"Akh...!"
Rea mengerang pelan, segera memegangi kepalanya kala rasa nyeri itu terasa kuat ia rasakan. Gerakan saat akan bangun dari berbaring pun urung ia lakukan saat rasa sakit pada sekujur tubuhnya mengambil alih, memaksa Rea untuk membuka mata yang sebelumnya terpejam untuk mencari tahu di mana kini dirinya berada.
Netranya menatap langit-langit bernuansa putih, mengerjap pelan untuk menyesuaikan cahaya, dan tersentak saat tangannya merasakan sentuhan lembut seseorang.
"Re..."
Panggilan itu begitu lembut untuk didengar, satu alasan untuk membuat Rea menoleh ke arah sumber suara, hanya untuk menemukan sosok pria dewasa dengan pandangan lurus ke depan duduk si sisi tempat tidur tempat Rea terbaring.
Kai Rylan, pria dewasa berusia matang yang memiliki wajah sempurna, sayangnya tidak dengan penglihatan pria itu. Memiliki perusahaan sendiri, sekaligus pemilik saham ketiga terbesar di kota. Pria yang Rea kenal sejak beberapa bulan lalu melalui kekasihnya.
Wajah murung yang Kai perlihatkan justru membuat ingatan Rea terlempar ke masa di mana Alec meminta dirinya untuk mendekati Kai yang memiliki usia jauh lebih tua darinya.
"Kamu gila!"
Rea berseru marah kala itu usai mendengar permintaan sang kekasih yang meminta dirinya untuk menikah dengan pria yang Alec tunjukkan potretnya.
"Itu sama saja kamu ingin aku mempermainkan perasaan seseorang!" ucap Rea.
"Hanya sementara, Sayang," bujuk Alec.
"Kamu hanya perlu menikah dengannya, bukan menjalani kehidupan pernikahan bersamanya,"
"Aku tidak mau! Aku tidak mencintainya. Bagaimana bisa kamu menyerahkan aku pada pria yang jauh lebih tua dariku, darimu? Dan dia buta!" sambut Rea tidak senang.
"Dengar!" Alec meletakkan kedua tangannya di bahu Rea, menahan wanita itu untuk tidak berpaling dalam usahanya membujuk sang kekasih.
"Perusahaan yang sedang aku kembangkan, akan sangat mudah dijatuhkan olehnya. Kamu menikah dengannya hanya untuk memantau apa saja yang dia lakukan dan melaporkan semuanya padaku. Dengan begitu, aku bisa lebih unggul darinya,"
"Jika aku berhasil melampaui bisnisnya, aku akan menikahimu,"
"*Tapi, aku tidak menyukai cara*mu,"
"Kamu hanya perlu menerima tawaran jika dia memintamu menikah dengannya, itu saja," jawab Alec.
"Itu saja? Mudah sekali kamu berbicara!" Rea menyipitkan mata, tak terima.
"Apakah begitu caramu untuk mengatakan bahwa kamu menjualku?"
"Sayang, bukan itu maksudku," sanggah Alec.
"Kamu menikah dengannya tentu saja akan ada perjanjian hitam di atas putih. Kamu tidak perlu melayaninya di atas tempat tidur selama kamu tidak ingin,"
"Tapi..."
"Dia adalah orang yang pernah menghancurkan keluargaku," potong Alec cepat.
"Apa?"
Alec mengangguk, memberikan wajah sendu.
"Aku ingin mengambil kembali apa yang memang menjadi milikku, dan hanya itu cara yang terpikirkan olehku. Kamu menikah dengannya,"
Kepala Rea tertunduk, ingin sekali membantu, tetapi ia tidak menyukai cara yang Alec gunakan.
"Caranya?" lirih Rea.
"Aku yang akan mengurusnya. Kamu hanya perlu mendekatinya, mengobrol, membuat dia nyaman bersamamu, dan aku akan membuat skenario pernikahan bisnis untuk keluarganya," jawab Alec.
"Kamu mengenal keluarganya?" tanya Rea.
"Kami mengenal karena kami berada dalam bisnis yang sama," jawab Alec.
"Tapi, bagaimana jika dia tahu rencanamu? Bagaimana denganku?" tanya Rea murung.
"Aku akan selalu bersamamu, percayalah!"
Sejak saat itulah, Alec memainkan drama yang membuat pertemuan Rea dan Kai terjadi secara alami, menempatkan Rea pada situasi menjadi penolong setiap saat, hingga menumbuhkan rasa nyaman di hati pria itu.
Tanpa sadar, air mata Rea bergulir, kedua matanya terpejam dengan suara isakan pelan. Merutuki dirinya sendiri betapa bodohnya ia yang sudah menelan mentah begitu saja apa yang Alec ucapkan.
Fakta bahwa Kai adalah paman dari sang kekasih membuat hatinya lebih tenggelam dalam rasa bersalah meski semua rencana itu bukan keinginan hatinya. Tetap saja, ia melakukan semua yang Alec minta dengan kesadaran penuh.
"Re..."
Rea menghapus air matanya menggunakan satu tangan yang masih bebas, berusaha untuk tidak membuat pria itu khawatir.
"Kamu sudah bangun?" tanya Kai.
Rea tidak segera memberikan jawaban. Netranya mengunci wajah Kai yang tidak mengarahkan pandangan padanya, pandangan kosong pria itu tidak cukup menutupi kekhawatiran yang ada.
Sikap lembut tanpa kepalsuan yang selama ini Kai perlihatkan tidak pernah menyentuh hati Rea. Ia hanya mencatat dalam benaknya untuk mencapai tujuan yang diinginkan sang kekasih tanpa memperdulikan bagaimana perasaan Kai. Dan sekarang, rasa bersalah itu menggerogoti hatinya.
"Kenapa kamu di sini?" tanya Rea setengah terisak.
"Kamu menangis?" Kai bertanya panik, segera berdiri dari duduknya dengan tangan terulur sembari meraba untuk menjangkau wajah Rea.
"Di mana yang sakit?" tanya Kai lagi.
"Jim!"
Kai berseru setelah menunggu, tetapi tidak mendapatkan jawaban. Sesaat kemudian, pintu ruang perawatan terbuka diikuti sosok pria berkacamata yang Rea kenali sebagai asisten dari Kai.
"Saya, Tuan,"
"Panggil dokter!" perintah Kai.
"Baik,"
Pria berkacamata yang dipanggil Jim itu berbalik, meninggalkan ruangan selama beberapa saat dan kembali bersama dokter di belakangnya.
"Kondisi Nona Rea baik-baik saja, Tuan. Anda tidak perlu khawatir," ucap Dokter usai melakukan pemeriksaan.
"Tapi dia menangis. Dia pasti kesakitan. Lakukan pemeriksaan ulang!" ucap Kai tidak tenang.
"Pasien mungkin merasakan nyeri pada cedera kepala yang dialami. Tetapi, tidak ada kerusakan serius pada tubuh pasien," jelas Dokter.
"Nona hanya perlu istirahat total selama beberapa hari untuk pemulihan," Dokter menambahkan.
"Tapi..."
"Aku baik-baik saja," Rea menyela cepat, berharap tindakanya menghentikan protes yang tengah Kai lakukan.
"Kamu yakin?" tanya Kai memastikan.
Rea mengangguk, kemudian tersenyum menyadari Kai tidak akan melihat apa yang ia lakukan.
"Ya,"
Kai membawa langkahnya mendekat pada Rea setelah dokter pergi meninggalkan ruangan, kembali duduk di kursi yang tersedia di samping tempat tidur, lalu meraih tangan Rea untuk ia genggam.
"Maaf, jika aku bukan orang yang kamu harapkan untuk datang,"
"Bagaimana kamu bisa tahu aku kecelakaan?" tanya Rea.
"Beberapa orangku mengikutimu saat aku tahu kamu pergi setelah mendengar lamaran yang aku berikan. Mereka juga melihatmu saat kamu keluar dari apartemen yang kamu kunjungi, tapi mereka gagal menghentikan kecelakaan yang terjadi," terang Kai.
"Maaf,"
"Paman bahkan tidak melakukan kesalahan, kenapa meminta maaf?" sambut Rea.
"Aku memang tidak tahu apartemen siapa yang kamu kunjungi, serta alasan mengapa kamu menangis saat meninggalkan apartemen itu," ucap Kai lirih.
"Tapi, jika alasan kamu meninggalkan rumah di tengah kedatanganku, aku bisa menebak apa alasannya. Kamu ingin menolak pernikahan bisnis ini, benar bukan?"
Rea terdiam dengan pandangan terkunci pada wajah Kai. Entah bagaimana, Rea justru merasa Kai kini tengah menatapnya. Hal yang membuat Rea mengangkat satu tangannya dan melambai pelan tepat di wajah Kai.
Pandangan Kai tetap kosong, tak berkedip.
"Aku akan katakan pada kedua orang tuamu bahwa akulah yang membatalkan pernikahan, bukan dirimu," Kai berkata lagi.
"Tidak!" Rea menjawab cepat disertai gelengan kepala.
"Ayo kita menikah!"
"A-Apa?" sambut Kai melebarkan kedua matanya.
"Aku setuju untuk menikah denganmu,"
. . . .
. . . .
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Zhu Yun💫
Ayo update 2 bab lagi kakak /Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined//Determined/
2025-06-05
1
Zhu Yun💫
Ingat Re, yang matang justru lebih menantang biasanya.... dan lebih anu pastinya /Joyful//Joyful//Joyful//Joyful/
2025-06-05
1
Zhu Yun💫
Makan tuh janji,,, habis ini jangan ngemis-ngemis minta maaf ya Lec /Proud//Proud//Proud//Proud//Proud//Proud/
2025-06-05
1