3. Jejak Luka dan Pertemuan Takdir

Pagi itu, seragam sekolah Alea terasa lebih berat dari biasanya. Bukan karena bebannya yang semata-mata material, melainkan karena bayang-bayang ejekan dan dorongan yang hampir pasti menantinya. Sudah bertahun-tahun ia hidup dalam neraka kecil di sekolah, tempat ia bukan lagi sekadar Alea yang tak diinginkan di rumah, tetapi juga target empuk bagi Tiara dan kroninya yang penuh kebencian. Kebencian Papa dan Abang Kevin di rumah seolah berlanjut menjadi siksaan fisik dan verbal yang tiada akhir di sekolah, semua berkat Tiara, sepupu yang selalu dimanjakan itu, yang entah mengapa sangat membencinya.

Alea melangkah menyusuri koridor, kepalanya menunduk dalam, mencoba menjadi tak terlihat. Ia berharap dirinya bisa menjadi embusan angin, lenyap tanpa jejak. Namun, harapannya sia-sia. Keberadaannya tak pernah bisa luput dari radar Tiara dan dua pengikut setianya, Dita dan Sari. Mereka sudah menunggunya di dekat loker lama yang berkarat, di sudut sepi koridor, senyum tipis yang penuh ejekan terukir di bibir merah Tiara. Aura mereka yang mendominasi memenuhi udara, menciptakan ketegangan yang menyesakkan.

"Lihat siapa ini," suara Tiara melengking, memecah kesunyian koridor yang sepi. Nada suaranya sinis, mengiris tajam. "Si Anak Pembawa Sial. Sudah sembuh dari rumah sakit? Sayang sekali tidak langsung mati saja, ya. Mungkin akan lebih baik bagi semua orang."

Dita dan Sari terkikik geli, tawa mereka menusuk telinga Alea lebih dalam dari tusukan pisau terpanas. Alea mencoba melengos, mempercepat langkah, ingin segera menghilang. Tetapi tangan Dita dengan cepat mencengkeram lengannya. Cengkeraman itu begitu kuat, kuku-kukunya terasa menancap di kulit Alea yang masih sensitif dari memar sebelumnya.

"Mau ke mana? Tidak sopan sekali, ya, disapa tidak menjawab," hardik Dita, mencengkeram erat lengan Alea hingga rasa nyeri menjalar.

Tiara mendekat, sorot matanya penuh ejekan, seolah Alea adalah serangga menjijikkan. "Baru saja keluar dari rumah sakit, sudah berani melawan? Apa sih yang kamu harapkan dari kami? Kasihan? Kamu pikir kami peduli dengan drama murahanmu?" Jemari panjangnya tiba-tiba menarik kasar rambut Alea, memaksa kepalanya mendongak, memperlihatkan wajahnya yang masih sedikit bengkak dan memar. "Wajahmu itu, selalu membuatku mual. Kamu itu harusnya sadar diri, Alea. Tidak ada yang menginginkanmu. Bukan di rumah, bukan di sini, bukan di mana pun."

Kalimat terakhir itu bagai cambuk, mengulang ucapan Papa yang sering didengarnya. Air mata mendesak keluar, perih membakar di balik kelopak mata, namun Alea menahannya sekuat tenaga. Ia tak akan memberikan kepuasan itu pada mereka, tidak akan membiarkan mereka melihatnya hancur. Ia tidak akan menangis.

"Dasar lemah," ejek Sari, mendorong bahu Alea hingga tubuhnya terhuyung dan menabrak loker di belakangnya. "Cengeng! Bahkan hanya untuk berdiri tegak saja tidak becus."

Tiara mendengus, lalu tiba-tiba tangannya yang dihiasi kuku rapi menampar pipi Alea yang masih memar. Suara tamparan itu menggema di koridor yang kosong, disusul rasa perih membakar yang menjalar. "Itu untuk pelajaran, agar kamu tahu tempatmu," desis Tiara, wajahnya mendekat hingga Alea bisa mencium aroma parfumnya yang terlalu kuat. "Jangan pernah lupa siapa kamu. Kau itu hanya parasit di keluarga kami. Tidak ada yang peduli padamu."

Setelah beberapa tamparan lagi, dan dorongan bertubi-tubi hingga Alea tersungkur ke lantai yang dingin, tas punggungnya yang sudah usang direnggut paksa. Isinya diobrak-abrik tanpa ampun, buku-buku berhamburan, pensil-pensil patah dan bergulir jauh. Tasnya sendiri, yang sudah tua dan lusuh, kini sobek lebar di bagian jahitannya, tak mungkin diperbaiki lagi. Puas dengan aksi kejamnya, Tiara dan kedua temannya tertawa geli, melenggang pergi, meninggalkan Alea sendirian, tergeletak tak berdaya di lantai koridor yang dingin.

Dengan napas tersengal, tubuh yang terasa sakit di setiap sendi, dan hati yang remuk, Alea berusaha bangkit. Otot-ototnya menjerit protes. Ia mengumpulkan buku-bukunya yang berserakan, memasukkannya kembali ke dalam tasnya yang sobek, lalu berjalan tertatih menuju kelas. Pandangannya kosong, menahan perih fisik dan batin yang seolah tak berujung. Ia memasuki kelasnya yang sudah agak ramai, menuju bangkunya yang berada di paling belakang dan paling pojok ruangan. Sebuah tempat di mana ia bisa bersembunyi dari pandangan dunia, dari rasa kasihan atau ejekan. Mengeluarkan buku pelajaran yang kusut dari tasnya, ia memaksakan diri fokus. Pelajaran hari itu pun dimulai, namun pikiran Alea jauh melayang, hanya menyisakan rasa perih yang mendalam, dan benih amarah yang kini mulai berakar.

Bel pulang sekolah berbunyi, membebaskan Alea dari siksaan pelajaran dan tatapan acuh tak acuh teman sekelasnya. Biasanya, ia akan langsung berlari pulang, mencari perlindungan di balik dinding kamarnya, seolah tempat itu adalah satu-satunya benteng di dunia ini. Namun hari ini, kakinya terasa berat, setiap langkah terasa menyakitkan, dan ia merasa terlalu lelah untuk sekadar berlari. Ia memutuskan untuk berjalan kaki, membiarkan angin sore yang dingin menerpa wajahnya, berharap rasa sakit di hatinya sedikit mereda.

Jalanan yang ia lalui adalah jalur alternatif yang lebih sepi, melewati area perkebunan dan semak belukar di pinggiran kota. Alea sengaja memilihnya untuk menghindari keramaian, menghindari kemungkinan bertemu Tiara lagi atau kelompoknya. Ia berjalan dengan pandangan kosong, menendang kerikil di depannya, sibuk dengan pikirannya sendiri, merenungi nasibnya yang malang.

Tiba-tiba, suara erangan pelan dan berat menarik perhatiannya. Bukan suara hewan, melainkan suara manusia yang menahan rasa sakit. Alea menghentikan langkah. Jantungnya berdebar, rasa takut seketika menyergap, namun rasa penasaran dan entah mengapa, dorongan untuk membantu, jauh lebih kuat. Ia melangkah hati-hati mendekat, matanya menyipit mencari tahu sumber suara itu.

Dan di sana, di balik rimbunnya semak-semak lebat di sisi jalan, tergeletak di tanah yang sedikit berlumpur dan basah, adalah sesosok tubuh lelaki dewasa. Pemandangan itu membuat darah Alea seolah berhenti mengalir. Tubuhnya kaku dalam posisi aneh, terpelintir. Darah merembes dari sisi tubuhnya, membasahi kemejanya yang robek, membentuk noda merah gelap yang meluas di tanah.

Alea sontak berlutut, hatinya berdegup kencang seperti genderang perang. Ia belum pernah melihat seseorang terluka separah ini di depan matanya. Wajah lelaki itu pucat pasi, penuh memar keunguan dan goresan, dan napasnya terdengar memberat, terengah-engah. Matanya terpejam rapat menahan nyeri. Yang paling mengerikan, lengan kanannya mengeluarkan darah yang tidak sedikit, merembes deras dari sebuah sayatan panjang dan dalam yang menganga, seolah disayat benda tajam. Darah itu menetes ke tanah, membentuk genangan kecil.

"Bapak! Bapak tidak apa-apa?" tanyanya panik, suaranya tercekat di tenggorokan, tangannya gemetar hebat. Ia tidak tahu harus berbuat apa, pikirannya langsung tertuju pada rumah sakit, tempat ia baru saja keluar.

Lelaki itu mengerang lagi, matanya yang sayu perlahan terbuka, menatap Alea dengan susah payah. Ada secercah keputusasaan, namun juga keteguhan di sana. Bibirnya sedikit bergerak, seolah ingin mengatakan sesuatu. Suaranya serak dan nyaris tak terdengar, seperti bisikan angin. "J-jangan... jangan bawa aku ke rumah sakit..."

Alea terkejut. Kenapa tidak? Luka-lukanya sangat parah. Lelaki itu batuk, darah kental mengalir dari sudut bibirnya, membasahi dagunya. "Tolong... bawa aku ke tempat yang aman... jangan ke rumah sakit... bahaya..." Sebelum Alea bisa bertanya lebih lanjut, untuk mendapatkan penjelasan yang lebih rinci, mata lelaki itu terpejam rapat, dan ia kehilangan kesadaran, pingsan sepenuhnya. Tubuhnya terkulai lemas di lumpur.

Alea panik. Jantungnya berpacu semakin kencang, memukul-mukul rusuknya. Lelaki ini terluka parah, meminta untuk tidak dibawa ke rumah sakit, bahkan mengatakan 'bahaya'. Permintaan itu sangat aneh, mencurigakan, namun matanya yang memohon sebelum pingsan telah mencengkeram Alea. Ia tidak tahu siapa lelaki ini, dari mana ia berasal, atau mengapa ia terluka separah ini. Namun, ia merasa bertanggung jawab. Tangannya yang kecil terangkat, menyentuh lengan lelaki itu yang berlumuran darah. Rasanya dingin, dan darahnya terasa lengket di jemarinya. Di sinilah, di pinggir jalan yang sepi, takdir Alea dan lelaki itu, Paman Alexander yang tak ia kenali, mulai terjalin dengan cara yang tak terduga. Pertemuan tak sengaja ini akan menjadi titik awal perubahan Alea, bukan hanya secara mental—dari gadis yang hanya bisa meratap menjadi gadis yang berani mengambil tindakan—tetapi juga secara fisik, membuka jalan bagi kekuatan tersembunyi dalam dirinya. Ia harus menyelamatkannya, apa pun risikonya, apa pun alasannya. Ini adalah satu-satunya kesempatan baginya untuk melakukan sesuatu yang berarti, untuk seseorang yang mungkin lebih putus asa darinya.

Terpopuler

Comments

princi pesa

princi pesa

crazy up pls

2025-07-15

1

princi pesa

princi pesa

crazy up kakaaaa

2025-07-15

0

lihat semua
Episodes
1 1. Alea yang malang
2 2. Bisikan Rahasia di Dapur Sunyi
3 3. Jejak Luka dan Pertemuan Takdir
4 4. Penyelamatan dan Jejak Masa Lalu
5 5. Ikrar dalam Kebisuan dan Api Dendam
6 6. Dingin yang Baru
7 7. Langkah Pertama Menuju Kekuatan
8 8. Magnet Tak Terduga
9 9. Badai yang Menghebat
10 10. Obsesi yang Berkobar dan Perangkap Tiara di Gerbang Sekolah
11 11. Badai yang Mendekat
12 12. Taring yang Tersembunyi
13 13. Jaringan Bayangan dan Pertemuan Takdir
14 14. Simpul Takdir yang Tersembunyi
15 15. Kepolosan, Luka Tersembunyi, dan Peralihan Takhta
16 16: Badai yang Kembali dan Perubahan Alea
17 17. Api Kemarahan yang Membara
18 18. Bara Api Penghancur di Tengah Pesta
19 19. Tirai Kebohongan yang Terkuak
20 20. Kehangatan Baru dan Awal Isolasi
21 21. Cinta yang Tumbuh dan Retaknya Kerajaan
22 22. Kekacauan Digital dan Api Cemburu
23 23. Perburuan Tanpa Jejak dan Api Cemburu yang Membakar
24 24. Nostalgia Rasa dan Kebenaran yang Terkuak
25 25. Pengakuan Hati dan Gelombang Kehancuran
26 26. Ujian Akhir, Investor Misterius, dan Sepenggal Kerinduan
27 27. Jebakan Sang Pemberontak dan Pertarungan di Jalanan
28 28. Pertolongan Tak Terduga dan Omelan Panjang
29 29. Interogasi, Gema Ketakutan, dan Gombalan Maut
30 30. Bucin Level Akut dan Bangkitnya Sang Pembalas
31 31. Taring Sang Ratu dan Neraka Tiara Dimulai
32 32. Balas Dendam yang Dingin dan Kejutan Manis
33 33. Kegelapan Tiara dan Cahaya Alea
34 34. Deklarasi Ratu dan Badai Amarah
35 35. Badai di Sekolah dan Ancaman yang Terwujud
36 36. Jerat Takdir dan Tangan Tersembunyi
37 37. Dendam Tak Berujung dan Pelarian Penuh Nestapa
38 38. Kedewasaan, Kekuasaan, dan Ikatan yang Tak Terputus
39 39. Ancaman di Kampus, Intrik Perusahaan, dan Malam yang Mencekam
40 40. Kemarahan yang Bangkit dan Bayang-Bayang Baru
41 41. Kembali ke Neraka Kecil dan Sang Pembantai
42 42. Bumerang Kecil dan Bayangan Tersembunyi
43 43. Kekhawatiran Axel dan Penderitaan Alexander
44 44. Jebakan Berbalik dan Bayangan Sang Penjaga
45 45. Balas Dendam Sang Pangeran dan Pertunjukan Sang Ratu
46 46. Jejak Bayangan dan Angin Perubahan
47 47. Kebangkitan Dendam dan Bayangan yang Kembali
48 48. Siluet di Balik Kilauan
49 49. Keadilan Sang Ratu: Ruang Bawah Tanah yang Dingin
50 50. Simfoni Jeritan di Bawah Tanah
51 51. Tatapan Dendam di Atas Kota
52 52. Bayangan di Dalam Sarang Ular
53 53. Balasan Sang Ratu pada mereka yang mengusik nya
54 54. Mengunjungi dia...
55 55: Harapan di Ujung Tanduk
56 56. Identitas di Balik Topeng, Bagian 1
57 57. Identitas di Balik Topeng, Bagian 2
58 58. Edward: Sebuah Kisah yang Hilang
59 59. Keadilan Sang Ratu: Sang Buaya dan Asam
60 60. Bayangan dari Masa Lalu
61 61. Mode Freezer 8 Pintu dan Geng Kulkas
62 62: Wajah Lama, Hati Busuk dan Sebuah Penyesalan
63 63. Pukulan untuk Sebuah Penghinaan
64 65. Tamu Tak Terduga dan Bisik-bisik Rahasia
65 66. Obsesi, Kebucinan, dan Badai Amarah
66 67. Manisnya Cinta, Pahitnya Dendam
67 68. Bekas Luka dan Sebuah Pengusiran
68 68. Pelukan Seorang Ayah dan Konspirasi Gelap
69 69. Rahasia Rosalind dan Keterikatan Tak Terduga
70 70. Warisan, Cinta yang Menjaga, dan Bayangan Konspirasi
71 71. Jejak Rahasia, Jaring Terentang, dan Kedamaian yang Terancam
72 72. Neraka di Balik Kemudi dan Badai Kepanikan
73 73. Di Pulau Terasing
74 74. Menghancurkan kemudian melarikan diri
Episodes

Updated 74 Episodes

1
1. Alea yang malang
2
2. Bisikan Rahasia di Dapur Sunyi
3
3. Jejak Luka dan Pertemuan Takdir
4
4. Penyelamatan dan Jejak Masa Lalu
5
5. Ikrar dalam Kebisuan dan Api Dendam
6
6. Dingin yang Baru
7
7. Langkah Pertama Menuju Kekuatan
8
8. Magnet Tak Terduga
9
9. Badai yang Menghebat
10
10. Obsesi yang Berkobar dan Perangkap Tiara di Gerbang Sekolah
11
11. Badai yang Mendekat
12
12. Taring yang Tersembunyi
13
13. Jaringan Bayangan dan Pertemuan Takdir
14
14. Simpul Takdir yang Tersembunyi
15
15. Kepolosan, Luka Tersembunyi, dan Peralihan Takhta
16
16: Badai yang Kembali dan Perubahan Alea
17
17. Api Kemarahan yang Membara
18
18. Bara Api Penghancur di Tengah Pesta
19
19. Tirai Kebohongan yang Terkuak
20
20. Kehangatan Baru dan Awal Isolasi
21
21. Cinta yang Tumbuh dan Retaknya Kerajaan
22
22. Kekacauan Digital dan Api Cemburu
23
23. Perburuan Tanpa Jejak dan Api Cemburu yang Membakar
24
24. Nostalgia Rasa dan Kebenaran yang Terkuak
25
25. Pengakuan Hati dan Gelombang Kehancuran
26
26. Ujian Akhir, Investor Misterius, dan Sepenggal Kerinduan
27
27. Jebakan Sang Pemberontak dan Pertarungan di Jalanan
28
28. Pertolongan Tak Terduga dan Omelan Panjang
29
29. Interogasi, Gema Ketakutan, dan Gombalan Maut
30
30. Bucin Level Akut dan Bangkitnya Sang Pembalas
31
31. Taring Sang Ratu dan Neraka Tiara Dimulai
32
32. Balas Dendam yang Dingin dan Kejutan Manis
33
33. Kegelapan Tiara dan Cahaya Alea
34
34. Deklarasi Ratu dan Badai Amarah
35
35. Badai di Sekolah dan Ancaman yang Terwujud
36
36. Jerat Takdir dan Tangan Tersembunyi
37
37. Dendam Tak Berujung dan Pelarian Penuh Nestapa
38
38. Kedewasaan, Kekuasaan, dan Ikatan yang Tak Terputus
39
39. Ancaman di Kampus, Intrik Perusahaan, dan Malam yang Mencekam
40
40. Kemarahan yang Bangkit dan Bayang-Bayang Baru
41
41. Kembali ke Neraka Kecil dan Sang Pembantai
42
42. Bumerang Kecil dan Bayangan Tersembunyi
43
43. Kekhawatiran Axel dan Penderitaan Alexander
44
44. Jebakan Berbalik dan Bayangan Sang Penjaga
45
45. Balas Dendam Sang Pangeran dan Pertunjukan Sang Ratu
46
46. Jejak Bayangan dan Angin Perubahan
47
47. Kebangkitan Dendam dan Bayangan yang Kembali
48
48. Siluet di Balik Kilauan
49
49. Keadilan Sang Ratu: Ruang Bawah Tanah yang Dingin
50
50. Simfoni Jeritan di Bawah Tanah
51
51. Tatapan Dendam di Atas Kota
52
52. Bayangan di Dalam Sarang Ular
53
53. Balasan Sang Ratu pada mereka yang mengusik nya
54
54. Mengunjungi dia...
55
55: Harapan di Ujung Tanduk
56
56. Identitas di Balik Topeng, Bagian 1
57
57. Identitas di Balik Topeng, Bagian 2
58
58. Edward: Sebuah Kisah yang Hilang
59
59. Keadilan Sang Ratu: Sang Buaya dan Asam
60
60. Bayangan dari Masa Lalu
61
61. Mode Freezer 8 Pintu dan Geng Kulkas
62
62: Wajah Lama, Hati Busuk dan Sebuah Penyesalan
63
63. Pukulan untuk Sebuah Penghinaan
64
65. Tamu Tak Terduga dan Bisik-bisik Rahasia
65
66. Obsesi, Kebucinan, dan Badai Amarah
66
67. Manisnya Cinta, Pahitnya Dendam
67
68. Bekas Luka dan Sebuah Pengusiran
68
68. Pelukan Seorang Ayah dan Konspirasi Gelap
69
69. Rahasia Rosalind dan Keterikatan Tak Terduga
70
70. Warisan, Cinta yang Menjaga, dan Bayangan Konspirasi
71
71. Jejak Rahasia, Jaring Terentang, dan Kedamaian yang Terancam
72
72. Neraka di Balik Kemudi dan Badai Kepanikan
73
73. Di Pulau Terasing
74
74. Menghancurkan kemudian melarikan diri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!