Dua jam lamanya film itu diputar. Selama itu perasaan Gea diaduk-aduk dan selama itu juga Davin menahan gejolak-gejolak yang berbeda di dalam tubuhnya.
"Tahan Vin, tahan. Pelan-pelan, jangan gegabah," ucap Davin dalam hatinya.
Lampu ruangan dihidupkan kembali. Mereka semua berhamburan meninggalkan tempat itu. Malam semakin larut. Jam sudah menunjukkan pukul 23:00.
"Mau kemana lagi Sayang?" tanya Davin lembut.
"Udah Vin, cukup untuk hari ini. Aku udah ngantuk Vin. Lagian besok aku juga harus bangun pagi, kerja," jelas Gea. Wajahnya terlihat lelah, namun bibirnya membentuk garis lengkung yang indah.
"Oke Sayang." Davin mengacak pelan rambut Gea.
"Yaaa, rambutku berantakan Vin," keluh Gea.
Davin terkekeh. "Uluh-uluh sayang, sini aku rapiin lagi."
Kemesraan mereka tertangkap banyak pasang mata di sana. Banyak yang iri dengan mereka berdua. Namun lagi-lagi mereka hanya menganggap tempat itu milik mereka berdua, yang lain mereka anggap hantu tak kasat mata.
Mereka berdua meninggalkan mall tempat mereka nonton. Davin melajukan mobilnya ke rumah kontrakan Gea dengan kecepatan sedang. Kali ini tidak ada canda tawa di perjalanan mereka. Hanya suara radio yang menemani perjalanan mereka atau sesekali Gea ikut menyenandungkan lagu yang tengah diputar. Lama kelamaan hanya suara radio saja yang terdengar. Gea telah tertidur pulas di samping kemudi.
"Cantik." Lagi-lagi kata itu keluar dari mulut Davin.
Davin mencari kunci rumah kontrakan Gea di tas Gea lalu turun dari mobilnya. Ia membuka pintu rumah itu kemudian membuka pintu kamar Gea. Setelah selesai ia kembali ke mobil untuk membangunkan Gea.
Davin mengamati wajah Gea. Tidurnya begitu pulas. Ia tidak sampai hati membangunkan Gea. Davin melepas sabuk pengaman lalu dengan hati-hati Davin menggendong Gea dengan gaya bridal style. Gea masih terlelap tanpa terganggu sedikitpun.
Davin membawa Gea ke kamarnya. Badan Gea yang langsing memudahkannya untuk menggendong Gea.
Davin membaringkan tubuh Gea di ranjang. Ia mengamati kamar Gea. Rapi adalah kesan pertama bagi Davin. Sebenarnya Davin penasaran dengan latar belakang keluarga Gea. Namun ia kesulitan untuk mengorek informasi tentang Gea walau ia sudah menyewa seorang private detective. Mereka hanya mengetahui kalau Gea tinggal seorang diri saja.
Davin ikut membaringkan diri di samping Gea. Tangannya bergerak menyibakkan rambut yang sedikit menutupi wajah Gea. Ia mengamati wajah Gea yang tertidur pulas di ranjang. Wajah damai terlihat jelas di penglihatannya.
Lama-kelamaan ia tidak tahan melihat wajah cantik Gea. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Gea. Tiba-tiba Gea membuka matanya lalu ia terbangun lalu berdiri. Ia kaget melihat wajah seseorang yang sangat dekat dengan wajahnya.
Gea menghela napasnya, menepuk pelan dadanya yang cukup sesak karena kekagetan yang ia alami.
"Haahhh hahhhh.... Ku kira kamu siapa Vin."
Raut muka kaget Gea sangat lucu hingga membuat Davin tertawa.
"Jangan ketawa! Orang kaget kok diketawain. Gak lucu tahu," ucap Gea kesal.
"Habis muka kamu lucu sih, Yang. Jadi pengin makan kamu," celetuk Davin tiba-tiba.
Gea tertegun mendengar penuturan Davin. Apakah ia tidak salah dengar? Kata-katanya terdengar ambigu.
"Sayangku yang tampan, kalau lapar ya makan nasi. Makan aku nggak bisa. Nggak bakal kenyang. Dagingku alot."
"Mau bukti?" tanya Davin dengan senyuman penuh arti.
"Wahh ternyata pacarku ini saudaranya Sumanto."
Gea pun tertawa. Ia tidak sadar kalau yang dihadapi ini bukanlah Davin yang tenang dan pengertian. Davin saat ini adalah Davin yang sudah dipenuhi gejolak- gejolak, naluri yang hanya bisa dikenyangkan oleh Gea.
Davin bangun dari tidurannya. Seringai tipis terulas di wajahnya. Perlahan namun pasti Davin berjalan mendekati Gea mengikis jarak yang ada. Gea berjalan mundur seiring waktu Davin berjalan mendekat. Tawa Gea yang semula renyah menjadi melempem tersiram ketakutan yang mulai menelusup dalam benaknya.
Jantung Gea bergetar hebat. Bukan debaran cinta, namun debaran ketakutan yang melanda.
"Jangan Vin. Berhentilah! Jangan mendekat!" pinta Gea. Namun Davin tidak mendengarkan ucapan Gea. Hingga ruang gerak Gea terhambat oleh dinding kokoh yang berdiri di belakangnya. Ketakutan dan kecemasan semakin dahsyat ia rasakan.
"Vin…" ucap Gea lirih.
Davin menggerakkan tangannya menyentuh dinding di belakang Gea untuk mengurung Gea agar tidak bisa kabur darinya.
"Apa Sayang?" Davin berbisik di dekat telinga Gea.
Tubuh Gea menegang. Kesadarannya menginginkannya untuk mendorong sang kekasih di depannya. Namun tubuhnya serasa kaku.
"Gey, ayo Gey gerakkan badanmu," ucap Gea dalam hati.
Dengan sisa tenaga yang telah digerogoti ketakutan ia mendorong Davin. Davin mundur beberapa langkah saja. Tenaga Gea tidak cukup kuat untuk mendorongnya walau Davin cukup lengah.
Seketika tawa Davin pecah. Ia tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Gea, sampai ia terduduk kembali di ranjang. Lagi-lagi Gea di prank. Gea berdecak kesal.
"Ck. Tauk ahh," Gea bersedekap sambil memalingkan wajahnya.
"Habis kamu lucu, Yang," ucapnya di tengah tertawa.
"Sini deh." Davin menyuruh Gea untuk duduk di sampingnya. Gea mendekat dengan muka kesalnya tanpa curiga sedikit pun.
Davin memegang tangan Gea. "Yang kamu cinta sama aku nggak?" sorot matanya menuntut sebuah jawaban.
Gea mengangguk. Hubungan Gea dan Davin sudah terjalin selama setengah tahun. Sudah bisa dikatakan cukup lama untuk saling mengenal. Masa pendekatan mereka dulu berjalan selama setengah tahun juga. Davin yang baik dan pengertian telah membantunya melawan preman yang menghadang Gea di tengah malam. Saat itu menjadi titik awal pertemuan mereka.
"Bolehkah aku melakukannya?"
Sektika otak Gea ngeblank. Butuh proses untuk mencerna ucapan Davin. Sedangkan Davin masih berusaha menahan hasratnya.
"Jangan Vin, jangan sekarang. Aku tidak mau melepas kehormatanku sebelum aku menikah dengan orang yang kelak menjadi suamiku. Prinsipku akan ku pegang, walaupun teramat besar rasa cintaku untukmu Vin." Gea mengucapkan kalimat itu dengan tegas.
Davin mendesah frustasi. Ia mengacak kasar rambutnya.
"Kenapa? Kenapa Gey?" Panggilan kata "sayang" telah menghilang dari sebutan cintanya untuk Gea.
"Karena bagiku, kehormatan sangat penting untuk suamiku kelak. Dan menjaga kehormatan adalah suatu ibadah yang menjauhkan kita dari zina Vin."
"Jika kamu benar-benar sayang, benar-benar cinta sama aku, nikahi aku Vin. Maka aku akan memberikan semua yang kupunya dan kujaga, untukmu," ucapnya lagi dengan tegas.
Tidak bisa dipungkiri kalau Gea menahan dengan sekuat tenaga agar air matanya tidak keluar.
"Aku pulang dulu," ucap Davin datar.
Davin meninggalkan Gea dengan rasa kecewa. Gea pun demikian. Ia kecewa dengan sikap Davin yang Davin tunjukkan saat ini. Ia kecewa kenapa Davin berpikir demikian? Apa karena dia terlihat lemah dan tidak punya uang hingga Davin berpikir kalau Gea akan mudah diperdaya?
Suara deru mobil terdengar semakin samar. Mobil Davin telah meninggalkan rumah kontrakan Gea. Gea membaringkan tubuhnya. Tangisnya pecah begitu saja. Sesak dan kecewa ia rasakan. Ia menangis cukup lama hingga tanpa sadar ia tertidur dengan posisi badan yang meringkuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 310 Episodes
Comments
Elizabeth Zulfa
klo bneran cinta & sayang harusnya sang kekasih tuh dijaga kehormatannya bkn mlh mau dirusak...
2022-05-15
0
Yasmine
lanjut
2022-04-27
0
Lia
gak bener si davin
2022-04-27
0