"Engghh"
Gea merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Ia memijat pelan lehernya yang terasa pegal. Mungkin karena posisi tidurnya salah. Matanya masih terpejam. Rasanya berat hanya untuk membuka matanya dengan sempurna
Ia menyambar handuk yang ia sampirkan di gantungan. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju ke kamar mandi. Matanya sayu, masih setengah terpejam. Dia melepas semua kain yang melekat di tubuhnya. Ia mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Air dingin di pagi itu cukup ampuh untuk menyegarkan kembali tubuhnya yang layu 'tak bertenaga karena kelelahan menangis di tengah malam.
Gea melilitkan handuk di tubuh polosnya. Cukup segar ia rasakan. Ia berjalan ke depan cermin. Gea membuka matanya sempurna. Ia membulatkan mata saat melihat bayangannya sendiri di cermin itu.
"Astaga, mataku" ucapnya kaget.
Gea menyentuh matanya. Benar-benar bengkak dan warna hitam mengelilinginya.
"Gawat nih. Mana sebentar lagi kerja. Masak iya aku pergi kerja dengan keadaan seperti ini. Bisa-bisa dikepoin sama Runi."
Rasa cemas menelusup ke dalam hatinya. Pastinya ia akan malu kalau sampai teman kerja Gea meledeknya.
"Aku harus mengompresnya."
Gea memakai seragam kerjanya lalu bergegas mengambil 2 kantong teh. Gea memasukkan 2 kantong teh itu ke dalam kulkas. Setelah cukup dingin Gea mengompres matanya kurang lebih 5 menit.
Gea kembali ke kamarnya. Ia melihat matanya yang terpantul pada cermin di depannya.
"Waahhhh masih nggak ngaruh." Muka Gea cemberut. Matanya masih terlihat bengkak.
"Astaga!" Gea terkejut saat melihat jam dinding. Waktu menunjukkan pukul 07:20. Ia harus segera berangkat karena sisa waktunya tinggal 40 menit lagi. Dengan terpaksa, Gea harus berangkat meski hatinya berat.
Di sisi lain, dua insan 'tak berbusana masih terlelap dalam tidurnya. Hanya selimut tebal yang menutupi tubuh mereka. Mereka saling memeluk satu sama lain, memberikan kehangatan di tengah hawa sejuk di pagi itu.
Sang hawa mengintip pemandangan nan indah di depan mata. Sang adam yang memesona masih terlelap dalam mimpinya. Dengkuran halus terdengar di telinganya, senyum puas terukir di wajahnya. Ia kembali membenamkan wajahnya ke dada bidang sosok di sampingnya itu, ikut menenggelamkan diri ke alam mimpi.
🍂
Gea berlari dari halte bus. Napasnya tersengal-sengal. Ia berhenti di depan gedung, membungkukkan badannya. Gea mencoba menstabilkan kembali napasnya.
"Haahh hahhh hahhh…"
Waktunya semakin mepet. Gea menegakkan badannya kembali. Ia berlari ke dalam. Ia harus segera menaruh tasnya di loker untuk segera bekerja.
"Hei Gey, tumben kamu baru datang?" tanya Runi.
"Iya Run, kesiangan," alasan Gea.
"Wihh kacamatamu keren. Tapi, kenapa kamu pakai kacamata saat kerja?" Runi menatap Gea, curiga. Gea menggunakan kacamata berlensa merah miliknya.
Gea menelan lidahnya. "Haduh malah ditanyain lagi." batinnya.
Karena 'tak kunjung menjawab, Runi gemas. Ingin sekali ia melepas paksa kacamata milik Gea. Gea segera menepis tangan Runi.
"Jangan!" Gea panik.
"Kenapa?"
Runi menatap Gea penuh selidik.
"Anu.... " Gea mencari jawaban yang tepat.
"Anu kenapa Gey? Jangan bikin aku penasaran dong," ucap Runi gemas.
Gea masih belum bisa menjawab.
"Ehemm"
Deheman itu mengalihkan perhatian mereka. Di belakang mereka telah berdiri seorang laki-laki umur 40 an. Gea dan Runi memberikan salam hormat kepada laki-laki itu.
"Pagi,Pak," ucap mereka bersamaan.
"Ya. Kenapa kalian masih disini? Bukannya kerja malah ngobrol," tegur Heri, manager operasional di perusahaan itu.
"Maaf Pak. Kami akan segera berkerja. Kami pamit undur diri," ucap Runi mewakili mereka berdua.
"Sebentar!" Heri menoleh ke arah Gea.
"Aduh gawat nih"
Gea menggigit bibirnya cemas.
Runi dan Gea berbalik lagi.
"Kenapa kamu memakai kacamata seperti itu?" Heri menunjuk kacamata yang Gea pakai.
"Maaf, Pak, mata saya sakit. Jadi saya harus memakai kacamata ini agar tidak menular." Gea berusaha berbicara setenang mungkin untuk meyakinkan atasannya itu.
Heri memicingkan matanya.
"Please, percayalah."
Berkali-kali Gea merapalkan kata itu dalam hati.
"Iya kah?"
"Iya, Pak." jawab Gea sambil menunduk.
"Oke saya percaya! Cepat segera bekerja!" ucap Heri 'tak terbantahkan.
Runi dan Gea bergegas mengambil alat bersih-bersih yang akan mereka pakai.
"Hufft hampir saja," gumam Gea lirih.
"Hah? Kenapa Gey?" tanya Runi, yang ternyata masih mendengar samar gumaman Gea.
"Hah? Bukan apa-apa Run."
Gea menampilan deretan gigi dengan cengiran khasnya.
"Sejak kapan kamu belekan, Gey?" tanya Runi yang penasaran.
"Kemarin sepulang kerja Run. Tadi malam memerah terus yaudah deh jadi begini."
"Tuhan, jangan catat ucapanku hari ini. Aku tidak mau sakit mata beneran. Aku ingin sehat selalu Tuhan," doanya dalam hati.
Ucapan Gea tidak sepenuhnya jujur dan tidak sepenuhnya bohong. Matanya benar-benar memerah, tapi bukan karena belekan melainkan karena menangis.
"Bolehku lihat?" Runi bersiap mengambil kacamata Gea. Dengan cepat Gea memalingkan mukanya.
"Jangaann!"
"Kenapa kamu panik? Jangan-jangan kamu menyembunyikan sesuatu dariku ya?" selidik Runi.
"Bu…..bukan seperti itu. Aku takutnya kamu nanti ketularan."
Runi masih menatapnya curiga yang membuat Gea sedikit salah tingkah.
"Udah-udah ayok kita kerja. Keburu ditegur sama Bapak Manajer Operasional kita."
Gea merangkul pundak Runi, mengalihkan topik agar Runi tidak terus mengejarnya dengan berbagai pertanyaan. Gea tidak mau alasan yang sebenarnya terbongkar, kenapa Gea memakai kacamata berlensa merah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 310 Episodes
Comments
Sweet Girl
kacamata mahal pastinya.
2021-09-27
1
Aditya maulana
semangat terus...ceritanya bagis
2021-06-10
0
Dirah Guak Kui
hah kasihan emang kl punya pacar yg casanofa, Gey jgn mau dgn tipeke lelaki murahan yg begitu😡
2021-06-02
2