"Awww!"
Gea duduk terjatuh setelah dahinya menabrak benda keras di depannya. Ia kurang memperhatikan arah jalan. Ia lupa kalau ia masih memejamkan mata saat berjalan.
"Haihh dinding sialan. Sejak kapan sih kau ada di situ," Gea mengelus dahinya yang memerah dan agak benjol karena menabrak dinding. Suasana hatinya yang buruk membuatnya menyalahkan dinding yang jelas-jelas sudah permanen berdiri kokoh di sana
Gea menoleh ke kanan dan ke kiri, mengamati keadaan sekitar.
"Hahh untung tidak ada orang lewat."
Gea menarik napas lega. Gea berdiri, ia memegang pantatnya yang lumayan sakit karena mencium lantai.
Dia berbalik, ingin melanjutkan langkahnya yang tertunda.
Dan......
Brukk
"Awww!"
Lagi-lagi Gea menabrak benda keras di depannya.
"Astaga tuhan. Siapa lagi sih yang mindahin dinding ke depanku? Lama-lama dahiku bergelombang nih," omel Gea. Ia memejamkan matanya sambil mengelus dahinya yang semakin sakit karena terbentur benda keras.
Gea membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah tubuh tegap seorang laki-laki yang dibalut dengan setelan jas. Gea menelan salivanya.
"Astaga, diriku. Semoga ia bukan bos besar. Aku masih ingin kerja disini. Aku belum mau dipecat," batinnya.
Biarpun gajinya hanya sedikit, namun pekerjaan ini sangat berguna untuk kelangsungan hidupnya agar identitasnya tidak mudah dikorek oleh orang lain.
Dengan takut, Gea mendongakkan kepalanya. Ia menyipitkan mata sambil merapatkan bibirnya. Seketika raut wajahnya berubah seiring matanya memandang sosok di depannya itu. Wajah Gea berubah datar namun sendu.
Dia adalah Davin. Davin berdiri di depannya menatap Gea dengan pandangan mata yang sulit diartikan. Mungkin pandangan orang yang merasa bersalah, pikir Gea.
Gea segera membalikkan badannya, ingin segera pergi dari sana. Namun tubuhnya tertarik ke belakang hingga ia berada di dalam pelukan Davin. Ia ingin melepas pelukan itu, namun tidak bisa. Ia terlalu malas untuk memberontak. Ia membiarkan Davin memeluknya namun ia tak membalasnya.
"Lepas Vin, ini tempat umum!" Ucapan ketus yang keluar dari mulut Gea berhasil membuat Davin melepaskan pelukannya.
"Gey aku ingin berbicara berdua denganmu," ucap Davin sambil memegang tangan Gea. Tatapan Davin membuat Gea mengiba. Ia mengiyakan ajakan Davin.
Davin mengajak Gea ke cafe terdekat. Mereka memesan makan siang untuk mengisi perut mereka yang kosong.
Gleg
Lemon tea dingin membasahi tenggorokannya. Rasa segar, mengobati dahaga yang ia rasakan.
"Mau ngomong apa?" tanyanya datar.
Davin memperbaiki posisi duduknya. "Aku mau minta maaf atas kejadian tadi malam. Bukan maksud aku berbuat demikian. Namun aku kesulitan menahan semua itu saat di dekatmu. Aku ingin memilikimu seutuhnya." Emosi Gea langsung tersulut kembali.
"A.... "
Gea memotong ucapan Davin. "Tapi bukan begitu caramu Vin. Aku gak mau kalau aku melakukannya di luar nikah. Ak..... "
"Makanya Gey, dengerin dulu penjelasan aku, sayang."
"Okay," ucap Gea pasrah. Ia diam mendengarkan penjelasan Davin.
"Aku ulangi. Aku minta maaf atas kejadian semalam. Aku ingin memperbaiki semuanya lagi. Aku ingin membuka lembaran baru. Aku ingin mengikatmu dengan ikatan suci, sebulan lagi."
Bagai tersambar petir di siang bolong, Gea sangat terkejut dan tak percaya mendengar kabar bahagia ini. Pasalnya yang ia yakini, Davin akan meninggalkannya. Namun kenyataannya berbeda. Ia berusaha menyembunyikan wajah bahagianya agar tidak ketahuan oleh kekasihnya itu.
"Nanti kita bertemu dengan keluarga kita masing-masing. Kamu mempertemukan aku dengan orang tuamu dan sebaliknya."
Seketika wajahnya berubah sendu. Tidak mungkin dia bisa mempertemukan Davin dengan orang tuanya. Mereka telah sangat membenci Gea karena kejadian 2 tahun yang lalu. Davin menatapnya dengan penuh tanya.
"Vin tapi aku gak yakin orang tuaku mau bertemu denganku. Aku tidak tahu mereka mau menerimaku lagi atau tidak, makanya selama ini aku hidup mandiri di sini," ucap Gea dengan wajah sendu.
"Udah, gak usah dipaksa. Nanti kita pakai wali saja kalau kamu tidak bisa membawa orang tuamu. Yang penting kita sah dulu."
Gea mengangguk, "Tapi nanti biar kucoba menemui mereka sebelum, kamu, aku kenalkan kepada mereka."
Davin menyunggingkan senyumnya. Kemudian ia menatap intens wajah Gea. Tatapan itu membuat Gea salah tingkah.
"Kenapa kamu memakai kacamata seperti itu saat kerja?" tanya Davin kemudian.
Gea gelagapan, bingung mau menjawab apa. Ia menggaruk tangannya yang tidak gatal.
"Anu, tadi a.... "
"Vin balikin!"
Gea berusaha merebut kembali kacamata Davin sebelum Davin menyadari kalau matanya masih bengkak karena menangis. Davin berusaha menjauhkan kacamata itu dari jangkauan Gea. Ia berdiri tegak, mengangkat tangannya tinggi ke atas. Gea melompat-lompat, berusaha untuk merebut kacamata itu. Namun tingginya tidak sebanding dengan badan Davin yang jauh lebih tinggi darinya.
Pandangan mereka bertemu. Davin menatap wajah Gea. Mata bengkak masih terlihat di wajah Gea. Akhirnya Gea menyerah. Toh Davin sudah melihatnya. Ia kembali duduk dengan muka yang cemberut.
Tatapan Davin menyorotkan penyesalan atas apa yang telah terjadi.
"Maaf, maaf telah membuatmu terluka," ucap Davin penuh penyesalan.
Gea memegang tangan Davin, "Sudahlah. Nggak usah diingat. Kejadian tadi malam hanya akan membuatku sakit hati ketika mengingatnya." Gea mengungkapkan semuanya dengan jujur sambil tersenyum lebar yang sebenarnya miris.
"Kenapa kamu bisa ke perusahaan tempatku bekerja?" Gea mengalihkan topik agar suasana kembali hidup.
"Aku tadi meeting di sana. Perusahaanku menjalin kerjasama untuk menggarap sebuah proyek. Mereka memakai jasa kontraktor perusahaanku," jelas Davin.
Gea menganggu-angguk.
Davin memiliki perusahaan kontraktor, Amerta Jaya Group. Perusahaannya menyediakan jasa konstruksi yang berkualitas bagus. Hingga ia menjalin kerjasama dengan Mega Raya Group, perusahaan real estate yang bisa dikatakan tak tertandingi.
"Sebentar"
Suara dering telepon terdengar dari gawai Davin. Davin menjauh dari jangkauan Gea untuk menerima telepon dari seseorang. Cukup lama Davin bertelepon dengan orang di seberang sana. Muka Davin terlihat berseri-seri. Namun Gea tidak terlalu memperdulikannya. Mungkin dia juga bahagia, pikirnya. Ia terhanyut dalam kebahagiaan yang selama ini ia mimpi-mimpikan, menjadi pasangan hidup orang yang ia cintai.
Ekspresi Gea yang bahagia tertangkap oleh penglihatan Davin dari kejauhan. Davin tersenyum penuh arti, lalu berjalan kembali ke meja makan.
"Sudah?" tanya Gea ketika Davin menghampiri meja makan.
Davin mengangguk sambil tersenyum. "Sudah."
Mereka melanjutkan makan siang mereka sebelum waktu istirahat Gea berakhir.
🍂
Davin mengantarkan Gea tepat saat waktu istirahat selesai.
"Semangat kerjanya ya," Davin mengacak pelan rambut Gea. Gea tersenyum bahagia. Ia segera masuk ke dalam gedung lalu Davin melajukan mobilnya meninggalkan kantor perusahaan itu, Mega Raya Group.
Gea berjalan memasuki gedung kantor. Rasanya ia ingin melompat-lompat atau memeluk seseorang dengan erat.
"Akhirnya Tuhan, aku akan segera menikah dengan orang yang aku cintai."
🍂
"Ck! Dasar Gea. Ditungguin dari tadi malah gak muncul-muncul. Paling tidak kabari kek atau gimana gitu, biar aku gak nungguin dia kayak orang hilang!" geruntu Runi yang berjalan keluar dari kantin karyawan yang berada di samping gedung.
Tak sengaja, ia melihat Gea yang berjalan dari luar.
"Astajim pantesan dia di tungguin gak muncul-muncul. Awas ya Gey," gumamnya kesal.
"Runii!" pekik Gea saat melihat Runi. Ia langsung memeluk erat teman kerjanya itu yang sudah Gea anggap sebagai saudara, begitupun juga dengan Runi.
"Runiiiii" Gea bergerak memutar sambil tetap memeluk Runi.
"Hmm," gumam Runi menanggapi Gea dengan muka masam.
"Ihh lo kenapa sih Run, wajahmu masam sekali,"
"Yah habis kamu ditungguin, lama banget nggak muncul-muncul. Lama-lama bisa tumbuh daun nih!" ucap Runi sebal.
"Hehe maaf," ucap Gea dengan cengiran khasnya.
"Heem aku maafin. Tapi kamu harus cerita kenapa kamu terlihat bahagia, padahal tadi pagi aja mukamu seperti pantat panci."
"Ck yang kerenan dikit kenapa Run?" ucap Gea. Runi hanya mencebikan bibirnya.
"Tahu nggak run? Sebulan lagi aku akan melangsungkan pernikahanku dengan kekasihku," ucap Gea antusias.
"Benarkah?? Wahh selamat Gey, akhirnya kamu bisa bersanding dengan orang yang kamu cintai." Runi kembali memeluk Gea.
"Ciyee yang mau menjadi Nyonya Angkara," goda Runi. Ia mengetahui kalau kekasih Gea itu Davin Angkara karena Gea pernah bercerita bahwa Gea menjalin hubungan dengan Davin. Muka Gea bersemu merah menahan malu. Runi ikut bahagia melihat kebahagiaan Gea.
"Berbahagialah Gey, semoga Tuhan melimpahimu dengan kebahagiaan," doa Runi dalam hati.
"Hei kalian berdua! Cepat kembali bekerja!"
Lagi-lagi mereka kepergok oleh Heri yang kebetulan lewat. Mereka berdua membungkukkan badan, memberi hormat lalu berlalu kembali menjalankan tanggung jawab mereka sebagai cleaning service.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 310 Episodes
Comments
ANAK Receh
kagak lanjut bosen
2021-11-30
0
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
Davin Angkara... gk pake murka😁✌
bc dr awal lg... kehilangan jejak... 😇😇
2021-08-10
1
Sulastry Hutabarat
Dasar Davin kutu kupret....
2021-06-24
0