restoran sebentar!" Ucap lucky tiba-tiba.

"Mau ngapain?" tanya Bella heran. Pasalnya, sejak tadi mobil lucky terus berputar-putar. Perjalanan yang seharusnya menghabiskan waktu 30 menit ke mansion Sabrina, nambah 30 menit lagi. Jadi 1 jam perkaranya.

"Mau makan." Kata lucky singkat.

"Tapi, saya nggak laper!"

"Emang saya ngajak kamu makan?" Tanya lucky dengan santai, melirik Bella tegas.

Wajah Bella memerah, menahan malu. "Ya kirain nawarin saya." Gumamnya pelan, terlalu pede nggak baik juga. Pikir Bella malu setengah mati.

Lucky terkekeh pelan, memarkirkan mobil tepat direstoran mewah miliknya. "Temani saya makan!"

"Saya tunggu dimobil, sana makan sendiri!" Ketus Bella, enak aja menemani lucky makan. Sedangkan, ia sendiri tidak makan, nonton doang gitu?

"Saya nggak ngajak kamu jadi penonton mukbang, Bella. Duduk, temani saya. Dan pesen apa kek, bebas pilih saja. Sekalian saya nyuruh kamu riview makanan direstoran milik saya ini." Jawab lucky menggulum senyum.

Bella mengernyit, lucky bisa menebak pikirannya?

"Boleh? Saya ditraktir nih?"

"Iya! Bella, kamu ini bawel banget sih jadi cewek! Cepetan atau mau saya turunin ditengah jalan?" Gemas lucky.

"Gak usah sok akrab panggil-panggil saya Bella." Ketus Bella. Turun dari mobilnya.

"Nama kamu kan emang Bella" Lucky ikut turun dari mobil. "Masa saya harus panggil 'nona galak + rewel, biar cocok sama sikap kamu?" Tambah lucky.

Bella mendelik ke arahnya. "Terserah. Asal jangan sok akrab sama saya!" Jawabnya, berjalan sambil menghentakan kakinya, geram.

"Siapa juga yang mau akrab?" sahut Lucky, menyusul langkah Bella dengan santai. "Saya cuma ngajak kamu makan, bukan ngajak nikah."

Bella berhenti mendadak, menatap tajam. "Ngajak nikah kepala kamu!"

Lucky nyengir, puas melihat reaksi Bella. "Tuh kan, galak lagi. Cocok banget panggilannya."

Bella mendengus, lalu berjalan cepat ke arah restoran. "Awas aja kalo makanmu lama, saya tinggalin!"

Lucky tertawa pelan. "Santai aja, Nona galak. Saya juga nggak betah lama-lama liatin kamu manyun terus. Bawaannya pengen saya cium!"

Langkah Bella terhenti. Ia berbalik badan dan menghampiri lucky, memukulinya dengan tas bertubi-tubi. Orang-orang yang melintas hanya bisa senyum-senyum, geleng-geleng kepala melihat pengusaha nomor 2 didunia yang dipukulin wanita.

"Sekali lagi, kamu ngomong gitu! Saya tampar mulut kamu yang kurang ajar itu, pake ini!" Bella mengacungkan sepatunya, digenggam tepat diwajah lucky.

Lucky menelan ludahnya susah payah. "Maaf, saya keceplosan tadi. Maksud saya, tadi mau cium bibir.... Bibir Revan, adik saya. Bukan bibir kamu. Jangan kegeeran ya." Fitnah lucky membawa-bawa adiknya.

"Gak lucu!" Ketus Bella setelah memasangkan sepatunya.

"Dih, siapa juga yang ngelawak! Dasar nona rewel, bibir cerewet, omongannya nyakitin!" Gerutu lucky pelan, menyusul, mensejajarkan langkahnya dengan Bella.

"Gimana restoran saya? Bagus?" Tanya lucky meliriknya. Bella menyapu pandangannya, lalu menoleh ke arah lucky, terdiam sejenak.

"Lumayan lah."

"Lumayan? Sebagus ini lumayan?" Tanya lucky tak terima, menatap Bella dengan ekspresi tak percaya. "Interiornya saya desain sendiri, loh. Lampunya impor, meja dari Italia, sampe bunga di pojokan itu saya pilih sendiri!"

Bella mengangkat alis, setengah malas. "Terus saya harus bilang 'wow' gitu?"

Lucky memutar bola matanya. "Nggak usah lebay, cukup bilang keren juga udah bikin saya senang."

Bella berdecak tipis. "Keren deh... buat orang yang overpede."

Lucky mendecak pelan. "Udah bagus saya ajak kamu ke sini. Besok-besok beneran saya tinggal makan sendiri."

"Silakan." Sahut Bella cepat.

Lucky tersenyum miring. "Tapi kamu tetep

ikut, kan?"

"Nggak lagi-lagi, saya malas sama kamu! Orangnya suka maksa-maksa, terlalu over"

Lucky tak tersinggung. "Kamu punya pacar?"

"Islam gak membolehkan pacaran. Dan saya belum pernah pacaran"

"Seumur hidup kamu belum pernah pacaran?" Tanya lucky melongo. Langka sekali makhluk seperti Bella didunia ini.

Tunggu, berarti Bella masih perawan dong karena belum pernah pacaran. Pikir lucky teori liar.

"Kamu nggak normal, masa belum pernah pacaran sih? Kamu suka sama cowok, nggak?" Tanya lucky menggaruk kepalanya.

"Suka!"

"Siapa?"

"Kepo!" Ketus Bella mempercepat langkahnya, seolah ingin menghindari pertanyaan itu. Obrolan terhenti.

Begitu masuk restoran, suasana langsung berubah. Tempat itu mewah—langit-langit tinggi dengan lampu gantung kristal, lantai marmer mengilap, dan dinding berpanel kayu elegan. Semua mata tertuju pada Lucky dan Bella. Beberapa senyum, lainnya heran.

Lucky segera mengajaknya ke ruang privat—ruangan eksklusif dengan pemandangan taman kecil dan air mancur. Hanya ada satu meja, dua kursi empuk, dan bunga mawar putih di tengahnya.

Ia tahu, Bella bukan tipe yang nyaman jadi pusat perhatian. Maka, siang itu, Lucky menghargainya dengan diam, menjaga wanita bercadar itu yang susah payah makan, harus tertutup di ruang tenang, dan aman ini.

"Enak makanannya?" Tanya lucky penasaran.

Bella mengganguk pelan.

"1-10 Rate-nya berapa?" Tanya lucky antusias.

"8,5"

Lucky tersenyum. Keduanya kembali terdiam, sunyi tidak ada obrolan. Lucky menatap Bella sembari mencari-cari topik.

"Kenapa kamu memakai cadar? Bukankah cadar itu sunah saja?" Tanya lucky nada suaranya pelan. setelah duduk menghadap Bella yang sedang menyantap makanan, menyingkap cadarnya sedikit namun tidak terlihat sedikitpun bibirnya.

Gitu-gitu, lucky pernah mempelajari sedikit saja, dengar dari hp lebih jelasnya.

Bella menelan makannya, sebelum akhirnya menjawab tanpa menatapnya. "Karena saya ingin menjaga apa yang bukan hak semua orang untuk lihat."

Lucky mengangguk kecil, terdiam sejenak. Jawaban itu lebih dalam dari yang ia kira.

"Berarti kamu serius banget soal keyakinan kamu, ya?"

Bella tersenyum tipis di balik cadarnya. "Saya cuma berusaha konsisten. Bukan berarti paling benar, tapi ingin lebih baik."

Lucky menatapnya lama. Kali ini, bukan karena penasaran... tapi karena kagum. Bella tampak acuh, ia tidak menyadari lucky yang diam-diam menatapnya.

Lucky menyandarkan punggung ke kursi, pandangannya masih tertuju pada Bella. "Kamu beda ya… dari perempuan kebanyakan yang pernah saya temui." Katanya, lalu menyantap steak.

Bella menatap dingin. "Saya nggak niat jadi beda. Saya cuma jalani apa yang menurut saya benar."

"Termasuk nggak pacaran?"

Bella mengangguk. "Iya. Karena kalau serius, ngapain main-main?"

"Saya seriusin kamu nggak mau!" Decak lucky membahas yang tadi.

"Karena kamu bukan type saya....."

"Terus type kamu seperti apa?"

"Rahasia! Sudah jangan terlalu kepo! Saya lagi malas ngomong!" Ketus Bella. Setiap kali ada pertanyaan itu, sebisa mungkin ia menghindar. Jika tidak! Dia selalu keinget-inget pria yang ia kagumi sejak 7 tahun lamanya. Menyukai dalam diam, mencintainya dengan sepenuh hati. namun sayangnya pria itu sudah menikah, hal itu tentu saja melukai perasaannya.

Ada rasa ketidak relaan, namun ia bisa apa? Mau cemburu? Mau marah? Mau posesif? Buat apa? Bella nggak berhak melarang-larangnya karena dia Bukan siapa-siapanya.

Setiap hari ia berdoa, meminta kepada tuhan untuk menghapuskan perasaannya agar tidak menaruh perasaaannya pada seseorang yang telah memiliki istri. Namun, semakin ia berdoa. Perasaan ini justru membuncah diam-diam, mengakar tanpa izin. Setiap kali ia memohon kepada tuhan, berharap hatinya tenang tanpa adanya dia.... Yang hadir justru dia, bayangannya, rupanya, senyumnya, suaranya, dan segala hal yang membuatnya cinta dengan pria itu....

*

*

Perjalanan pulang.

Menempuh waktu 30 menit lebih sebelum akhirnya tiba di mansion milik sabrina

Mansion lima lantai milik Sabrina berdiri megah di atas lahan luas. Halamannya dipenuhi taman hijau, air mancur, dan pohon-pohon eksotis. Lucky memarkirkan mobilnya dulu. Turun dan membukakan pintu untuk Bella bak bodyguard.

"Makasih!" Cuek Bella turun begitu saja, melangkah pergi.

"Makasih doang? What?" Lucky menatap punggung gadis kecil itu dengan raut wajah tak percaya. Baru kali ini ada wanita secuek itu saat didekati dirinya. Biasanya para wanita diluar sana, berbondong-bondong mencari perhatian darinya—baik dengan senyuman, lirikan genit, bahkan tak jarang mereka mengejarnya hanya demi sapaan, meskipun singkat.

Lucky mengayunkan langkah kakinya secepat mungkin, kemudian langkahnya disejajarkan dengan Bella yang tampak cuek bebek, seolah tidak peduli dengan kehadirannya.

"Kau tidak menyuruhku masuk?" Tanya lucky tersenyum sumringah.

"Emangnya anda siapa ya?" Jutek Bella melunturkan senyuman lucky.

'nih cewek jutek banget dah! Bikin emosi melulu, Lama-lama gue cekik juga arghhhhh, habis itu gue banting ke ranjang!' batin lucky kesal. Ia mengelus dadanya, mencoba menebalkan kesabarannya yang setipis tisu.

"Kamu tidak mau menyambut tamu dengan baik?" Tanya lucky lembut. Meskipun dalam hati geram.

"Pergilah!" Usir Bella, mengibas-ngibaskan tangannya.

"Kamu nggak bisa bersikap lembut sekali saja dengan saya? HM? Saya sudah nganterin kamu loh! Minimal suruh mampir dulu kek atau buatin kopi gitu!" Oceh lucky tak mau menyerah membujuk Bella, berharap disuruh masuk dan disuguhkan kopi.

"Maaf ini bukan rumah saya, dan kalau kamu mau kopi! Silahkan ke warung," ketus Bella melonggos pergi dan berhenti didepan pintu. Sementara lucky mengikutinya sambil terus menggerutu sengit.

"Kamu kenapa ngikutin saya terus sih!" Kesal Bella protes.

"Suka-suka saya! Ini kan rumahnya arhan, bukan rumah kamu!" Ketus lucky, memprotes balik.

"Kamu!!"

Ceklek!

Tanpa meladeni Bella yang mengamuk, segera Lucky membuka pintu dan masuk kedalamnya. Meninggalkannya, Bella mengerjab-ngerjabkan matanya. Ia tersentak, lalu masuk kedalam rumah. Matanya menangkap sosok lucky yang tengah duduk, bersandar disofa dengan santai, sembari mengunyah cemilan, menatap kearahnya juga dengan dahi berkerut.

"Ka-"

"Siapa yang menyuruhmu masuk kesini?" Tanya lucky.

Tangan Bella terkepal kuat. "Saya adiknya Sabrina! Wajar dong disini! Lah kamu siapa? Tamu gelandangan yang nyasar?" Tanya Bella ketus, berkacak pinggang.

"Saya temannya almarhum Arhan! Masalah sama kamu? Lebih berhak mana? Arhan atau kamu? Arhan saja tidak pernah mengusir saya! Lah kamu, kok ngusir-ngusir saya" Ucap lucky yang baru 2 kali masuk kerumah arhan dan baru berteman 1 hari sebelum akhirnya arhan meninggal......

Mata Bella memerah seketika. "Iyalah! Dia nggak pernah ngusir! Orangnya sudah meninggal dunia! Kalo dia masih hidup juga pasti bakalan ngusir kamu, jika sikap kamu seperti ini. Saya aja kesel! Apalagi dia!" Ketus Bella menyerocos tanpa henti, mendelik tajam.

"Arhan orang baik! Dia ramah, gak Setega itu..... Jangan menjelek-jelekkan keluarga saya!"

"Semenjak kapan arhan keluarga kamu?" Pekik Bella memegang kepalanya, kesal sendiri menghadapi sikap lucky yang seenak jidatnya ini.

"Sudah saya anggap keluarga sendiri! Nanti juga saya bakalan menjadi bagian keluarganya,"

"Caranya?"

"Menikahi kamu!"

"Tidak Sudi! Lebih baik saya melajang seumur hidup daripada hidup dengan laki-laki tengil seperti kamu!" Ketus Bella, melempar lucky dengan bantalnya, lalu melenggang pergi. Membiarkan lucky seorang diri diruang tamu. Bodo amat, Bella kagak peduli, yang terpenting ia bisa ke kamar, menenangkan emosi yang menggebu-gebu sejak tadi.

"Allahuakbar! Capek banget! Dari sekian banyak laki-laki didunia ini. Kenapa harus dia yang paling menyebalkan," keluh Bella, mengelus-elus dadanya beristighfar. Ia menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang milik arhan dan Sabrina, membiarkan dirinya tenggelam dalam empuknya kasur. Mengistirahatkan diri sejenak, matanya menatap langit-langit kamar, mencoba menenangkan Pikirannya.

Namun, bukannya tenang, bayang-bayang seseorang yang diam-diam ia cintai justru muncul, menggangu, memenuhi benaknya.

Ia mengubah posisinya, bersandar dipunggung ranjang. "Hiks....." Bella terisak kecil, menggigit bibir bawahnya, menahan air mata yang mulai mengenang. Perasaannya langsung sedih, kecewa, lelah dan rindu dengan laki-laki itu.

"Ya Allah.....datangkanlah dia kembali..... Aku ingin melihatnya secara langsung..... Aku rindu....." Lirih Bella menatap kesembarang arah dengan mata berkaca-kaca. Pandangannya tiba-tiba terhenti pada sebuah bingkai foto diatas nakas. Dahinya mengernyit, matanya memicing menatap bingkai foto tersebut. Ia membekap mulutnya, air matanya seketika tumpah tanpa bisa ditahan. Perlahan, tangannya yang gemetar meraih bingkai foto diatas nakas itu.

"Dia...." Lirih Bella menatap laki-laki yang tampak tersenyum difoto itu. Senyumnya meneduhkan, wajahnya begitu tampan, lembut, hangat dan berseri-seri.

"A-aku rindu kamu....." Bella tersenyum, jemarinya mengelus-elus foto laki-laki itu, lalu tatapannya menajam kala melihat sosok wanita cantik, tersenyum sangat manis disamping laki-laki itu, tampak mesra dirangkul oleh laki-laki tersebut.

*

*

Yang mau liat visual cek : cengzez_7

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!