“Siap Juragan!” seru mereka serempak, berdiri saling bersisian.
“Kerahkan seluruh warga, cari sampai dapat putri mereka!” titahnya tidak terbantahkan.
“Pendi, pergilah ke rumah Kasman, ambil Ayam jagonya. Setelah itu, bergabunglah dengan lainnya!”
Pria berkaki pincang itu mengangguk sopan. “Baik juragan!”
Juragan Bahri mengode sosok sangar berambut gondrong.
Gandi mengerti arti perintah tanpa suara itu, ia melangkah lebar dan langsung menarik kerah kemeja Hardi sampai empunya berdiri.
Tanpa basa-basi memukul membabi buta.
Bugh
Bugh
“Ayah! Tolong lepaskan! Biarkan saya ikut mencari Sawitri!” di sela-sela siksaan itu, Hardi memohon.
Namun, juragan Bahri sama sekali tidak peduli, pun saat melihat darah segar di sudut bibir anak tunggalnya.
“Cukup, Juragan! Bila Nak Hardi tak mau menceraikan Sawitri, saya bersumpah akan memisahkan mereka!” Pak Kasman tak sampai hati, ia menunduk dalam dengan tangan tertangkup.
Bu Mina menangis tergugu, meratapi nasib malang sang menantu.
“Tidak! Aku tak mau dipisahkan dengan Sawitri!” Hardi mencoba melawan, tapi ia kalah tenaga serta pukulannya selalu melesat, berakhir tubuhnya roboh. Namun, tetap saja di hajar, ditendang, berujung Hardi pingsan.
Di antara ketiga anak buah juragan Bahri, Gandi lah yang paling kuat, kejam dan tak punya hati.
“Bangkitlah kalian! Jangan buang-buang waktu kami!” Herman membentak, meneriaki pak Kasman dan juga bu Mina.
Ya, mereka bertiga adalah pria yang memperkosa dan menyiksa Sawitri.
.
.
Pencarian pun dilakukan sampai ke pelosok desa sebelah dan perkebunan kopi, tempat di mana Sawitri dieksekusi.
“Witri! Ini Mamak! kau di mana Nak?!” Bu Mina terus berteriak hingga suaranya serak, memanggil nama putrinya. Ia ikut rombongan para wanita dengan dipimpin Herman.
Sementara pak Kasman berada di bawah arahan Gandi dan Pendi.
“Apa betul dia hilang, bukan kabur bersama pria hidung belang?” tanya salah satu wanita muda yang terkenal karena kemolekan tubuhnya.
“Jangan menuduh bila tak ada bukti, Farida. Nanti jatuhnya jadi fitnah!” timpal lainnya memperingati.
“Cuih! Apa salahnya aku berasumsi, kendatipun Sawitri gadis rumahan, bukan berarti dia suci dan tak gatal. Bisa jadi diam-diam bermain serong dengan suami orang, atau jangan-jangan … tua bangka bau tanah.” Bibirnya naik keatas, membalas tatapan tidak terima bu Mina.
“Putri ku tak macam kau! Demi saweran, mempertontonkan urat dan pamer goyangan di atas pentas!” Bu Mina jelas tidak terima.
“Halla! Kenyataannya banyak tuh, yang gayanya sok alim, eh … tau-tau hamil tanpa suami,” balasnya sengit.
“Sudah cukup!” Herman berbalik badan menengahi, berusaha menjaga mimik wajah datar padahal berulang kali menelan air liur, menatap buah dada besar milik biduan kampung.
Kembali mereka menyusuri jalan perkebunan kopi, sampai dimana dikejutkan suara lantang.
“Ada orang Mati! Kemari Wee!”
“Siapa, siapa?” tanya para wanita saling bersahutan.
Deg.
Detak jantung bu Mina meningkat, perasaannya menjadi tak karuan, ia melangkah cepat sampai menaikkan kain jarik nya.
Setelah 500 meter, bu Mina melihat kerumunan orang mengelilingi sesuatu.
“Pak Kasman sudah meninggal. Denyut nadinya tak terasa lagi, dan detak jantungnya senyap.”
“Innalillahi wa innalillahi rojiun.”
“Tidak! Bapak!”
Bugh.
Tubuh ringkih itu terjerembab, langkah kakinya menginjak ujung kain jarik yang turun.
Seorang ibu membantu bu Mina berdiri, memapah badan lemas bagaimana tak bertulang.
Begitu sampai, bu Mina menjatuhkan diri, memeluk suaminya, menangis histeris, lalu memastikan sendiri bila kini pria yang telah hidup bersamanya puluhan tahun lamanya tidak lagi bernapas.
“Suamiku bangun! Pak, kita telah berjanji bersama-sama mencari Sawitri!” Bu Mina mengguncang dada yang tulang rusuknya terlihat menonjol.
“Putri kesayangan kita belum ketemu Pak! Mengapa kau tega pergi tanpa membawa ku ikut serta!”
Bu Mina tergugu, tangannya membingkai wajah yang matanya senantiasa tertutup rapat. “Bangun Pak! Bangun!”
“Ibuk nya Witri, sudah! Tak baik menangisi apalagi sampai air mata menetes di tubuh jenazah.” Ibu yang menolong tadi membungkuk menarik bu Mina.
“Aku tak ikhlas, sungguh tak dapat menerima takdir kejam ini!” Bu Mina berusaha memberontak, tapi ia telah kehabisan tenaga.
“Angkut dan bawah pulang! Segera mandikan lalu langsung dikebumikan!” Pendi memberikan perintah.
“Jangan! Sawitri harus melihat bapaknya untuk terakhir kalinya!” dalam dekapan tetangganya, bu Mina protes.
“Putrimu saja sampai kini tak tahu dimana keberadaannya, entah masih hidup atau telah mati! Kau ingin jasad suamimu membusuk dikarenakan terlalu lama dibiarkan!” hardik Gandi menatap nyalang.
“Kalau boleh tahu, bagaimana bisa pak Kasman tenggelam?” pertanyaan Surti, istri kepala desa sekaligus tetangga bu Mina, menghentikan para bapak yang ingin menggotong jasad pak Kasman.
"Sudahlah Buk! Kalau udah waktunya mati ya mati. Ngapain pula sok-sokan ingin tahu kronologinya!” kelakar Farida kepada ibunya.
“Diam Rida!” Surti berkata tegas.
“Kami tak tahu pasti kejadiannya. Cuma tadi, Pak Kasman ngotot memasuki area semak belukar. Setelahnya tak tahu lagi, karena kami terpisah dari beliau. Tahu-tahu, badannya menyangkut di batang pohon yang terendam air sungai, dan sudah dalam keadaan meninggal dunia!” ungkap salah satu pemuda kampung, pakaiannya basah. Ia membantu mengevakuasi pak Kasman.
Sesudahnya, jasad pak Kasman dibopong tiga orang. Pencarian terpaksa dihentikan.
Bu Mina dipapah oleh Surti dan satu orang lainnya. Sepanjang jalan tangisan pilu itu terdengar menyayat hati, sampai ibunya Farida berulang kali menghapus air mata yang membasahi pipi.
.
.
Tepat setelah sholat Dzuhur, pak Kasman dikebumikan. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi bu Mina yang duduk termenung dengan pandangan kosong, tangannya terus mengelus patok papan kayu bertuliskan nama suaminya menggunakan arang.
Surti yang memiliki rasa empati tinggi, tidak sampai hati meninggalkan tetangganya seorang diri, dia setia berdiri di samping wanita berumur 45 tahun, lebih tua darinya.
Tak ada kata yang ia ucapkan, karena percuma. Bu Mina tak butuh kalimat penenang, diajak bicara saja dia enggan merespon.
“Ibuknya Witri, ayo pulang! Kita perlu mempersiapkan acara tahlilan untuk nanti malam.”
Namun, tubuh lemah itu masih bergeming, enggan beranjak.
"Untuk apa hidup bila harus melewati hari seorang diri, berselimut kesepian, berpeluk lara,” racaunya lirih.
“Pamali ucap seperti itu! Bagaimana nanti bila Sawitri pulang, apa tak kasihan dengannya,” Surti mencoba membangkitkan semangat hidup yang redup.
Usaha nya berhasil, bu Mina mau dipapah pulang ke rumah sederhananya.
Tak banyak yang bisa disuguhkan untuk menemani warga yang datang tahlilan. Hanya ada kue godok-godok pisang goreng, lemet, dan apem, minumnya teh hangat.
Yang datang pun bisa dihitung dengan jari, tidak lebih dari 10 orang para pria muda dan paruh baya, lainnya entah mengapa enggan hadir. Padahal semasa hidup, almarhum pak Kasman terkenal dengan kebaikannya, ringan membantu meskipun berupa tenaga secara cuma-cuma.
Tepat pukul 9 malam, satu persatu para tamu mulai pulang meninggalkan bu Mina seorang diri, termenung seraya menatap pintu tertutup.
Dalam kesendirian, pikiran kosong, pandangan hampa, bu Mina memalingkan wajah memandang dinding kayu yang mana terselip sebuah parang.
Entah setan apa yang merasukinya, ia beranjak. Tangan kanannya menarik benda tajam itu dari sarungnya.
“Witri, bila kau pulang … carilah Mamak dan Bapak dirumah baru kami ya Nak!” Parang bermata tumpul dan ujung sisi tajam itu ia tekankan pada leher.
Bu Mina menahan napas, menutup rapat matanya, bersiap menggorok lehernya sendiri, dan ….
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Mommy'ySnowy 💕
kta siapa air mata tdk boleh kena jenazah? klo jenazahnya blom d mandikan tdk apa2,klo udh d mndikan kn udh suci,nah gk boleh kena ktoran dn najis... menangisi kematian kluarga sanak saudara kerabat org trkasih itu wajar boleh,,yg tdk boleh itu meratapi smpai tdk sadar akn khidupan kedepannya yg msh trus brlnjut... zaman dlu mh bnyak yg dsbut mitos2 tdk brdasar y,,
2025-06-11
4
Yuli a
ya Allah.... kejam banget ini ...😠 sungguh kejam../Sob/
bukankah pak kasman pergi dengan anak buah Bahri ya... atau jangan-jangan pak Kasman juga dibunuh nih...
Bu Mirna jangan bunuh diri .. kalau Sawitri pulang gimana ..?? makin hancur hatinya, ... hidupnya udah hancur, malah keluarganya juga hancur...
yakinlah kalau Sawitri masih hidup...
2025-06-11
3
Arin
Ini pasti ada sangkut pautnya dengan besan Pak Kasman dengan apa yang di alami oleh Sawitri. Karena biarpun Sawitri cantik, tapi dari kalangan rakyat biasa. Bukan keturunan orang berada........Dan berakhir dengan kematian Pak Kasman dan istrinya yang memilih mengakhiri hidupnya
2025-06-11
3